Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus Bovine Herpesvirus Type-1 (BHV-1). Penyakit ini dapat menyerang sapi, kerbau, dan hewan ruminansia lainnya. IBR adalah penyakit strategis yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak karena virus ini sangat menular dan menyerang ternak dari segala usia.

Infeksi IBR dapat terjadi melalui pernafasan dan memerlukan kontak antar hewan yang menyebar dengan cepat ke seluruh kelompok. Penyakit ini ditandai dengan peradangan pada saluran pernafasan bagian atas, selain dapat juga menyebabkan vulvovaginitis pustular menular pada sapi betina dan balanoposthitis menular pada pejantan, serta bisa menyebabkan aborsi dan kelainan pada janin. Sapi yang terinfeksi akan mengalami infeksi laten setelah sembuh dari infeksi awal dan meskipun secara klinis tampak normal, penyakit ini dapat kambuh kembali saat berada dalam kondisi stres.

Epidemiologi 
Selama infeksi primer, sapi mengeluarkan virus dalam jumlah banyak di cairan hidung dan mata selama kurang lebih 14 hari, yang dapat menginfeksi hewan yang melakukan kontak.

Setelah bereplikasi di lapisan hidung, BoHV-1 diangkut melalui saraf dan menjadi laten di jaringan saraf dekat tempat masuknya virus, dan menetap di sana selama masa hidup hewan tersebut.

Stres atau pengobatan kortikosteroid dapat menyebabkan reaktivasi BoHV-1, yang kemudian diangkut kembali sepanjang saraf ke tempat infeksi utama. Pelepasan BoHV-1 yang diaktifkan kembali mungkin disertai atau tidak disertai dengan tanda-tanda klinis penyakit. Setiap hewan yang pernah terinfeksi BoHV-1 berpotensi menjadi pembawa virus seumur hidup dan menimbulkan risiko bagi hewan ternak yang bebas BoHV-1.

Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi akut dan hewan yang terinfeksi secara laten dimana terjadi reaktivasi virus. Sedangkan penularan tidak langsung dapat terjadi melalui air mani yang terkontaminasi, transfer embrio, manusia, bahan yang terkontaminasi atau penularan melalui udara.

Gejala klinis

Tanda-tanda klinis utama IBR adalah gejala pernafasan dan pada kasus yang lebih ringan sangat mirip dengan penyebab lain dari pneumonia pada sapi. Dalam kasus yang lebih ringan, konjungtivitis, batuk sesekali, dan produksi ASI yang buruk mungkin merupakan tanda yang mungkin terlihat.

Tanda-tanda klinis umumnya pertama kali muncul dalam 2-3 minggu setelah proses pengangkutan, penjualan atau peristiwa stres lainnya seperti melahirkan anak. Selama wabah IBR, angka kesakitan mungkin mencapai 100% namun angka kematian umumnya kurang dari 2%. Sapi yang terkena dampak akan kehilangan nafsu makan dan mungkin mengalami demam tinggi (41-42°C) dengan keluarnya cairan bernanah pada mata dan hidung.

Tanda-tanda klinis bervariasi dalam tingkat keparahan tergantung jenis virus. Hewan yang terkena dampak parah akan sangat tertekan, lambat untuk bangkit, dan berdiri dengan kepala menunduk. Kelopak mata mungkin bengkak karena konjungtivitis dan mungkin terdapat bisul di hidung pada kasus yang parah. Tidak ada lesi mulut tetapi mungkin ada air liur yang keluar karena stasis rumen. Terdapat halitosis akibat nanah di laring dan trakea, serta sesak napas dengan berbagai derajat.

Hewan yang terkena dampak sering batuk dan palpasi laring tidak disukai. Terdapat peningkatan frekuensi pernafasan tetapi tidak ada bunyi paru abnormal kecuali bunyi yang berasal dari saluran pernafasan atas. Kurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, dan penurunan ASI sering terjadi dan bisa berakibat parah. Kematian tidak biasa terjadi tetapi bisa disebabkan oleh kerusakan parah, nekrosis, dan infeksi bakteri sekunder pada trakea yang disertai pneumonia inhalasi. Virus IBR juga dapat meningkatkan patogenisitas Moraxella bovis (pink eye) dan lesi keratokonjungtivitis menular yang parah dapat terjadi pada anak sapi.

Jadi gejala IBR pada sapi dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan infeksi dengan manifestasi 2 bentuk, yaitu :

  • Bentuk pernapasan

Bentuk pernapasan adalah bentuk yang paling umum terjadi pada sapi. Gejala yang muncul pada bentuk pernapasan meliputi demam, batuk, sekresi hidung, konjungtivitis, dan anoreksia. Gejala pernapasan dapat menyebabkan penurunan produksi susu.

  • Bentuk neonatal

Bentuk neonatal adalah bentuk IBR yang terjadi pada pedet. Gejala yang muncul pada bentuk neonatal meliputi demam, anoreksia, dan diare. Bentuk neonatal dapat menyebabkan kematian pedet.

Baca juga : Penyakit Pernafasan pada Sapi

Penyebaran IBR

IBR dapat menyebar melalui kontak langsung antara sapi yang terinfeksi dan sapi yang rentan. Virus IBR juga dapat menyebar melalui udara, air, dan peralatan yang terkontaminasi.

Diagnosis IBR

Diagnosis IBR dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel swab hidung atau sampel darah. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan metode PCR, ELISA, atau Western Blot. Uji serologi dengan sampel darah untuk infeksi laten, sedangkan untuk deteksi langsung adanya virus dilakukan dengan uji PCR atau antibodi fluoresen pada sekret mata atau hidung saat terjadi infeksi aktif/wabah.

Mengukur titer antibodi pada air susu (bulk milk) dapat menjadi cara yang sangat berguna untuk menentukan status IBR suatu ternak. Namun, hasil yang negatif tidak selalu menunjukkan bahwa suatu ternak bebas IBR karena hingga 20% dari ternak yang diperah dapat terinfeksi IBR secara laten sebelum hasilnya menjadi positif, oleh karena itu tes darah sangat penting untuk memastikan status bebas IBR dalam kawanan.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk IBR, namun untuk infeksi bakteri sekunder yang muncul dapat ditangani dengan antibiotik dan hewan yang demam tinggi diobati dengan obat antiinflamasi nonsteroid.

Pencegahan

Vaksinasi bisa menjadi intervensi yang terbaik untuk membantu pengendalian dan  meminimalkan penyebaran penyakit di kawanan yang sehat. Ada beragam vaksin IBR efektif yang tersedia di pasaran (sayangnya di Indonesia belum ada yang teregistrasi), termasuk vaksin penanda (vaksin DIVA) yang memungkinkan hewan yang divaksinasi dibedakan dari hewan yang terinfeksi secara alami melalui uji serologi.

Beberapa vaksin bersifat multivalen termasuk patogen saluran pernafasan sapi lainnya. Vaksinasi IBR tidak mahal, baik dengan suntikan intranasal atau intramuskular tunggal sehingga alangkah baiknya jika dijadwalkan dalam program pengendalian penyakit.

Selain program vaksinasi, pencegahan IBR dapat dilakukan dengan menerapkan biosekuriti yang ketat. Tindakan biosekuriti yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran IBR meliputi:

  • Isolasi ternak baru
  • selektif Culling (strategi DIVA)
  • Pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin / Monitoring
  • Desinfeksi kandang dan peralatan secara teratur
  • Pembersihan dan sanitasi diri

Referensi :

  1. https://www.nadis.org.uk/disease-a-z/cattle/ibr-infectious-bovine-rhinotracheitis/
  2. https://ugm.ac.id/en/news/ibr-disease-continues-to-menace-indonesian-cattle-farms/
  3. https://www.msd-animal-health.ie/species/cattle/infectious-bovine-rhinotracheitis-ibr/#:~:text=Introduction,economic%20losses%20to%20cattle%20producers.
Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Bovine Viral Diarrhea (BVD) merupakan penyakit virus utama pada ternak yang mempunyai dampak ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah klinis dan reproduksi, sehingga menyebabkan hilangnya produktivitas, kesuburan, dan kesehatan anak sapi.

Bovine virus diare (BVD) adalah virus RNA dalam genus Pestivirus dari keluarga Flaviviridae. Genus Pestivirus ini, selain ada virus BVD tipe 1 dan 2, juga berkerabat dekat dengan Classical Swine Fever (CSF pada babi) dan Ovine Border Disease pada domba.

Sapi dari segala umur rentan terhadap infeksi BVD. Penyebaran virus ini adalah di seluruh dunia meskipun beberapa negara baru-baru ini telah memberantas virus ini. Infeksi BVD menyebabkan berbagai macam penyakit dengan manifestasi klinis, termasuk penyakit enterik dan pernafasan atau reproduksi dan janin. Infeksi mungkin bersifat subklinis atau meluas hingga fatal. Gambaran klinis dan tingkat keparahan penyakit dapat bervariasi tergantung jenis virus yang berbeda.

Virus BVDV juga menyebabkan penekanan kekebalan yang dapat membuat hewan yang terinfeksi lebih rentan terhadap infeksi virus lain dan bakteri. Dampak klinis mungkin lebih nyata pada ternak yang dikelola secara intensif. Hewan yang bertahan dari infeksi in-utero pada trimester pertama kebuntingan hampir selalu akan terinfeksi secara persisten (PI), dimana ternak ini menjadi reservoir utama dalam suatu populasi dan mengeluarkan sejumlah besar virus (shedding) melalui urin, feses, kotoran, susu dan air mani.

Virus ini menyebar terutama melalui kontak erat antara hewan PI dengan ternak lainnya dan dapat bertahan di lingkungan untuk waktu yang singkat ataupun lama, serta ditularkan melalui bahan/material reproduksi yang terkontaminasi. Transmisi vertikal memainkan peran penting.

Baca juga : 5 Penyakit penting pada Sapi Perah

Jenis Virus BVD:

BVDV-1: Jenis ini menyebabkan infeksi akut dan persisten. Infeksi akut sering kali menimbulkan gejala pernapasan dan pencernaan, sedangkan infeksi yang menetap dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, masalah reproduksi, dan menekan kekebalan.
BVDV-2: Jenis ini terutama menyebabkan penyakit mukosa, suatu bentuk BVD parah yang menyerang anak sapi  secara persisten di dalam rahim. Gejalanya meliputi maag, demam, diare, dan seringkali kematian.

Tanda Klinis

BVD akut: Demam, kehilangan nafsu makan, gangguan pernapasan, diare, penurunan produksi ASI, aborsi.
BVD yang persisten: Seringkali tanpa gejala, namun dapat muncul dengan pertumbuhan terhambat, kinerja buruk, peningkatan kerentanan terhadap penyakit lain.
Penyakit Mukosa: Demam tinggi, diare parah disertai darah, sariawan, penurunan berat badan yang cepat, kematian dalam 5-10 hari.

Diagnosa

Tes ELISA atau PCR pada sampel darah atau jaringan dapat mendeteksi keberadaan virus atau antibodi.
Tes kebuntingan dapat mengidentifikasi kebuntingan yang terkena dampak BVD.

Dampak Ekonomi

BVD menyebabkan hilangnya produktivitas secara signifikan karena penurunan produksi susu, kematian anak sapi, dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit lain. Pembatasan perdagangan dapat diberlakukan pada ternak yang terinfeksi BVD, sehingga berdampak lebih jauh pada pendapatan.

Ada dua jenis hewan yang terinfeksi secara persisten, yaitu  hewan “pestiferous” yang mengeluarkan sejumlah besar virus dan menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kawanannya, dan hewan “non-pestiferous” yang hanya mengeluarkan sedikit atau tidak ada virus sama sekali sehingga minim resiko terhadap penyakit lain.

Pencegahan dan Pengendalian

Vaksinasi: Memvaksinasi sapi yang rentan sebelum dibiakkan dapat membantu mencegah infeksi pada janin dan perkembangan hewan yang terinfeksi secara terus-menerus.
Biosekuriti: Mengisolasi hewan baru, mengkarantina sapi bunting, dan menerapkan kebersihan yang baik dapat membantu mencegah penularan.
Pemantauan: Pengujian rutin terhadap anak sapi dan sapi bunting dapat membantu mengidentifikasi hewan yang terinfeksi untuk dikeluarkan dari kawanannya.

Jadi, dengan memahami BVD, menerapkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang tepat, maka peternak dapat secara signifikan mengurangi dampaknya terhadap ternak mereka dan meningkatkan keuntungan secara keseluruhan.

Referensi :

  1. https://www.woah.org/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/3.04.07_BVD.pdf
  2. https://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/download/25152/19154/
Lovebird Personata

Lovebird Personata

Setelah bulan lalu kita belajar bersama tentang lovebird fischeri, saat ini kita akan kembali mengulik jenis lovebird eye ring lainnya, yaitu lovebird kerah kuning (Agapornis personatus). Yuk simak bareng-bareng ya…

Agapornis personatus termasuk dalam kelompok “eye ring” atau cincin mata, sama dengan Agapornis fischeris juga, dimana akan dengan mudah dikenali dari lingkaran putih di sekitar matanya. Untuk membedakan lovebird kerah kuning dengan Fischer di alam liar, bisa dilihat dari kepalanya yang berwarna coklat tua (hitam), dada dan leher kuning, sayap hijau tua dan perut, punggung dan ekor berwarna hijau muda dan paruhnya berwarna merah. Orang awan biasa melihatnya seperti burung menggunakan helm dikepalanya he he he…

Lovebird berkerah kuning tipe liar, dapat ditemukan berwarna biru (leher abu-abu dan paruh krem), biru-hijau, ungu (sayap condong ke arah ungu), lutino (putih) dan masih banyak lagi.

Habitat  
Seperti jenis lovebird lainnya, Agapornis personatus secara alami terdapat di benua Afrika. Secara khusus, ia berasal dari Tanzania, meskipun ia juga merupakan spesies invasif di negara lain, termasuk di luar Afrika. Di Tanzania, lovebird kerah kuning menghuni habitat padang rumput dan sabana, bergerak dalam kelompok yang berkisar dari beberapa burung hingga lusinan burung. Daerah pilihan mereka selalu dipenuhi pepohonan seperti Akasia, karena pohon ini merupakan bagian penting dari siklus hidup lovebird liar dimana lubang pohon digunakan untuk membangun sarang.

Tidak seperti lovebird fischeri yang populasinya terancam, lovebird berkerah kuning tidak dianggap terancam di habitat aslinya, meskipun mereka mungkin dikonsumsi dan diperdagangkan juga sebagai hewan peliharaan.

Pakan
Di alam liar, Agapornis personatus merupakan pemakan biji-bijian. Dengan paruhnya yang relatif besar, membuka millet, sorgum dan akasia adalah favoritnya. Tanaman pertanian, seperti jagung juga dimakannya sehingga sering dianggap hama tanaman bagi petani di Afrika.

Untuk burung yang sudah ditangkarkan, penting untuk memberi pakan yang bervariasi. Hal ini tidak mudah, karena kita tidak memiliki akses terhadap semua bijian yang bisa mereka makan di alam liar dalam semua tahap kematangannya. Obesitas juga bisa menjadi masalah, karena burung peliharaan kita tidak banyak bergerak seperti burung di alam liar.

Campuran yang bisa dipakai adalah sebaiknya dipilih yang lebih rendah kalori dan lebih tinggi nutrisi (mikro), seperti pelet, bijian berkualitas tinggi, sayuran dan buah-buahan segar, rumput liar dan dahan. Selain itu, pastikan akses air bersih dan blok kalsiun/sotong agar kondisinya terjaga.

Kandang 
Meski berukuran kecil, burung ini tetap membutuhkan banyak ruang untuk bergerak. Ukuran minimum yang ideal adalah 18″ x 18″ (45 x 45 cm). Jika burung anda lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam kandang,  maka pilihlah ukuran kotak kandang yang lebih besar agar gerakannya lebih leluasa saat nati ada anakan.

Jarak palang pada sangkar lovebird kerah kuning tidak boleh melebihi 1/2″ (1.3 cm) agar kepalanya tidak tersangkut. Sama seperti jenis lovebird lainnya, selain kotak sangkar, beberapa hal penting yang harus tersedia adalah tempat pakan dan air minum + cuttlebone atau blok kalsium, tempat bertengger alami (bukan plastik atau batang kayu), mainan untuk mengasah otak (merobek-robek, mainan mencari pakan, dahan yang aman).

Sifat Lovebird Kerah Kuning
Agapornis personatus benar-benar hebat, memiliki rasa ingin tahu, aktif, lantang, suka bersosialisasi, dan sering kali penuh semangat, serta mungkin suka menggigit. Jika anda cukup sibuk dan tidak ada waktu banyak untuk berinteraksi, sebaiknya memelihara burung ini minimal berpasangan sehingga tidak mudah bosan dan ada teman bermain. Mutasi biru pada lovebird kerah kuning (Agapornis personatus) biasanya menjadi burung peliharaan yang populer. Baca juga : Jenis-jenis lovebird

Jadi bagaimana kita memastikan kepribadian burung kita  menjalani hidup yang bahagia? Lakukan interaksi sosial karena burung ini butuh banyak perhatian, seperti menyemprotkan air untuk mandi. Menempatkan mainan warna-warni juga sangat disukai lovebird sehingga mereka dapat beraktifitas dan mengurangi resiko kegemukan. Jangan lupa juga untuk membekali lovebird kerah kuning anda dengan wadah mandi ya. Jika kandang cukup luas, tempatkan tanaman yang bebas pestisida dan aman bagi burung untuk tempat mereka bertengger seperti habitat aslinya.

Suara lovebird kerah kuning sungguh mengesankan, bernada tinggi dan bisa sangat memekakkan telinga. Untungnya, mereka tidak melakukannya sepanjang hari, kecuali mereka merasa bosan dan sendirian. Jadi pastikan burung ini mendapatkan perhatian yang cukup atau diberikan pasangan untuk teman bermain dan bereproduksi. Lovebird bukan hewan pendiam, mereka akan terus berbunyi dan intensitasnya meningkat saat pagi dan sore hari.

Seperti spesies lovebird lainnya, lovebird kerah kuning tidak dianggap sebagai peniru suara yang berbakat, namun jika dilatih dengan sabar mereka memiliki kemampuan untuk belajar meniru suara dan frasa pendek dan juga melakukan trik-trik yang menghibur seperti halnya jenis parrot yang lain.

Terkait keamanan dan status kesehatan, kita juga harus memperhatikan benda-benda disekitar lovebird yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi. Perlu diingat, bahwa banyak produk rumah tangga yang beracun bagi burung (pembersih, kosmetik beraroma, peralatan masak anti lengket, pemanas ruangan, lilin wangi).

Jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti cidera atau gejala sakit, sebaiknya anda segera memeriksakan ke dokter hewan. Kenali karakter dan keseharian burung kita, sehingga ketika ada hal yang mencurigakan kita juga bisa mengenalinya. Untuk antisipasi kondisi darurat, ada baiknya kita sediakan kotak obat yang berisi barang-barang seperti vitamin, bahan pembekuan darah, antiseptik, pinset, kain kasa dan sejenisnya. Baca juga : Memulai breeding lovebird yang baik

Demikian sharing informasi terkait lovebird personata. Semoga bermanfaat.

Referensi :

  1. https://www.psittacology.com/yellow-collared-lovebird-care/
5 Penyakit Penting pada Sapi Perah

5 Penyakit Penting pada Sapi Perah

Dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah, tentunya banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama penyakit. Pada peternakan skala industri, tindakan pencegahan atau pengendalian penyakit umumnya menyangkut beberapa hal, yaitu managemen pemeliharaan, medikasi dan vaksinasi dan biosekuriti.

Penyakit strategis pada peternakan sapi perah adalah penyakit yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian ternak, penurunan produksi susu, dan peningkatan biaya produksi.

Berikut adalah beberapa penyakit strategis pada peternakan sapi perah:

  • Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini dapat menyebabkan demam, batuk, dan sekresi hidung. IBR dapat menyebabkan penurunan produksi susu, gangguan reproduksi, dan kematian.
    Image of Infeksi Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada sapi perah
  • Bovine Viral Diarrhea (BVD) adalah penyakit pencernaan yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini dapat menyebabkan diare, dehidrasi, dan kematian. BVD dapat menyebabkan penurunan produksi susu, gangguan reproduksi, dan kematian.
    Image of Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada sapi perah
  • Mastitis adalah infeksi pada kelenjar susu. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Mastitis dapat menyebabkan penurunan produksi susu, kualitas susu yang buruk, dan kematian. Baca juga : Mastitis  pada  sapi
    Image of Mastitis pada sapi perah
  • Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Leptospirosis dapat menyebabkan kematian.
    Image of Leptospirosis pada sapi perah
  • Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini dapat menyebabkan abortus, infertilitas, dan kematian. Brucellosis dapat menular ke manusia (zoonosis).
    Image of Brucellosis pada sapi perah

Untuk mencegah penyebaran penyakit strategis, peternak perlu melakukan biosekuriti yang ketat. Biosekuriti adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah masuknya penyakit ke dalam peternakan. Baca juga : Peternakan Sapi Perah di Indonesia.

Tindakan biosekuriti meliputi:

  • Isolasi ternak baru. Sapi baru harus dikarantina selama beberapa minggu sebelum dicampur dengan ternak yang ada.
  • Pemeriksaan kesehatan ternak. Ternak harus diperiksa secara rutin untuk mendeteksi penyakit.
  • Desinfeksi kandang dan peralatan. Kandang dan peralatan harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur.
  • Pembersihan dan sanitasi diri. Tenaga kerja harus mencuci tangan dan menggunakan pakaian yang bersih setelah menangani ternak.

Dengan menerapkan biosekuriti yang ketat, peternak dapat membantu mencegah penyebaran penyakit strategis dan melindungi ternak dari kerugian.

Referensi :

  1. https://www.slideshare.net/Naipospos/permasalahan-penyakit-infectious-bovine-rhinotracheitis-ibr-pada-sapi-jakarta-10-september-2014
  2. https://www.researchgate.net/publication/339530763_Kajian_Epidemiologi_Infeksi_Bovine_Viral_Diarrhea_BVD_pada_Sapi_Perah_di_Kabupaten_Sleman_Yogyakarta
  3. https://unair.ac.id/mastitis-masih-menjadi-ancaman-sapi-perah-di-indonesia/
  4. https://gdm.id/penyakit-pada-sapi/
  5. https://diperpa.badungkab.go.id/artikel/18200-mengenal-dan-pencegahan-terhadap-brucellosis
Lovebird Fischeri

Lovebird Fischeri

Apakah anda sedang mencari burung kecil dengan banyak kepribadian untuk ditambahkan ke dalam hewan peliharaan di keluarga Anda? Jika pilihan anda jatuh pada lovebird Fischer (Agapornis fischeri) yang berwarna-warni, itu tidaklah mengherankan karena burung Afrika ini adalah salah satu burung peliharaan paling populer di luar sana. Lalu, apa yang belum anda ketahui tentang burung ini? Yuk, kita belajar bersama khusus tentang Agapornis fischeri di artikel ini.

Lovebird Fischer berukuran relatif kecil dengan panjang hanya sekitar 15cm atau di bawah 6″ dengan ekor yang gemuk, dan berat maksimalnya sekitar 60 gram. Nama Fischer ini diambil dari penemunya, yaitu Gustav Fischeri, seorang penjelajah asal  Jerman yang merupakan orang barat pertama yang menemukan spesies tersebut. Spesies ini merupakan bagian dari kelompok eye ring atau “cincin mata”. Hal ini karena adanya lingkaran putih pada bulu di sekitar matanya.

Lovebird Fischer sangat berwarna-warni dan terdapat beberapa mutasi warna yang dibiakkan secara selektif, yaitu :

Warna liar : perut hijau muda, sayap dan punggung hijau tua, dada kuning, kepala oranye kecoklatan, paruh merah.
Biru : perut, punggung dan sayap berwarna biru kehijauan, dada putih, kepala putih abu-abu, dan paruh merah muda. Ada juga variasi yang menampilkan warna biru lebih ungu.
Lutino : seperti warna liar, tapi tanpa warna hijau dengan warna oranye lebih cerah di kepala.
Pied : terjadi dengan warna apa pun dengan bintik/corak putih  di bagian tubuh mana saja.
Albino : sepenuhnya putih dengan mata merah dan paruh berwarna kulit.
Sable : tidak ada warna abu-abu sama sekali di kepala, yang ada hanya warna bening.
Wajah Kuning : seperti namanya, mukanya berwarna kuning.

Daftar diatas belum lengkap, karena para penghobi dan profesional selalu sibuk membiakkan lovebird secara selektif untuk menciptakan mutasi warna yang baru. Selain itu, ada juga burung hibrida hasil persilangan antara Agapornis fischeri dengan jenis lovebird lainnya. Untuk persilangan antara A. fischeri x A. personatus atau lovebird cincin mata lainnya akan menghasilkan anakan yang bersifat subur. Sedangkan  persilangan antara A. fischeri x lovebird non eye ring seperti A. roseicollis akan menghasilkan anakan yang steril karena adanya perbedaan genetik. Baca juga : Jenis-jenis Lovebird

Habitat
Secara alami, 9 spesies lovebird menyebar di Afrika. Untuk Agapornis fischeri sendiri secara khusus mempunyai wilayah jelajah yang relatif kecil di Tanzania. Di sini, ia berbagi habitat alami dengan jerapah, singa, zebra, badak, dan hewan khas Afrika lainnya.

Lovebird Fischer ini terkadang ditemukan di Rwanda dan Burundi, namun tidak jelas apakah mereka memang pergi ke sana untuk mencari air selama musim kemarau atau hanya populasi liar. Burung jenis ini sebenarnya banyak ditemukan di lahan pertanian dan bahkan di perkotaan, namun populasinya masih dianggap hampir terancam akibat penangkapan, hilangnya habitat asli, dan hibridisasi. Karena mudah beradaptasi, burung ini bisa sampai ke Kenya, Puerto Riko, Florida, Portugal, Prancis, dan masih banyak lagi.

Di wilayah alaminya, kawanan kecil lovebird Fischer hampir selalu berada di dekat air. Mereka lebih menyukai padang rumput/hutan, seperti sabana dengan pepohonan seperti akasia dan commiphora (mur). Khusus musim kemarau, kita umumnya bisa ditemukan juga di sepanjang sungai.

Spesies ini biasanya bertengger, tidur dan bersarang di tempat/ruangan yang berlubang, pohon palem atau di sarang burung lain. Yang terakhir ini bukanlah sesuatu yang bersifat parasit karena Agapornis dapat hidup berdampingan secara damai dengan berbagai spesies.  Lovebird Fischer ini ternyata  hampir terancam punah karena populasi yang menurun, selain juga karena merupakan burung liar yang paling umum diperdagangkan di dunia. Perlu diketahui bahwa sebenarnya penangkapan burung ini di alam liar dianggap ilegal ya…

Pakan 
Di alam liar, lovebird Fischer sebagian besar adalah pemakan biji-bijian, karena paruhnya yang relatif besar dirancang sempurna untuk memecahkan biji yang keras sekalipun. Makanan lainnya antara lain biji akasia dan buah-buahan dari keluarga ara ficus.

Lalu bagaimana dengan pakan untuk lovebird fisheri yang sudah ditangkarkan, apakah sama? Jika anda berasumsi bahwa, sumber biji-bijian komersial yang bisa kita beli dipasaran adalah sama kualitasnya dengan yang ada di alam, maka ada salah. Pakan campuran yang ada di toko ternyata tidak mengandung varietas yang sama dalam hal kematangan atau jenis benih yang ditemukan Fischer di alam liar. Selain itu, bijinya cukup berlemak, kadar kalorinya terlalu tinggi untuk burung peliharaan yang aktifitasnya terbatas hanya di sangkar.

Campuran biji-bijian komerisal yang berkualitas tinggi mungkin hanya bisa terpenuhi 20%, sehingga pilihan yang mungkin bisa dijadikan alternatif/tambahan adalah pelet berkualitas tinggi, banyak sayuran dan buah segar, biji-bijian yang dimasak (nasi, pasta, quinoa), makanan yang diambil dari daun dandelion (bebas pestisida), herba, bunga, dahan pohon dll. Selain pakan, burung lovebird juga harus selalu memiliki akses terhadap air bersih. Untuk membantu menjaga kesehatan tulang dan bulunya, ada baiknya juga memberikan blok kalsium/sotong.

Kandang
Jangan berasumsi karena lovebird itu kecil maka tidak pelu kandang yang luas. Lovebird adalah burung kecil yang sangat aktif dan membutuhkan banyak ruang untuk bergerak, sehingga sangkar kecil dan bulat sebaiknya dihindari.  Ukuran 18″ x 18″ (45 x 45 cm) adalah ukuran minimal yang sebaiknya dipakai, atau jika ingin leluasa bisa pakai ukuran 36″ x 36″ (91 x 91 cm). Lalu, ruang horizontal lebih disarankan daripada ruang vertikal, karena lovebird cenderung berkeliaran/terbang di bagian atas kotak sarangnya.

Selain ukuran kandang, kita juga harus menyediakan tempat bertengger, tempat pakan dan air minum dan mainan. Tempat bertengger sebaiknya terbuat dari kayu alami, bukan batang kayu atau plastik, untuk memastikan kesehatan kaki dalam jangka panjang.

Sudah menjadi anggapan umum bahwa lovebird itu harus dipelihara berpasangan, dan jika salah satu dari pasangan tersebut mati maka pasangannya juga akan segera mati. Namun, anggapan ini tidak tepat karena Agapornis tidak membentuk ikatan yang lebih kuat dengan pasangannya dibandingkan jenis burung parrot lainnya. Yang benar adalah lovebird sangat suka bersosialisasi, baik dengan manusia atau temannya. Lovebird yang haus perhatian bisa menjadi agresif dan mulai menyakiti diri sendiri, menjadi apatis, atau berkicau tanpa henti.

Meskipun banyak kontak sosial akan banyak membantu menjaga lovebird Fischer tetap terhibur dan bahagia, sebenarnya burung ini butuh lebih dari itu. Walaupun  ukurannya relatif kecil, burung ini sangat pintar sehingga kita perlu memberikan ornamen lain didalam kandang agar tidak bosan. Beberapa hal yang bisa kita lakukan adalah mendekorasi dengan mainan berwarna-warni atau tempat pakan khusus agar burung sibuk selama berjam-jam serta melakukan exercise agar mengurangi resiko kegemukan.

Jika anda benar-benar ingin mengeksplor kecerdasan burung lovebird, maka anda bisa menjinakkan dan melatihnya untuk melakukan sesuatu trik. Hal ini tentu menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan bukan. Memberikan tempat bak air juga akan mengundang lovebird untuk bermain air/mandi atau kita siram agar bulunya basah untuk kemudian kita akan melihat mereka membersihkan bulu-bulunya. Baca juga : Memulai breeding lovebird yang baik

Sifat Lovebird Fischer
Burung lovebird sangat setia dan menyukai kontak sosial, tetapi terkadang mereka membutuhkan sedikit sosialisasi agar tidak menjadi lincah. Mereka mungkin kecil, tapi paruhnya bisa sangat melukai karena sifatnya yang destruktif dan suka mengunyah apa pun yang mereka temukan.

Jika anda mencari hewan peliharaan yang pendiam, saya punya kabar buruk karena semua jenis parrot itu bersuara keras, termasuk lovebird Fischer ini. Jadi kalo anda sudah memilih untuk memelihara lovebird, maka anda sudah siap dengan suara-suara berisik yang dihasilkan, terutama saat pagi hari dan saat matahari terbenam. Meskipun lovebird termasuk golongan parrot, kita tidak bisa berekspektasi untuk membuatnya bisa menirukan suara seperti burung beo lainnya, walaupun jika dilatih mungkin bisa juga.

Seperti semua jenis parrot lainnya, burung lovebird Fischer memiliki bakat unik dalam membuat dirinya mendapat masalah. Mereka relatif rapuh dan mudah terluka dengan benda-benda disekitarnya. Hal lain yang juga sangat penting, interaksi dengan hewan peliharaan lain (anjing, kucing) atau hewan liar/hama (burung liar, kelelawar, tikus) sebaiknya diminimalisar. Paru-paru lovebird juga sangat sensitif sehingga bisa mati jika terkena asap dari peralatan masak, parfum, lilin, insektisida, dan lainnya. Terkait kandang dan lingkungan sekitar, kita juga harus pastikan tidak ada tanaman beracun, tidak ada jendela yang terbuka, tidak ada kabel listrik yang beresiko digigit sehingga burung kita nyaman.

Anda perlu menyadari bahwa lovebird terkadang sangat pandai menyembunyikan ketidaknyamanannya. Gejala yang mungkin bisa kita amati adalah bulu kembung/kusam, tidak mau makan, lesu, keluarnya cairan dari hidung, atau kotoran encer.
Jadi, jika terjadi hal yang yang mencurigakan, ada indikasi sakit atau kita baru saja beli burung baru dari penjual/pasar sangat disarankan untuk  memeriksakannya ke dokter hewan untuk memastikan status kesehatannya. Untuk antisipasi, sebaiknya sediakan kotak P3K yang didalamnya terdapat vitamin, obat-obatan, anti koagulan, pinset, kain kasa, cotton bud, desinfektan.

Demikian informasi yang bisa kita pelajari bersama saat ini, semoga bermanfaat.

Referensi :

  1. https://www.psittacology.com/agapornis-fischeri-care/
Kunci Sukses Beternak Sapi Perah

Kunci Sukses Beternak Sapi Perah

Beternak sapi perah menjadi andalan bagi para peternak yang ada di wilayah pegunungan atau daerah yang bersuhu rendah. Air susu menjadi tujuan akhir dari pemeliharaan ternak sapi perah, sehingga sangat penting untuk memastikan induk memiliki tingkat kesuburan dan produktifitas yang tinggi. Peluang cukup tinggi sebenarnya jika kita mampu menjalankan usaha peternakan sapi perah ini, mengingat saat ini kebutuhan air susu masih belum bisa sepenuhnya dicukupi dari dalam negeri.

Program reproduksi sapi perah menjadi serangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi perah, baik dari segi produksi susu maupun jumlah kelahiran. Program reproduksi yang baik akan membantu peternak untuk mendapatkan sapi perah yang sehat, produktif, dan berkualitas.

Tujuan dari program reproduksi sapi perah adalah untuk:

  • Meningkatkan kebuntingan sapi perah
  • Memperpendek masa kering sapi perah
  • Meningkatkan produksi susu sapi perah
  • Meningkatkan kualitas genetik sapi perah

Keberhasilan program reproduksi sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Kesehatan sapi. Sapi yang sehat akan memiliki peluang kebuntingan yang lebih tinggi.
  • Manajemen reproduksi. Manajemen reproduksi yang baik akan membantu peternak untuk mendeteksi siklus estrus sapi dan mengawinkan sapi pada waktu yang tepat. Pada peternakan modern, intervensi dengan menggunakan preparat hormon reproduksi menjadi andalan agar deteksi dan sinkronisasi estrus bisa dimaksimalkan.
  • Pakan dan nutrisi. Pakan dan nutrisi yang memadai akan membantu sapi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, termasuk dalam hal reproduksi.

Program reproduksi sapi perah secara umum terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

  • Pencatatan. Pencatatan adalah hal yang penting untuk dilakukan dalam program reproduksi sapi perah. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu ternak atau aplikasi komputer.
  • Pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan untuk memastikan bahwa sapi dalam kondisi sehat dan siap untuk dikawini.
  • Deteksi siklus estrus. Siklus estrus adalah periode di mana sapi betina siap untuk dikawini. Siklus estrus sapi perah biasanya berlangsung selama 21-23 hari.
  • Kawin. Kawin dapat dilakukan secara alami atau dengan inseminasi buatan (IB).
  • Pemeriksaan kebuntingan. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan untuk memastikan bahwa sapi telah bunting.

Baca juga : Management Reproduksi Sapi

Penerapkan manajemen yang baik dalam semua aspek peternakan, mulai dari pemilihan bibit, pemberian pakan, perawatan kesehatan, hingga pemasaran produk menjadi hal yang juga tidak kalah penting dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah.

Berikut adalah beberapa kunci sukses beternak sapi perah:

  • Pilih bibit yang berkualitas. Bibit yang berkualitas akan menghasilkan sapi perah yang sehat, produktif, dan berkualitas pula.
    Image of Bibit sapi perah yang berkualitas
  • Berikan pakan yang berkualitas. Pakan yang berkualitas akan membantu sapi perah untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, serta menghasilkan susu yang berkualitas.
    Image of Pakan sapi perah yang berkualitas
  • Lakukan perawatan kesehatan secara rutin. Perawatan kesehatan yang rutin akan membantu peternak untuk mencegah dan mengatasi penyakit yang dapat menyerang sapi perah. Baca juga: Gangguan Reproduksi Sapi
    Image of Perawatan kesehatan sapi perah
  • Mengelola kandang dengan baik. Kandang yang bersih, sehat, dan nyaman akan membuat sapi perah merasa nyaman dan betah tinggal di kandang.
    Image of Kandang sapi perah yang baik
  • Mengelola pemasaran dengan baik. Pemasaran yang baik akan membantu peternak untuk mendapatkan harga yang menguntungkan untuk susu sapi perah.
    Image of Pemasaran susu sapi perah
    Selain menerapkan manajemen yang baik, peternak juga perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam bidang peternakan. Peternak juga perlu memiliki motivasi dan semangat untuk bekerja keras.

Baca juga : Peternakan sapi Perah di Indonesia

Berikut adalah beberapa tips tambahan untuk sukses beternak sapi perah:

  • Ikutlah pelatihan atau kursus peternakan sapi perah. Pelatihan atau kursus peternakan sapi perah akan memberikan peternak pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk beternak sapi perah dengan sukses.
  • Bergabunglah dengan kelompok peternak sapi perah. Bergabung dengan kelompok peternak sapi perah akan memberikan peternak kesempatan untuk bertukar informasi dan pengalaman dengan peternak lain.
  • Ikutilah perkembangan teknologi peternakan. Teknologi peternakan yang terus berkembang dapat membantu peternak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha.

Referensi :

  1. http://troboslivestock.com/detail-berita/2022/06/01/8/16012/mencetak-bibit-sapi-perah-berkualitas
  2. https://gdm.id/pakan-sapi-perah/
  3. https://peternakanpadangpanjang.wordpress.com/2015/06/12/manajemen-kesehatan-sapi-perah/
  4. https://ternak-sehat.fkh.ugm.ac.id/2018/12/04/managemen-kandang-sapi-yang-tepat/
  5. https://www.slideserve.com/larissa-vang/pemasaran-sapi-dan-susu
Memulai Breeding Lovebird Yang Baik

Memulai Breeding Lovebird Yang Baik

Mengambangbiakkan burung lovebird masih menjadi primadona bagi sebagian orang yang militan. Disaat peternak lain mungkin sudah berhenti, masih ada peternak lain yang melihat peluang dan menyusun rencana untuk pembiakan di masa depan. Untuk menghasilkan variasi warna yang memungkinkan seperti Cremino/Silver Cherry dan menghasilkan pengaruh tipe lacewing/fallow sehingga kelas burung menjadi lebih baik, tentunya bukan perkara mudah.

Untuk tahap awal pengembangbiakan lovebird, pengadaan beberapa burung yang berukuran bagus dan berkualitas sebagai permulaan akan memberikan stok yang lebih baik. Jika tidak, Anda hanya akan mendapatkan keturunan rata-rata dalam jumlah besar, terlalu banyak untuk dipelihara dan tidak ada yang berharga. Pencapaian untuk menghasilkan kualitas wahid  bukanlah proyek jangka pendek dan peternak yang memiliki kelas burung yang lebih baik biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapainya.

Di mana mendapatkan burung berkualitas bibit?
Datang ke pameran adalah cara terbaik, karena umumnya breeder ternama akan terlibat disitu. Kebanyakan peserta pameran dengan senang hati membantu jika Anda tertarik membeli burung berkualitas. Untuk memulainya, Anda dapat membeli pasangan yang sudah mapan atau lebih baik lagi mendapatkan burung muda yang sudah cukup dewasa ketika musim kawin berikutnya tiba. Peachfaced harus berusia minimal 12 bulan sebelum digunakan untuk berkembang biak dan masked lovebirds tampaknya menjadi induk yang lebih baik ketika mereka berada di tahun kedua.

Jika membeli burung muda disarankan untuk membeli beberapa jenis sehingga kita memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan sepasang. Lovebird seringkali sulit untuk kawin, meskipun jarak yang lebih lebar antara tulang panggul adalah panduan yang masuk akal ketika mencoba mencari burung dewasa. Oleh karena itu, sexing DNA dianjurkan untuk menentukan dengan pasti jenis kelamin burung.

Saat memutuskan berapa banyak burung dan kandang untuk  menampungnya, kita juga harus memperhitungkan kadang/ruang untuk anakan yang akan dihasilkan dan disapih dari induknya. Kepadatan yang berlebihan akan mengakibatkan burung-burung muda mati atau terluka kehilangan jari-jari kakinya.

Selalu satukan burung-burung yang seusia, Jika kita  menambahkan burung baru ke dalam koleksi yang sudah ada, disarankan untuk diisolasi di lokasi terpisah untuk memastikan status kesehatannya selama minimal 45 hari. Burung baru ada resiko membawa patogen virus/bakteri yang berbahaya bagi kawanan yang ada.

Perkandangan
Untuk spesies Peachfaced, 3 pasang burung bisa ditempatkan pada kandang ukuran 1,2m x 1,8m x 1,8m. Sedangkan untuk spesies cincin mata putih, 4-5 pasang di kandang ukuran yang sama. Pastikan kandang kita mencukupi agar tidak padat.

Bahan untuk membangun kandang terbaik adalah komponen baja dan lantai beton. Jenis konstruksi ini memungkinkan perawatan yang mudah, karena lantai dapat disapu untuk menghilangkan debu dan kotoran. Selain itu, pada akhir musim kawin, dinding dan lantai digosok untuk menjaga kebersihan. Berhati-hatilah saat menggunakan kawat galvanis baru karena burung dapat menderita keracunan seng karena kebiasaan mereka mengunyah segala sesuatu di sekitarnya.

Kandang idealnya menghadap utara atau timur. Pembangunan kandang juga harus memperhatikan lokasi air minum dan pakan yang berdekatan/berhadapan sebelum diisi burung untuk dibiakkan. Pasang tempat bertengger sejauh mungkin dan jangan di atas tempat air minum/pakan karena beresiko tercemar kotoran. Jika atap kandang tidak menutupi seluruh permukaan kandang, maka pastikan tempat air minum dan pakan aman dari guyuran air hujan.

Sebelum menyatukan beberapa pasangan dalam kandang burung yang besar, idealnya kita harus menempatkan tiap-tiap pasangan tersebut di kandang kecil yang jauh dari burung lain selama satu-dua bulan sebelum musim kawin. Jika berjodoh, mereka biasanya akan tetap tinggal bersama ketika dilepaskan ke kandang burung yang lebih besar. Selain itu pastikan dalam koloni tidak ada burung yang belum ada pasangannya.

Musim kawin
Kebanyakan lovebird yang sudah berjodoh akan terus berkembang biak jika tidak diberi jeda. Namun sebaiknya kita tetap memperhatikan kondisi indukan agar tantangan cuaca dan waktu pemulihannya ideal, sehingga dalam setahun bisa menghasilkan anakan 3x.

Sebagai breeder, kualitas adalah nomer 1 karena reputasi yang dibangun harus dipertahankan agar kostumer tidak berpaling. targetnya adalah mampu memproduksi stabil/lebih banyak dengan kualitas yang baik.

Jenis kotak yang umumnya dipakai untuk sarang lovebird bervariasi ukurannya, mulai dari kotak kecil-sedang. Sebagian besar burung umumnya tidak terlalu rewel, yang terpenting  memberikan ruang gerak yang lega jikan nanti banyak anak. Ukuran yang baik untuk spesies bermata putih minimal 18cm x 18 cm x 24 cm atau 22 cm x 22 cm x 25 cm akan lebih baik. Sebaiknya, kotak ini ditempatkan setinggi dada orang  untuk memudahkan dalam memeriksa tanpa harus mengeluarkan kotak dari rak.

Untuk bahan sarang biasanya tergantung pada preferensi masing-masing peternak, dan lovebird umumnya tidak mempermasalahkan apa yang didapat. Bahan yang berwarna hijau dan mengandung sedikit kelembapan akan meningkatkan daya tetas telur. Daun palem dan batang rumput yang tebal yang diberikan selama inkubasi akan menambah kelembapan pada sarang.

Daun Rumput atau Kubis (Cordyline Australis)  selalu menjadi bahan sarang favorit Peachfaced. Bahan berwarna hijau dan kering ini sangat kuat dan dapat dijadikan sarang yang baik serta tidak mudah rata. Cobalah mengikat beberapa daun panjang dan menggantungnya pada kawat, lovebird akan segera melihat dan memasukkannya ke sarang.

Jika penjodohan berhasil dan proses perkawinan/pembuahan terjadi, biasanya jumlah telur yang dihasilkan adalah 2-7 butir. Umumnya induk betina akan bertelur 2 hari sekali. Inkubasi biasanya memakan waktu sekitar 22 hari dan dimulai dari bertelur ke-2 atau ke-3. Pemeriksaan sarang bisa dilakukan 1 minggu setelah perkiraan telur terakhir, yaitu dengan mengecek telur-telur yang dihasilkan subur atau tidak. Telur yang subur ditandai dengan warna keruh/merah jambu tua ketika didekatkan ke sumber cahaya/diteropong, sedangkan yang steril biasanya jernih/bening saja.

Jika kita punya pasangan yang masih baru pertama kali bereproduksi, maka terkadang resiko telur tidak menetas relatif tinggi karena “pembagian kerja” mereka belum serasi. Pasangan baru memerlukan lebih banyak latihan sebelum dapat bertindak bersama dalam membangun sarang, mengerami dll. Resiko anak mati di dalam cangkang bisa terjadi karena kurangnya kelembapan di dalam kotak sarang sehingga anakan yang sudah terbentuk sempurna gagal melepaskan diri dari cangkangnya ketika saatnya tiba. Solusinya adalah dengan menggantungkan toples/plastik berisi air di dekat kotak untuk meningkatkan kadar air pada bahan sarang atau di spray dengan air secara berkala untuk menjaga kelembapan sarang. Kita mungkin juga bisa melihat induk “mandi” di tempat air minum sebelum kembali ke sarangnya, hal ini adalah naluri mereka untuk memastikan proses pengeraman berhasil.

Pakan 
Campuran pakan yang baik harus mengandung kebutuhan nutrisi yang seimbang untuk menjaga kondisi burung tetap sehat. Millet untuk karbohidrat, kenari polos untuk protein dan sejumlah kecil oat kupas, bunga matahari, dan safflower juga bisa ditambahkan.

Ada beberapa perdebatan mengenai apakah terlalu banyak biji-bijian berminyak seperti bunga matahari merupakan penyebab kondisi bulu yang buruk dan/atau kerontokan bulu. Beberapa peternak lain berpendapat jika hal itu karena kekurangan vitamin dan kurang exercise.

Campuran pakan jika bisa diformulasikan tergantung spesies lovebird yang dipelihara. Lovebird Fischer kebanyakan memakan millet jap dan kenari polos dengan sedikit millet putih dan safflower, tetapi kurang suka bunga matahari atau oat yang dikuliti. Lovebird Masked suka pada sebagian besar biji-bijian dan oat tambahan saat membesarkan anak. Lovebird Peachfaced memiliki preferensi yang sama tetapi tampaknya tidak menyukai oat yang sudah dikupas selama musim panas (di luar musim kawin).

Kita bisa membuat campuran sendiri dengan bahan dasar millet Jepang dan kenari polos dalam jumlah yang sama, lebih banyak safflower daripada bunga matahari dan sejumlah kecil millet putih. Bagi yang memiliki banyak burung dan tidak mau repot mencampur, ada sejumlah campuran komersial yang tersedia di pasaran yang bisa dipilih.

Biji saja sebenarnya tidak menyediakan semua kebutuhan vitamin dan mineral yang diperlukan untuk diet seimbang, sehingga diperlukan makanan tambahan. Kalsium berperan besar dalam kesehatan burung karena memberikan kekuatan pada tulang dan paruh dalam perkembangan burung muda maupun dewasa, dan bermanfaat untuk pembentukan telur saat betina bersarang. Untungnya Lovebird menyukai sotong, sumber kalsium yang baik atau bisa juga dengan grit cangkang yang bisa didapatkan saat berlibur di pantai. Pasir laut bisa diberikan tanpa dicuci karena mengandung mineral, yodium dan garam untuk meningkatkan kesuburan.

Apakah pakan hijauan bisa diberikan? Jawabanya bisa, dan harus diberikan secara teratur, bahkan setiap hari karena di alam liar, burung akan mengunyah segala macam rumput, biji-bijian, buah-buahan dll. Sayuran hijau dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu jenis daun yang sebagian besar tanamannya dikonsumsi seperti bayam, rumput (Rye, Barnyard Grass, Panic Grass, beberapa varietas oat liar), bit perak, endive, seledri, dandelion dan chickweed. Selain daun, ada juga sayuran jenis  biji yang hanya bagian kepala bijinya yang dimakan.

Pemeliharaan Induk & Anak

Setelah telur menetas, ada sejumlah makanan lain yang bisa diberikan. Roti 1/2 potong untuk setiap pasang setiap pagi untuk menambah nutrisi dan lemak yang tidak terkandung dalam biji. Jagung juga bisa diberikan, baik berupa tongkol segar yang telah dikupas dan dipotong. Untuk negara 4 musim, mereka biasanya membeli persediaan jagung untuk stok dan dibekukan, dan kemudian dicairkan dalam microwave bila akan diberikan.

Sayuran hijau dapat diperbanyak setelah minggu pertama dan diberikan 2x sehari (pagi dan malam). Perkembangan anak burung untuk menjadi besar dan sehat bergantung pada pasokan makanan tambahan yang konstan selama mereka berada di sarang hingga mereka disapih dari induknya.

Untuk identifikasi anak burung hasil breeding, biasanya peternak akan memasang cincin di kaki sebagai tanda.  musim di masa depan, cincin dengan cap tahun diperlukan untuk mengukur usia burung secara sekilas. Cincin ukuran 8 cocok untuk semua jenis lovebird tetapi harus dipasang pada anakan antara 7-12 hari setelah menetas untuk mengurangi stres dan kerusakan pada kaki. Pemeriksaan terhadap anakan harus dilakukan secara teratur untuk memastikan bahwa cincin tidak terlepas. Cincin ini sebenarnya adalah catatan terkait individu dari burung yang memakainya. Hal ini penting untuk tracking agar ciri-ciri genetik yang diwariskan dapat dengan mudah diingat sekaligus branding bagi breeding kita ketika anakan kita jual.

Setelah keberhasilan dalam penetasan dan pemeliharaan anak, tiba saatnya untuk menyapih. Lama anakan dibiarkan bersama induknya itu tergantung kondisi. Anakan sebaiknya diambil dari induknya sekitar 2 minggu setelah anak terakhir meninggalkan sarangnya. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, seperti jumlah pasangan lain di dalam kandang dan toleransi mereka terhadap anakan baru jika secara tidak sengaja mencoba masuk  ke kotak sarang yang salah. Untuk kandang koloni, pengamatan rutin pemilik dapat menentukan apakah anak burung perlu direlokasi atau tidak demi kelangsungan hidupnya, serta agar induk kembali siap bereproduksi tanpa gangguan.

Kualitas Lovebird

Lovebird yang berkualitas setidaknya harus mencapai bulu dewasa sebelum dijadikan bibit. Bergabung dengan komunitas lovebird adalah cara terbaik, karena disitu biasanya ada standart yang bisa menjadi acuan dan atau kita ikutkan dalam pemeran untuk mendapatkan penilaian dari team juri.

Pertunjukan/pameran adalah tempat yang sangat baik bagi pendatang baru untuk membuat perbandingan dengan hasil dari peternak lain. Jika produk kita dinilai berkualitas maka biasanya akan ada kejutan menyenangkan, seperti menjadi juara lomba atau burung kita ditawar peternak lain dengan harga selangit.  Baca juga : Jenis-jenis Lovebird

Untuk menjual hasil tangkaran, selain lewat komunitas kita juga bisa melalui toko hewan peliharaan, penjual burung setempat, atau jaman sekarang lewat sosial media. Asalkan kita dapat menyediakan burung berkualitas secara konsisten, maka reputasi breeding kita akan naik dan semakin memudahkan kita dalam memasarkan produk kita. Kebanyakan orang akan membayar harga yang sedikit mahal untuk burung yang sudah jodoh dan menghasilkan keturunan untuk mempersingkat waktu.

Terkait pengobatan, seperti obat cacing dan lainnya bisa dilakukan jika memang diperlukan saja. Apabila ada dugaan serangan penyakit dan terjadi kematian, maka sebaiknya konsultasikan ke dokter hewan sesegera mungkin agar tidak menjadi masalah yang berkelanjutan.

Demikian sharing mengenai bagaimana mempersiapkan breeding lovebird bagi pemula. Semoga bermanfaat…

Referensi:

  1. https://www.albsaustralia.com/beginners-guide/
  2. https://www.psittacology.com/agapornis-fischeri-care/
  3. https://www.psittacology.com/yellow-collared-lovebird-care/
  4. https://www.mspca.org/pet_resources/bird-care-guide-lovebirds/#:~:text=In%20the%20wild%2C%20lovebirds%20feed,daily%20for%20a%20single%20bird.

 

Biosekuriti pada Peternakan Babi

Biosekuriti pada Peternakan Babi

Persepsi tentang pentingnya kesehatan hewan dan hubungannya dengan biosekuriti semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena adanya penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan Porcine Epidemic Diarrhoea (PED). Biosekuriti yang lebih baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan berkontribusi mengurangi penggunaan antibiotik. Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan langkah-langkah yang bertujuan untuk mengurangi resiko kemungkinan masuknya patogen (eksternal) dan penyebaran patogen lebih lanjut di dalam peternakan (internal).

Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit idealnya menjadi referensi dalam menentukan strategi biosekuriti di lapangan. Dalam menyusun program biosekuriti yang efektif, dokter hewan harus mengetahui bagaimana penyakit ditularkan, resiko dan kepentingannya, tindakan mitigasi mana yang dianggap lebih efektif dan bagaimana mengevaluasi biosekuriti yang dijalankan dan perubahan yang mungkin diperlukan. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini kita akan belajar bersama tentang tinjauan teknis yang bisa menjadi sumber informasi mengenai langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal untuk mengurangi resiko penyakit pada peternakan babi, epidemiologi penyakit serta analisis resiko dan penilaian biosekuriti.

Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan hewan dan produktivitas ekonomi. Selain itu, pencegahan juga penting untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat ketika patogen zoonosis menjadi perhatian. Biosecurity mencakup semua aspek pencegahan patogen masuk dan menyebar dalam kelompok hewan. Penerapan langkah-langkah biosekuriti di sepanjang rantai produksi meminimalkan risiko masuknya patogen baru ke dalam peternakan, serta penyebarannya di dalam peternakan. Namun demikian, implementasi program biosekuriti yang berkelanjutan dan peningkatannya yang berkelanjutan masih menjadi tantangan bagi banyak peternakan babi.

Konsep biosekuriti pada peternakan babi global ada sejak dekade 1960, dimana produksi babi bergeser secara progresif dari sistem peternakan kecil skala keluarga menuju industri skala besar.  Lalu pada dekade 1980, konsep “minimal disease” atau “specific-pathogen free farms” mulai umum dan mengarah pada konsep biosekuriti yang lebih modern. Definisi awal tentang biosekuriti adalah sebagai bentuk keamanan dari penularan penyakit menular, parasit dan hama. Konsep dan persepsi penyakit telah berubah dari level individu ke peternakan dan dari peternakan ke wilayah karena hal ini menjadi salah satu elemen kunci dalam keberhasilan produksi ternak babi.

BIOSEKURITI EKSTERNAL

Secara umum, biosekuriti eksternal dapat dipahami secara intuitif sebagai pemblokiran peternakan dari bahaya yang datang dari dunia luar. Tindakan ini berfungsi sebagai penghalang fisik yang melarang/membatasi masuknya hewan, manusia, atau kendaraan tertentu.

Lalu lintas ternak. Pengenalan induk pengganti/masuknya hewan baru atau penggunaan semen menjadi faktor resiko tertinggi dalam penularan patogen baru jika kita tidak mengerti asalnya. Untuk menjaga produktifitas ternak babi tetap baik, maka proses peremajaan induk harus dilakukan. Minimal dalam 2-2,5 tahun, umumnya populasi indukan akan berganti agar usaha peternakan tetap optimal. Calon induk bisa diperoleh dari produksi kandang sendiri dengan memilih anakan betina unggul yang dihasilkan, atau membeli dari peternakan lain yang terpercaya. Namun, membeli calon induk dari luar ini ada konsekwensi ganda, yaitu semakin tinggi frekuensi entri baru, semakin tinggi kemungkinan masuknya patogen baru dan semakin tinggi tingkat penggantian induk, semakin sulit mempertahankan level kekebalan dalam kawanan terhadap patogen yang sudah ada di kandang.

Dengan asumsi bahwa masih banyak peternakan yang bergantung pada calon induk eksternal, maka cara pengelolaan hewan baru tersebut akan menjadi kunci keberhasilan. Proses  karantina harus dilakukan untuk memastikan calon induk baru tidak menjadi sumber penularan patogen baru di kandang kita, baru kemudian dilanjutkan dengan proses aklimatisasi untuk mengenalkan calon induk dengan patogen yang sudah bersirkulasi dikandang dan beradaptasi sehingga saat nanti dimasukkan dalam kawanan sudah siap. Proses karantina yang dirancang dan dikelola dengan baik adalah tindakan paling efektif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan masuknya patogen eksternal.

Jika kita baru mengawali usaha peternakan babi, proses karantina harus dikelola dalam sistem all-in/all-out (AIAO) yang ketat untuk menghindari potensi penularan patogen antar batch calon induk yang berbeda. Peternak idealnya harus sudah menetapkan target produksi, kapasitas kandang dan memikirkan alur pemasukan ternak dengan baik agar performa yang dihasilkan stabil. Sistem AIAO ini bisa dilakukan dengan intervensi penggunaan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus pada calon induk. Ingat, semakin besar jumlah batch kawanan induk/calon induk, maka semakin besar ruang yang dibutuhkan untuk menampungnya.

Lokasi kandang karantina yang ideal adalah >1 km dari unit kandang babi lainnya. Jarak ini relatif aman untuk mengantisipasi penularan sebagian besar patogen, terutama yang melalui udara dan juga menurunkan resiko penularan karena vektor hewan pengerat, lalat, dll. Yang patut menjadikan perhatian adalah virus Aujeszky, virus penyakit mulut dan kuku (PMK), porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS), dan bakteri Mycoplasma hyopneumoniae karena telah dilaporkan berpotensi ditularkan melalui udara dari radius yang lebih jauh.

Peternakan modern telah menambahkan filter udara khusus untuk mengantisipasi tantangan ini. Filter HEPA adalah gold standard untuk penyaringan udara karena dapat menahan debu atau partikel yang berukuran mikron. Dalam kondisi laboratorium, kombinasi filter halus (EU kelas M dan F) menghasilkan efektifitas penyaringan > 98% terhadap virus equine arteritvis dan > 99,9% terhadap bakteri Actinobacillus pleuropneumoniae (APP), sedangkan filter MERV 14 (EU 8) atau filter polypropylene berlapis yang diperlakukan dengan senyawa mikrobiosidal sepenuhnya efisien untuk memblokir virus PRRS atau M. hyopneumoniae.

Lalu, berapa lama proses karantina yang baik? Hal ini tergantung 3 elemen, yaitu masa inkubasi penyakit yang terdeteksi, durasi penularan penyakitnya dan waktu untuk menegakkan diagnosa. Observasi status kesehatan ini dilakukan dengan pemeriksaan calon induk setiap hari, dan jika ditemukan hasil positif patogen yang tidak diinginkan, maka isolasi juga harus diperpanjang sampai status kesehatannya baik sebelum lanjut ke proses aklimatisasi.

Perlu dicatat bahwa proses karantina dan aklimatisasi adalah konsep yang agak bertentangan dan berbeda. Karantina bertujuan untuk menghindari masuknya patogen yang dibawa oleh hewan baru yang masuk sehingga mewajibkan meminimal kontak (lokasi sebaiknya terpisah), sedangkan aklimatisasi adalah proses lanjutannya yang dilakukan untuk mengembangkan kekebalan terhadap patogen yang ada di peternakan yang  membutuhkan kontak dekat antara hewan baru baru dan kawanan yang sudah ada di kandang ataupun dengan vaksinasi.

Lalu lintas Orang dan Kendaraan. Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk penularan penyakit di peternakan. Peternakan biasanya menerima kunjungan orang dan kendaraan baik itu pekerja kandang, dokter hewan, tukang, pengangkutan bahan pakan dan bangkai. Fomites (sepatu bot, pakaian, peralatan dll)  dan orang melalui kulit yang terkontaminasi dapat menyebarkan patogen seperti Salmonella, PRRS, PED, TGE, Brachyspira atau Lawsonia.

Risiko yang terkait dengan kunjungan dapat diminimalkan dengan kombinasi tindakan penghalangan dan peraturan yang membatasi lalu lintas ke area pemeliharaan ternak. Sebaiknya hanya yang berkepentingan saja yang memiliki akses ke dalam lokasi kandang atau jika memang harus masuk maka ada peraturan yang harus ditaati untuk meminimalkan risiko.

Penetapan batasan area bersih dan kotor sangatlah penting.  Bersihkan area yang berada di dalam perimeter peternakan dan  yang bersentuhan dengan ternak babi. Pintu masuk, dinding, kamar mandi, ruang ganti, jalur transportasi harus dibedakan dengan jelas sehingga tidak ada yang boleh melintasi area kotor menuju area bersih tanpa didekontaminasi.

Pagar pembatas dengan pintu tertutup permanen sebaiknya hanya bisa dibuka dari dalam lokasi peternakan, sedangkan pagar keliling juga penting untuk membatasi akses hewan liar seperti babi hutan, anjing, kucing dll. Area parkir sebaiknya ada diluar peternakan, terlebih kendaraan yang tamu.

Kendaraan, pengemudi dan pekerja yang terlibat pengiriman bahan pakan atau mengumpulkan hewan mati sebaiknya juga dipikirkan dengan matang agar kontak bisa diminimalkan. Penempatan gudang pakan/silo, sebaiknya diluar area kandang sehingga mobil tidak mempunyai akses untuk kontak dengan ternak. Sedangkan untuk penanganan hewan mati/bangkai, sebaiknya juga ada jalur khusus yang berbeda dan tidak melewati area ternak sehingga kendaraan pengangkut bangkai ini mudah dalam mengakses tempat penampungan bangkai yang ditempatkan di luar pagar pembatas dan menghindari truk pengumpul memasuki peternakan.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan aturan untuk memasuki fasilitas yang berhubungan langsung dengan ternak. Dalam kondisi apapun kendaraan, pengemudi, atau personel asisten lainnya tidak boleh melakukan kontak dengan hewan jika tidak ada keperluan, karena kotoran yang terkontaminasi dalam jumlah kecil di alas kaki/pakaian pengemudi cukup untuk menginfeksi peternakan. Jika ada dokter hewan luar yang perlu masuk ke lokasi kandang, sebaiknya sudah mendapatkan persetujuan terkait maksud dan tujuannya.

Idealnya, prosedur biosekuriti sebelum masuk ke lokasi ternak mewajibkan minimal 24-48 jam sebelumnya tamu tidak ada kontak dengan ternak lain. Di peternakan dengan standar yang baik membutuhkan setidaknya mencuci tangan/mandi, mengganti pakaian luar dan sepatu bot, semprot/celup desinfektan dan sinar UV untuk barang-barang bawaan (HP, laptop dll) karena  resiko penularan dari kontaminasi rambut atau adanya patogen di mukosa oronasal.

Terkait ancaman African Swine Fever (ASF) saat ini, maka konsumsi produk daging babi di peternakan harus dihindari.

Transportasi hewan. Walaupun masih termasuk kendaraan, akan tetapi kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut hewan antar peternakan atau ke rumah jagal dan pengemudinya dapat memiliki peran penting dalam transmisi patogen antar peternakan. Bagaimana sebaiknya pengaturannya?

Kendaraan ini sebaiknya memang diinvestasikan khusus untuk transportasi ternak yang aman saja. Sebaiknya truk yang ditujukan untuk pengangkutan calon induk, tidak boleh digunakan untuk mengangkut hewan ke rumah potong hewan.  Oleh karena itu, membuat daftar batasan untuk setiap kendaraan beserta desain rutenya akan menjadi langkah pertama yang krusial, kemudian penetapan prosedur proses pembersihan dan disinfeksi truk harus dilakukan secara terencana dan teliti.

Agar pembersihan dan disinfeksi kendaraan ini efektif, maka  prosesnya harus mencakup pembersihan bahan organik terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembersihan dengan air (sebaiknya air panas dan sabun/kerak), lalu dikeringkan dan terakhir baru proses desinfeksi dengan desinfektan. Jadi pastikan materi organik dari setiap sudut dan ceruk di bak truk bisa dibersihkan agar kinerja desinfektan bisa optimal. Tantangan terjadi di musim dingin, karena pengeringan truk secara alami bisa memakan waktu berhari-hari.

Proses transportasi ternak adalah salah satu situasi paling kritis karena terkait kontak hewan di peternakan dengan kendaraan dan atau orang dari luar peternakan. Dengan situasi tantangan ASF saat ini, pendekatan terbaik untuk meminimalkan risiko adalah membangun lokasi khusus untuk bongkar muat di lingkungan kandang (perbatasan area bersih/kandang dan kotor/area truk parkir) atau meeting point yang agak jauh dari area kandang (kendaraan penjual dan pembeli bertemu dengan tetap meminimalkan kontak).

Lingkungan. Lokasi peternakan yang saling berdekatan juga menjadi tantangan tersendiri. Probabilitas infeksi karena lokasi peternakan akan bervariasi dan dipengaruhi oleh populasi, jenis peternakan (pembibitan/penggemukan), keberadaan rumah pemotongan hewan (RPH), tempat pembuangan sampah atau bangkai dalam radius 1 km ke peternakan dapat meningkatkan kemungkinan tersebut.

Salah satu kemungkinan jalur penularan patogen antar tetangga adalah penyebaran melalui udara yangmana juga bervariasi tergantung kondisi cuaca dan kondisi tanah. PMK bisa menular hingga 10 km lebih, apalagi saat terjadi kelembaban tinggi > 60%, kecepatan angin rendah dengan arah stabil, suhu di < 27C dan tidak ada curah hujan. Untuk PRRSV, salah satu faktor utama kelangsungan hidup virus di aerosol adalah suhu dengan waktu paruh yang sangat singkat (kurang dari 30 menit) pada suhu 20C. Dalam kasus PRRSV, studi selama 2 tahun menunjukkan bahwa suhu dingin, tingkat sinar matahari yang rendah, angin dengan kecepatan rendah bersamaan dengan hembusan, peningkatan kelembaban dan tekanan adalah kondisi yang lebih mungkin mendukung transmisi via udara.

Jalur via udara, penularan patogen terkait dengan lingkungan adalah hewan pengerat, vektor mekanis seperti lalat, dan hewan lain (anjing, kucing) atau burung. Hewan pengerat, tikus, walaupun radius aksinya normal <150 m ternyata dapat menjadi pembawa banyak patogen yang menyerang babi, seperti beberapa serovar Salmonella, Leptospira, Yersinia pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis. Lalat yang mempunyai radius terbang 2-3 km dapat bertindak sebagai vektor mekanik untuk penularan PRRS, Streptococcus suis, atau Brachyspira spp. 

Beberapa spesies burung telah dikaitkan dengan wabah penyakit penyakit seperti TGE, Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdisenteriae dan E. coli dan dapat bertindak sebagai reservoir. Penempatan jaring biasanya cukup membantu mengurangi resiko ini.

Pakan dan air. Bahan pakan itu sendiri umumnya tidak menimbulkan risiko karena kondisi higienis dalam produksi, terutama jika pakan tersebut diberi perlakuan panas. Misalnya, pembuatan pelet mampu menghilangkan porcine epidemic diarrhea virus (PED) dari bahan  pakan yang terkontaminasi. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa virus PED, ASF, senecavirus-A (SVA), CSF(classical swine fever/hog cholera), Pseudorabies (PRV), dan PMK dapat ditemukan didalam bungkil kedelai, suplemen vitamin D, lisin dan kolin.

Strategi mitigasi proaktif terkait rantai bahan baku bisa dilakukan dengan mengembangkan fasilitas penyimpanan dan menentukan jadwal sampling untuk bahan yang dianggap berisiko lebih tinggi. Batasi lalu lintas orang (karyawan di pabrik pakan dan pengunjung, seperti tamu, supir truk, dan orang subkontraktor) dan kendaraan yang beresiko mengkontaminasi fasilitas pembuatan pakan.

Penambahan aditif seperti asam organik (format, laktat atau propionat), asam lemak dan minyak esensial telah terbukti memiliki khasiat melawan patogen tertentu. Penambahan formaldehyde telah terbukti efektif dalam mencegah risiko yang terkait dengan PED dan Salmonella, selain juga dapat menyebabkan perpindahan bakteri yang merugikan pada usus babi.  Mengingat pentingnya pakan untuk ternak, maka sangat disarankan untuk membeli dari pemasok yang memiliki reputasi baik dengan sistem jaminan mutu yang diakui.

Terkait dengan kontaminasi air minum, penyakit yang secara klasik dikaitkan adalah leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lain dapat mencemari air. Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan fekal-oral berpotensi terbawa melalui air, oleh karena itu, kualitas bakteriologis air harus diperiksa secara rutin minimal 1x setahun. Biofilm pada tangki dan pipa harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur, selain juga pengolahan sumber air merupakan alat penting dalam manajemen risiko. Teknik pengolahan air umum yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan kontaminan kimia dan biotik secara fisik melalui filtrasi (sistem reverse osmosis dan/atau menonaktifkan patogen dengan menerapkan sinar ultraviolet atau disinfektan oksidan kimia seperti klorin, kloramin dan ozon.

BIOSEKURITI INTERNAL

Biosekuriti internal bertujuan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran patogen setelah peternakan terinfeksi. Hal ini meliputi langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan ternak, kebersihan umum fasilitas, pembersihan dan disinfeksi dan, dan juga personel.

Manajemen. Langkah-langkah terkait managemen ini bertujuan untuk mengelola ternak dengan mengontrol alur pemeliharaan untuk menghindari pencampuran babi dari kelompok umur yang berbeda. Pengaturan alur ini dapat dicapai dengan penerapan ketat sistem AIAO yang dilengkapi dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas untuk kelompok hewan baru.

Sistem AIAO dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen sehingga mampu mengurangi jumlah dan variasi aplikasi penggunaan obat di peternakan. Walaupun demikian, kontrol alur ini ternyata belum cukup untuk kontrol semua penyakit, terutama untuk penyakit-penyakit yang penularannya dapat terjadi saat persalinan seperti PRRS, cross fostering, bahkan di antara ternak dalam satu kawanan yang sama.

Yang perlu kita pahami saat memelihara ternak babi adalah bahwa induk babi yang kita pelihara menjadi reservoir bagi banyak patogen yang ada di lokasi peternakan. Oleh karena itu, sejak akhir 1970-an sistem penyapihan dini mulai dipelajari dan dipraktekkan untuk mencegah penularan patogen sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu, walaupun hal ini sedikit mengabaikan aspek animal welfare.

Hal praktis lainnya yang juga harus diperhatikan adalah menetapkan rutinitas kerja bagi anak kandang untuk  mengatur lalu lintas orang. Rekomendasi yang ideal dalam handling ternak adalah membuat alur kerja mengikuti alur babi, yaitu dari yang umur muda ke yang lebih tua. Jadi pekerja yang sudah bekerja di unit penggemukan tidak boleh masuk ke kandang pembibitan untuk meminimalkan resiko.

Fasilitas Kandang. Desain dan bahan kandang, alas dan partisi/pembatas antar pen serta segala fasilitasnya harus berkontribusi mengurangi resiko penularan penyakit atau menghambat penyebarannya. Saat memulai usaha peternakan babi, maka sangat disarankan untuk merancang layout kandang yang baik sehingga alur pemeliharaan memungkinkan untuk ternak berpindah ke fase pemeliharaan selanjutnya tanpa melewati kandang bacth yang lebih muda.

Pengaturan untuk pekerja bisa dibedakan areanya dengan identitas yang berbeda (seragam, sepatu bot atau cat tembok yang berbeda antar fase pemeliharaan) sehingga pelanggaran wilayah kerja bisa diminimalkan karena pekerja dengan mudah akan teridentifikasi.

Contoh, lantai logam dan plastik lebih bersih baik digunakan untuk kandang melahirkan, walaupun mungkin sedikit kurang nyaman untuk ternak dan alas jerami mungkin lebih nyaman, tetapi meningkatkan risiko wabah diare. Sistem ventilasi juga harus ditambahkan agar sirkulasi lebih baik dan mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan, terutama patogen pernapasan.

Pembersihan dan Desinfeksi Kandang. Mirip dengan proses pada truk, kandang juga harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah organik, lalu dicuci dengan air sabun/air panas, bilas dan dikeringkan, baru kemudian di desinfeksi.  Streptococcus suis dapat diantisipasi dengan penggunaan desinfektan yang mengandung senyawa fenil, klorin, dan yodium.

Kemudian terkait tindakan higienis saat pemberian vaksin dan obat-obatan, managemen jarum suntik harus dijalankan dengan baik. Seringkali pekerja melihat penggantian jarum sebagai pemborosan waktu sehingga perlu diingatkan dan dimonitor agar transmisi penyakit karena penggunaan jarum tidak dilakukan.  Idealnya adalah 1 induk 1 jarum, atau 1 jarum untuk 1 induk dan anak sekelahirannya.

Pekerja Kandang. Personel yang bekerja di peternakan juga memegang peran penting untuk menjaga biosekuriti internal. Misalnya, seorang pekerja di fase penggemukan tidak boleh pergi ke kandang breeding melahirkan. Untuk memudahkan, umumnya ada pewarnaan area dinding, alas kaki/bot dan pakaian seragam yang berbeda antar fase pemeliharaan.

Penggunaan sarung tangan, mencuci tangan secara berkala, dan perawatan footbath untuk merendam alas kaki akan mengurangi dampak pekerja yang bertindak sebagai sumber penularan. Khusus untuk foot bath membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk menghindari penumpukan bahan organik yang berlebihan yang berpotensi menurunkan kinerja desinfektan. Waktu kontak menjadi point utama dalam pemilihan disinfektan mengingat proses ini berjalan relatif cepat. Jika di lokasi peternakan tidak tersedia footbath, maka paling ideal adalah memiliki alas kaki khusus di setiap fase pemeliharaan.

Agar proses desinfeksi optimal, sangat disarankan untuk terlebih dahulu membersihkan sepatu bot dari material organik dengan menggunakan sikat dan air sabun, baru diikuti proses perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam larutan disinfektan minimal 5 menit. Larutan desinfektan sebaiknya juga diganti setiap hari.

PENILAIAN BIOSEKURITI.

Tidak ada sistem yang sempurna, oleh karena itu saat sebuah peternakan sudah merancang dan menerapkan program biosekuriti harus tetap dilakukan evaluasi secara berkala. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti mana yang harus ditingkatkan atau diterapkan terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan pengenalan dan/atau penyebaran penyakit. Evaluasi ini  memungkinkan untuk meningkatkan manajemen risiko yang terkait dengan penularan penyakit baik di tingkat peternakan maupun di tingkat wilayah sehingga juga mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran pada peternak, pekerja dan dokter hewan.

Menilai list program biosekuriti juga termasuk mengukur rute potensial untuk penularan penyakit. Survei terkait epidemiologi termasuk pertanyaan yang mengevaluasi langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal yang diterapkan pada berbagai rute pengenalan dan penyebaran patogen dapat digunakan.

Penilaian Berdasarkan Skor. Penilaian biosekuriti ini yang paling umum dilakukan yang didasarkan pada nilai standart yang ditetapkan tenaga ahli biosekuriti.

Beberapa sistem penilaian sudah dikembangkan, antara lain adalah yang dikembangkan peneliti  dari Universitas Ghent (Biocheck UGent™), dimana nilai praktik biosekuriti dan jalur yang berbeda untuk penularan penyakit dikalikan dengan faktor bobot yang memperhitungkan kepentingan relatifnya, sehingga memperoleh skor berbasis risiko. Sistem evaluasi diatas serupa dengan sistem BioAsseT. Selain evaluasi yang bersifat umum, ada juga dilaporkan sistem yang secara khusus mengevaluasi untuk patogen tertentu (PRRS, Brachyspira hyodysenteriae, Mycoplasma hyopneumoniae). Beberapa metode statistik untuk mengembangkan skor biosekuriti berdasarkan peringkat praktik biosekuriti menurut kepentingannya juga jamak diterapkan di peternakan.

Penilaian Biosecurity dengan Probabilitas. Model statistik multivariat, Bayesian Belief Networks dan mesin algoritma adalah beberapa model statistik yang digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya penyakit dan untuk mengevaluasi dampak penerapan program biosekuriti. Metode ini mungkin berguna untuk pengembangan alat untuk mengukur, membandingkan, dan mengelola praktek biosekuriti.

Penilaian resiko kuantitatif yang dijelaskan oleh OIE mungkin juga berguna untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit dan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti berdasarkan dampaknya terhadap kemungkinan penularan penyakit. Tujuan akhir dari analisis risiko adalah untuk memberikan bukti yang mendukung keputusan yang diambil untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit. Model ini mempertimbangkan jalur dan peristiwa yang berbeda dimana patogen dapat diperkenalkan dan ditransmisikan. Probabilitas didasarkan pada pengetahuan terbaik saat itu dengan mempertimbangkan ketidakpastian/variabilitas, dan kemudian ditentukan probabilitas untuk setiap jalur dan secara global dengan indikasi interval kepercayaan. Model penilaian risiko kuantitatif terutama digunakan untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit di tingkat negara dan untuk penyakit tertentu.

Model penilaian resiko kuantitatif juga memiliki beberapa keterbatasan karena rumit, memakan waktu dan membutuhkan banyak data yang tidak selalu tersedia. Namun demikian, metode ini membantu dalam memperkirakan kemungkinan masuknya penyakit berdasarkan praktek biosekuriti yang ada sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan mengenai tindakan biosekuriti apa saja yang harus diprioritaskan.

Desain dan Implementasi Program Biosekuriti. Program biosekuriti dapat dirancang untuk penyakit tertentu dan fokus pada langkah-langkah terhadap penyakit itu, atau bisa lebih umum dan dapat dirancang untuk mengurangi resiko yang umum terhadap beberapa penyakit yang berbeda. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daftar penyakit yang bersirkulasi di peternakan dan resiko penyakit lain tidak diinginkan, untuk kemudian dilakukan identifikasi rute penularan yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat disiapkan di tempat yang paling efektif.

Setelah program disepakati, maka untuk pelaksanaanya harus dibuat aturan yang detail yang menjelaskan langkah demi langkah tindakan yang akan diterapkan serta disosialisasikan ke seluruh pekerja yang terlibat di peternakan. Training dan pelatihan biosekuriti ini idealnya dilakukan secara periodik untuk menjaga level kewaspadaan tetap tinggi, karena jika program berhasil terkadang bisa membuat kita lengah dan terjadi pelonggaran dalam penerapannya dilapangan. Program ini harus dipahami oleh semua tanpa terkecuali dan ada team khusus yang mengawasi.

Faktor lain yang berdampak besar dalam penerapan langkah-langkah biosekuriti adalah persepsi resiko penyakit dan konsekuensinya di peternakan. Tantangan terbesar praktek biosekuriti ini umumnya terjadi di lingkungan komplek peternakan, dimana tidak semua peternak memiliki pemahaman dan level biosekuriti yang sama. Kekompakan seringnya baru terwujud ketika wabah sudah terlanjur masuk ke area peternakan.  Seharusnya, program biosekuriti dalam suatu komplek peternakan bisa disinergikan sehingga potensi penularan penyakit antar tetangga bisa diminimalkan saat ada wabah terjadi.  Jadi semua peternak harus berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit.

Kesimpulan
Biosekuriti menjadi elemen penting dalam produksi ternak, khususnya dalam sistem pemeliharaan intensif di peternakan skala industri. Upaya menghindari pengenalan patogen baru dan membatasi penyebarannya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan babi, produktivitas peternakan dan juga akan berkontribusi pada kesehatan masyarakat.  Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemiologi penyakit babi akan berkontribusi pada desain program biosekuriti yang tepat sasaarn. Pastikan semua pihak yang terkait ikut berpartisipasi dan terlibat, serta lakukan evaluasi dan training berkelanjutan untuk menjaga tingkat kewaspadaan tetap tinggi. Baca juga : Biosekuriti di Era New Normal

Referensi :

  1. https://link.springer.com/article/10.1186/s40813-020-00181-z Biosecurity in Pig Farm : a review
Jenis-Jenis Lovebird

Jenis-Jenis Lovebird

Lovebird adalah burung yang termasuk dalam genus Agapornis yang secara alami ditemukan di Afrika, meskipun penyebaran dan habitat pastinya berbeda-beda. Mereka bisa memakan buah-buahan, biji-bijian, tanaman pertanian, dan serangga. Lovebird cukup populer dikalangan pecinta burung dan saat ini masih diperdagangkan sebagai hewan peliharaan.

Lovebird yang tidak dirawat dengan baik, seperti diberi makanan seadanya dan minim kontak sosial dapat menjadi depresi dan agresif. Mereka mungkin mulai mencabuti bulunya sendiri, membuat keributan tanpa henti, menjadi apatis, atau agresif dengan cara menggigit. Namun jika kita memelihara dengan baik, tahu apa yang dibutuhkan maka lovebird ini bisa menjadi teman setia karena berumur sampai 20 tahun, bahkan lebih.

Berikut adalah jenis-jenis lovebird yang bisa kita pilih untuk dipelihara :

Agapornis fischeri


Ini adalah satu jenis lovebird yang paling populer dalam perdagangan hewan peliharaan. Dikenal dengan sebutan lovebird Fischer yang merupakan bagian dari kelompok lovebird dengan cincin mata. Total ada 4 spesies yang memiliki cincin putih khas di sekitar matanya.

Lovebird Fischer secara alami ditemukan di sabana Afrika di Tanzania, selain juga dapat ditemukan di berbagai tempat. Florida, Prancis dan Portugal adalah beberapa tempat yang menjadi habibat liar jenis ini.

Sebagai hewan peliharaan, jenis ini dihargai karena warnanya yang indah, kecerdasan dan kesetiaannya. Mereka menyenangkan berada di dekat dan bahkan bisa dipeluk, tapi juga penuh semangat dan kadang-kadang bisa mempelajari trik dengan mudah.

Varietas yang dibiakkan secara selektif mungkin tidak memiliki warna hijau (lutino) atau warnanya mungkin sama sekali berbeda, seperti biru atau bahkan putih (albino).

Agapornis personatus


Spesies lovebird populer lainnya dalam kelompok cincin mata adalah Agapornis personatus, dikenal juga dengan nama lovebird kerah kuning atau lovebird bertopeng. Hewan ini mudah dikenali dalam bentuk liarnya dari kepalanya yang seluruhnya berwarna hitam, dada dan lehernya berwarna kuning, sayapnya berwarna hijau, dan paruhnya berwarna merah cerah.

Seperti lovebird Fischer, Agapornis personatus secara alami juga ditemukan di sabana Tanzania, seperti Serengeti. Selain itu jenis ini juga ditemui di Arizona dan Perancis. Umumnya memakan biji-bijian seperti millet liar dan akasia, dan bersarang di pohon berlubang.

Dalam budidaya burung, lovebird kerah kuning dihargai karena kepribadian khas lovebirdnya. Burung ini memiliki kombinasi emas antara semangat dan cinta/perhatian, suka bersosialisasi, dan lincah. Variasi warna yang ada pada Agapornis personatus yang dibiakkan secara selektif antara lain biru (dengan paruh sewarna kulit), lutino (tanpa hitam), zaitun, pied, dan banyak lagi.

Agapornis nigrigenis


Dikenal dengan lovebird pipi hitam yang sekilas terlihat sangat mirip dengan sepupunya, Agapornis personatus. Perbedaan yang paling menonjol adalah pipi hitam sama sekali tidak memiliki warna leher kuning yang khas, tetapi memiliki “bib” dada kecil berwarna oranye.

Ditemukan secara alami kawasan hutan di wilayah kecil Zambia, yang terdapat di kawasan hutan. Populasinya menurun dan kemungkinan hanya tersisa kurang dari 10.000 individu di alam liar. Hal ini terjadi karena ancaman yang ada seperti penangkapan, hilangnya habitat, perubahan iklim, dan pengelolaan air.

Lovebird pipi hitam jarang dibudidayakan dibandingkan 2 jenis sebelumnya. Mereka tampaknya berkembang biak dengan cukup mudah, tetapi tidak pernah benar-benar dijadikan hewan peliharaan.

Agapornis lilianae 

Dikenal juga dengan lovebird Lilian/Nyasa, dimana bentuknya sangat mirip dengan Agapornis fischeri. Cara utama untuk membedakan keduanya adalah dengan fakta bahwa jenis Lilian bukanlah jenis yang umum dalam budidaya burung sehingga akan jarang terlihat di etalase penjual burung. Selain itu, lovebird ini rupanya tidak terlalu mudah untuk diternakkan.

Agapornis lilianae secara alami ditemukan di beberapa bagian Zambia, Malawi, Mozambik, Zimbabwe dan Tanzania. Di sini, ia mendiami habitat hutan atau sabana dan terutama memakan benih rumput.

Agapornis canus


Mari kita beralih ke satu-satunya spesies Agapornis yang tidak menghuni daratan Afrika, yaitu lovebird berkepala abu-abu. Secara ilmiah dikenal dengan nama Agapornis canus atau orang sering menyebutnya Madagascar lovebird.

Lovebird ini menghuni pulau besar Madagaskar, dan dapat ditemukan hidup di sekitar tepi hutan, padang rumput yang dipenuhi pohon palem, dan zona pertanian. Ia tidak terlalu pemalu di habitat aslinya, namun tidak terlalu populer sebagai hewan peliharaan kecuali di kalangan pecinta lovebird yang militan. Namun demikian, di penangkaran burung ini terlihat gugup dan sulit berkembang biak.

Agapornis taranta 


Lovebird ini berparuh merah dan hijau cerah juga dikenal sebagai lovebird bersayap hitam atau lovebird Abyssinian. Ini adalah burung jenis terbesar dengan panjang hingga 17 cm/6,7″ tetapi tidak umum dijadikan hewan peliharaan.

Lovebird sayap hitam secara alami cinderung ditemukan di habitat dataran tinggi di Eritrea dan Ethiopia, dimana ia berdiam di hutan dan memakan buah ara liar, buah juniper, dan terkadang juga tanaman pertanian.

Perbedaan visual antara burung jantan dan betina cukup jelas, yaitu bagian bawah sayap jantan biasanya berwarna hitam pekat dan dahinya berwarna merah cerah, sedangkan betina tidak ada. Secara populasi, jenis ini lebih banyak dan cinderung meningkat di alam.

Agapornis pullarius


Jenis ini dikenal sebagai lovebird berkepala merah atau berwajah merah, terlihat sangat mirip dengan lovebird bersayap hitam sebelumnya. Jantan dari kedua spesies ini mempunyai dahi merah yang khas, tetapi warnanya meluas sedikit lebih jauh pada jenis ini.

Berbeda dengan beberapa spesies Agapornis lainnya, lovebird kepala merah ini memiliki habitat alami yang cukup luas di kawasan tropis Afrika bagian barat dan tengah, yaitu ditemukan dari Guinea dan Sierra Leone di barat hingga Tanzania di timur. Ia lebih menyukai sabana dataran rendah yang lembab, zona setengah terbuka, dan lahan pertanian.

Spesies ini juga menunjukkan dimorfisme seksual yang cukup jelas, dimana jantan memiliki ciri khas wajah merah cerah, sedangkan betina memiliki warna wajah oranye pudar dan paruh berwarna kurang cerah.

Agapornis swindernianus


Spesies ini sama sekali tidak umum dalam budidaya burung, karena sifat pemalu di habitat alaminya sehingga sangat jarang  terlihat. Warna dasar burung ini adalah hijau dan paruhnya kehitaman, memiliki setengah cincin hitam di bagian belakang lehernya, sehingga dikenal dengan nama lovebird berkerah hitam.

Alasan utama kelangkaan lovebird kerah hitam di penangkaran adalah karena pola makan aslinya. Ia telah berevolusi untuk memakan spesies buah ara asli tertentu secara eksklusif, sehingga untuk menjaga kelangsungan hidupnya relatif sulit.

Agapornis roseicollis


Berikut ini mungkin spesies lovebird yang paling umum di antara semuanya, setidaknya sebagai hewan peliharaan. Burung ini lebih dikenal dengan sebutan lovebird berwajah persik atau  kemerahan. Secara alami ditemukan di Afrika barat daya, dari Angola hingga Afrika Selatan bagian utara. Ia tumbuh dengan baik di habitat kering mulai dari padang rumput yang sepi hingga sabana dan hutan yang lebih tertutup.

Bentuk liar lovebird muka persik mudah dikenali, warnanya hijau cerah selain bercak besar oranye di wajah dan dada bagian atas, serta beberapa bulu biru di bagian ekor. Paruhnya berwarna tanduk dan tidak ada dimorfisme seksual antara jantan dan betina.

Kehadirannya yang besar dalam budidaya burung telah menyebabkan banyak mutasi warna berbeda, seperti burung yang bertubuh kuning, bukan hijau. Ada juga variasi biru, berwajah putih dan masih banyak lainnya. Burung ini sangat sosial, cerdas, dan cenderung senang bergaul dengan pemiliknya jika mereka dijinakkan dengan baik.

Lovebird hibrid
Setelah kita mengetahui tentang jenis-jenis lovebird galur murni yang umumnya ditangkarkan, berikut ada juga jenis lovebird persilangan yang umumnya bertujuan untuk estetika atau “mutasi” warna bulu. Burung-burung hasil persilangan ini bisa disebut sebagai burung hibrid. Karena satu genus, banyak spesies lovebird yang bisa kawin silangkan. Terkadang keturunannya subur, seperti jika dua sejoli bercincin mata kawin, namun terkadang tidak, seperti dalam kasus penyatuan cincin mata ke non-cincin mata.

Beberapa habitat spesies Agapornis secara alami sedikit tumpang tindih, yang berarti hibridisasi terkadang terjadi juga di alam. Hal ini akan semakin sering terjadi karena habitat alami sejoli dipengaruhi oleh aktivitas manusia, apalagi jika ada praktek penangkaran yang sengaja menyilangkan. Baca juga : Ternak lovebird

Terkait fenomena hibrid, jika kita membeli burung lovebird atau ternak lain sebaiknya selalu pastikan berasal dari peternak atau pedagang hewan peliharaan yang memiliki reputasi baik untuk memastikan kualitasnya.  Lakukan riset sebelum membeli, apalagi jika tujuan kita ingin burung yang masih murni.

Persilangan antara cincin mata (Masked, Fischer’s, Nyasa) dan Peachfaced cukup mudah dikenali tetapi persilangan antara cincin mata bisa lebih sulit dikenali oleh mata yang tidak terlatih. Deskripsi di sini mengacu pada pewarnaan tipe normal atau liar.

Jika kita membeli burung lovebird untuk hobby dan tidak perduli galur murni atau tidak, maka burung hibrida tetap bisa menjadi burung yang menarik walaupun warnanya cenderung kusam dan kurang mencolok dibandingkan bentuk aslinya.  Namun jika kita adalah breeder yang harus menjaga galur murni, maka setiap spesies lovebird tidak boleh dipelihara dalam koloni campuran sehingga perkawinan silang tidak dapat terjadi. Jika terjadi perkawinan silang yang tidak disengaja, keturunannya harus dimusnahkan agar reputasi breeding kita tetap terjaga.

Demikian informasi terkait jenis-jenis lovebird, semoga bermanfaat.

Referensi :

  1. https://www.psittacology.com/types-of-lovebirds/
  2. https://www.albsaustralia.com/hybrid-lovebirds/

 

Antiparasit pada Ternak Sapi

Antiparasit pada Ternak Sapi

Antiparasit adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan/menghilangkan parasit dari hewan, baik itu parasit internal ataupun eksternal. Anthelmentik/0bat cacing yang baik menunjukkan tingkat kemanjuran yang tinggi terhadap cacing dan tidak beracun bagi inangnya. Anthelmintik dapat diklasifikasikan dalam spektrum luas atau spektrum sempit sesuai tingkat keampuhannya dalam melawan jenis parasit yang berbeda-beda. Khasiat obat bergantung pada toksisitas yang melekat pada senyawa terhadap parasit, kemampuan obat cacing untuk mencapai parasit (farmakokinetik), dan dosis yang diberikan.

Keamanan atau indeks terapeutik adalah rasio dosis maksimum yang dapat ditoleransi dengan dosis yang dianjurkan.
Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan obat anthelmintik antara lain formulasi, dimana hal ini juga mempengaruhi rute pemberian obat sehingga peternak bisa memilih mana yang tepat dan cocok dengan sistem pengelolaan di kandang. Dalam penggunaan antiparasit, baik itu sediaan injeksi, bolus, ataupun lainnya harus memperhatikan waktu henti obat untuk memastikan tidak ada residu pada daging maupun air susu sebelum dikonsumsi manusia.

Banyak produsen sekarang yang menyadari bahwa parasit gastrointestinal dapat menurunkan performa ternak, sehingga program pengendalian semakin lazim dilakukan di peternakan. Parasit gastrointestinal biasanya dikendalikan melalui penggunaan obat yang disebut anthelmintik/obat cacing. Ada 3 kategori utama obat cacing yang tersedia, yaitu benzimidazol, lakton makrosiklik, dan imidazothiazoles. Obat cacing golongan benzimidazol dan makrosiklik lakton paling banyak digunakan pada ternak. Lakton makrosiklik tersedia dalam bentuk pour on atau injeksi, sedangkan benzimidazol biasanya diberikan secara oral.

Pengobatan dengan anthelmintik pada kenyataannya juga  berkontribusi terhadap kejadian resistensi. Seperti halnya  resistensi antibiotik, penggunaan obat cacing yang berlebihan secara terus-menerus beresiko terjadinya resistensi terhadap obat cacing, dimana akhirnya kondisi ini memaksa peternak  harus menerapkan strategi untuk mengatasi berkurangnya kemanjuran pengobatan obat cacing secara signifikan.  Baca juga : Antibiotik dalam dunia kedokteran hewan

Praktek pemberian obat cacing secara rutin terhadap semua ternak dalam kawanan di peternakan memang umum dilakukan, tetapi hal ini berpotensi terjadinya pemberikan obat cacing pada hewan yang sebenarnya tidak perlu diberikan atau pemberikan produk dengan khasiat yang buruk pada ternak. Situasi ini merupakan kerugian ekonomi bagi produsen dan berkontribusi terhadap berkembangnya resistensi terhadap obat. Oleh karena itu, mitigasi perkembangan resistensi obat cacing dalam sistem produksi ternak harus dilakukan dengan  mengevaluasi dan menyesuaikan program pengendalian parasit sesuai kebutuhan.

Evaluasi program bisa dilakukan dengan tes pengurangan jumlah telur pada feses sekelompok ternak sebelum dan sesudah aplikasi obat sehingga dapat diukur tingkat  kemanjuran obat cacing yang dipilih. Obat cacing dianggap efektif apabila terjadi penurunan minimal sebesar 95%. Jika hasil evaluasi menemukan bahwa program tidak efektif, maka beberapa hal yang harus mempertimbangkan adalah :

  1. Hanya berikan obat cacing pada hewan yang “berisiko tinggi”, seperti sapi muda (<16 bulan), terutama pedet. Sapi yang lebih tua umumnya sudah beradaptasi dan  lebih toleransi terhadap parasit gastrointestinal dan lebih mampu mengatasi keberadaan parasit tersebut dibandingkan hewan yang lebih muda.
  2. Tidak disarankan memberantas cacing dengan sistem kalender. Ternak hanya boleh diberi obat cacing ketika mereka membutuhkannya, bukan hanya karena musim atau waktu dalam setahun. Penghitungan telur cacing pada feses dapat dilakukan pada sekelompok sapi untuk mengevaluasi beban parasit saat ini.
  3. Lakukan perawatan selektif non-treatment untuk membantu  memastikan bahwa masih ada cukup parasit yang tidak terpapar obat anthelmintik sehingga akan membantu mempertahankan populasi parasit yang rentan (“refugia”). Untuk menerapkan strategi ini, peternak harus memberikan obat cacing pada semua hewan dalam kelompok beresiko tinggi kecuali 10-15% hewan dengan kinerja terberat/terbaik.
  4. Gunakan perawatan kombinasi. Strategi ini melibatkan pengobatan simultan dengan setidaknya dua obat dengan  golongan berbeda (benzimidazol dan makrosiklik lakton; levamisol dan benzimidazol, dll). Dengan pendekatan ini, setiap parasit yang resisten terhadap satu golongan obat kemungkinan besar akan rentan terhadap golongan obat lainnya, sehingga akan sangat mengurangi tekanan seleksi terhadap resistensi terhadap salah satu obat tersebut. Metode ini jauh lebih efektif dalam mengendalikan perkembangan resistensi dibandingkan merotasi antar golongan obat.
  5. Hindari pemberian dosis yang terlalu rendah. Pemberian dosis yang kurang biasanya terjadi ketika hewan tidak ditimbang sebelum diberikan perlakuan sehingga efektifitasnya tidak maksimal. Ini adalah masalah serius yang tentunya berkontribusi pada terjadinya resistensi. Oleh karena itu, untuk menghindari kekurangan dosis maka pastikan menimbang hewan terlebih dahulu.
  6. Periksa tempat penggembalaan dengan menerapkan sistem penggembalaan bergilir sehingga tersedia cukup hijauan dan memberikan istirahat yang cukup (4-5 minggu) pada kandang juga dapat membantu memutus siklus hidup parasit dan mengurangi risiko paparan.
  7. Terus evaluasi program untuk memastikan efektivitasnya dengan tes pengurangan jumlah telur pada feses secara berkala.

Demikian informasi mengenai antiparasit pada ternak sapi yang bisa menjadi referensi.

Referensi :

  1. https://extension.umd.edu/resource/best-deworming-practices-cattle
  2. https://www.sciencedirect.com/sdfe/pdf/download/eid/1-s2.0-S0749072015312597/first-page-pdf
error: Content is protected !!