Persepsi tentang pentingnya kesehatan hewan dan hubungannya dengan biosekuriti semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena adanya penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan Porcine Epidemic Diarrhoea (PED). Biosekuriti yang lebih baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan berkontribusi mengurangi penggunaan antibiotik. Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan langkah-langkah yang bertujuan untuk mengurangi resiko kemungkinan masuknya patogen (eksternal) dan penyebaran patogen lebih lanjut di dalam peternakan (internal).
Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit idealnya menjadi referensi dalam menentukan strategi biosekuriti di lapangan. Dalam menyusun program biosekuriti yang efektif, dokter hewan harus mengetahui bagaimana penyakit ditularkan, resiko dan kepentingannya, tindakan mitigasi mana yang dianggap lebih efektif dan bagaimana mengevaluasi biosekuriti yang dijalankan dan perubahan yang mungkin diperlukan. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini kita akan belajar bersama tentang tinjauan teknis yang bisa menjadi sumber informasi mengenai langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal untuk mengurangi resiko penyakit pada peternakan babi, epidemiologi penyakit serta analisis resiko dan penilaian biosekuriti.
Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan hewan dan produktivitas ekonomi. Selain itu, pencegahan juga penting untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat ketika patogen zoonosis menjadi perhatian. Biosecurity mencakup semua aspek pencegahan patogen masuk dan menyebar dalam kelompok hewan. Penerapan langkah-langkah biosekuriti di sepanjang rantai produksi meminimalkan risiko masuknya patogen baru ke dalam peternakan, serta penyebarannya di dalam peternakan. Namun demikian, implementasi program biosekuriti yang berkelanjutan dan peningkatannya yang berkelanjutan masih menjadi tantangan bagi banyak peternakan babi.
Konsep biosekuriti pada peternakan babi global ada sejak dekade 1960, dimana produksi babi bergeser secara progresif dari sistem peternakan kecil skala keluarga menuju industri skala besar. Lalu pada dekade 1980, konsep “minimal disease” atau “specific-pathogen free farms” mulai umum dan mengarah pada konsep biosekuriti yang lebih modern. Definisi awal tentang biosekuriti adalah sebagai bentuk keamanan dari penularan penyakit menular, parasit dan hama. Konsep dan persepsi penyakit telah berubah dari level individu ke peternakan dan dari peternakan ke wilayah karena hal ini menjadi salah satu elemen kunci dalam keberhasilan produksi ternak babi.
BIOSEKURITI EKSTERNAL
Secara umum, biosekuriti eksternal dapat dipahami secara intuitif sebagai pemblokiran peternakan dari bahaya yang datang dari dunia luar. Tindakan ini berfungsi sebagai penghalang fisik yang melarang/membatasi masuknya hewan, manusia, atau kendaraan tertentu.
Lalu lintas ternak. Pengenalan induk pengganti/masuknya hewan baru atau penggunaan semen menjadi faktor resiko tertinggi dalam penularan patogen baru jika kita tidak mengerti asalnya. Untuk menjaga produktifitas ternak babi tetap baik, maka proses peremajaan induk harus dilakukan. Minimal dalam 2-2,5 tahun, umumnya populasi indukan akan berganti agar usaha peternakan tetap optimal. Calon induk bisa diperoleh dari produksi kandang sendiri dengan memilih anakan betina unggul yang dihasilkan, atau membeli dari peternakan lain yang terpercaya. Namun, membeli calon induk dari luar ini ada konsekwensi ganda, yaitu semakin tinggi frekuensi entri baru, semakin tinggi kemungkinan masuknya patogen baru dan semakin tinggi tingkat penggantian induk, semakin sulit mempertahankan level kekebalan dalam kawanan terhadap patogen yang sudah ada di kandang.
Dengan asumsi bahwa masih banyak peternakan yang bergantung pada calon induk eksternal, maka cara pengelolaan hewan baru tersebut akan menjadi kunci keberhasilan. Proses karantina harus dilakukan untuk memastikan calon induk baru tidak menjadi sumber penularan patogen baru di kandang kita, baru kemudian dilanjutkan dengan proses aklimatisasi untuk mengenalkan calon induk dengan patogen yang sudah bersirkulasi dikandang dan beradaptasi sehingga saat nanti dimasukkan dalam kawanan sudah siap. Proses karantina yang dirancang dan dikelola dengan baik adalah tindakan paling efektif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan masuknya patogen eksternal.
Jika kita baru mengawali usaha peternakan babi, proses karantina harus dikelola dalam sistem all-in/all-out (AIAO) yang ketat untuk menghindari potensi penularan patogen antar batch calon induk yang berbeda. Peternak idealnya harus sudah menetapkan target produksi, kapasitas kandang dan memikirkan alur pemasukan ternak dengan baik agar performa yang dihasilkan stabil. Sistem AIAO ini bisa dilakukan dengan intervensi penggunaan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus pada calon induk. Ingat, semakin besar jumlah batch kawanan induk/calon induk, maka semakin besar ruang yang dibutuhkan untuk menampungnya.
Lokasi kandang karantina yang ideal adalah >1 km dari unit kandang babi lainnya. Jarak ini relatif aman untuk mengantisipasi penularan sebagian besar patogen, terutama yang melalui udara dan juga menurunkan resiko penularan karena vektor hewan pengerat, lalat, dll. Yang patut menjadikan perhatian adalah virus Aujeszky, virus penyakit mulut dan kuku (PMK), porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS), dan bakteri Mycoplasma hyopneumoniae karena telah dilaporkan berpotensi ditularkan melalui udara dari radius yang lebih jauh.
Peternakan modern telah menambahkan filter udara khusus untuk mengantisipasi tantangan ini. Filter HEPA adalah gold standard untuk penyaringan udara karena dapat menahan debu atau partikel yang berukuran mikron. Dalam kondisi laboratorium, kombinasi filter halus (EU kelas M dan F) menghasilkan efektifitas penyaringan > 98% terhadap virus equine arteritvis dan > 99,9% terhadap bakteri Actinobacillus pleuropneumoniae (APP), sedangkan filter MERV 14 (EU 8) atau filter polypropylene berlapis yang diperlakukan dengan senyawa mikrobiosidal sepenuhnya efisien untuk memblokir virus PRRS atau M. hyopneumoniae.
Lalu, berapa lama proses karantina yang baik? Hal ini tergantung 3 elemen, yaitu masa inkubasi penyakit yang terdeteksi, durasi penularan penyakitnya dan waktu untuk menegakkan diagnosa. Observasi status kesehatan ini dilakukan dengan pemeriksaan calon induk setiap hari, dan jika ditemukan hasil positif patogen yang tidak diinginkan, maka isolasi juga harus diperpanjang sampai status kesehatannya baik sebelum lanjut ke proses aklimatisasi.
Perlu dicatat bahwa proses karantina dan aklimatisasi adalah konsep yang agak bertentangan dan berbeda. Karantina bertujuan untuk menghindari masuknya patogen yang dibawa oleh hewan baru yang masuk sehingga mewajibkan meminimal kontak (lokasi sebaiknya terpisah), sedangkan aklimatisasi adalah proses lanjutannya yang dilakukan untuk mengembangkan kekebalan terhadap patogen yang ada di peternakan yang membutuhkan kontak dekat antara hewan baru baru dan kawanan yang sudah ada di kandang ataupun dengan vaksinasi.
Lalu lintas Orang dan Kendaraan. Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk penularan penyakit di peternakan. Peternakan biasanya menerima kunjungan orang dan kendaraan baik itu pekerja kandang, dokter hewan, tukang, pengangkutan bahan pakan dan bangkai. Fomites (sepatu bot, pakaian, peralatan dll) dan orang melalui kulit yang terkontaminasi dapat menyebarkan patogen seperti Salmonella, PRRS, PED, TGE, Brachyspira atau Lawsonia.
Risiko yang terkait dengan kunjungan dapat diminimalkan dengan kombinasi tindakan penghalangan dan peraturan yang membatasi lalu lintas ke area pemeliharaan ternak. Sebaiknya hanya yang berkepentingan saja yang memiliki akses ke dalam lokasi kandang atau jika memang harus masuk maka ada peraturan yang harus ditaati untuk meminimalkan risiko.
Penetapan batasan area bersih dan kotor sangatlah penting. Bersihkan area yang berada di dalam perimeter peternakan dan yang bersentuhan dengan ternak babi. Pintu masuk, dinding, kamar mandi, ruang ganti, jalur transportasi harus dibedakan dengan jelas sehingga tidak ada yang boleh melintasi area kotor menuju area bersih tanpa didekontaminasi.
Pagar pembatas dengan pintu tertutup permanen sebaiknya hanya bisa dibuka dari dalam lokasi peternakan, sedangkan pagar keliling juga penting untuk membatasi akses hewan liar seperti babi hutan, anjing, kucing dll. Area parkir sebaiknya ada diluar peternakan, terlebih kendaraan yang tamu.
Kendaraan, pengemudi dan pekerja yang terlibat pengiriman bahan pakan atau mengumpulkan hewan mati sebaiknya juga dipikirkan dengan matang agar kontak bisa diminimalkan. Penempatan gudang pakan/silo, sebaiknya diluar area kandang sehingga mobil tidak mempunyai akses untuk kontak dengan ternak. Sedangkan untuk penanganan hewan mati/bangkai, sebaiknya juga ada jalur khusus yang berbeda dan tidak melewati area ternak sehingga kendaraan pengangkut bangkai ini mudah dalam mengakses tempat penampungan bangkai yang ditempatkan di luar pagar pembatas dan menghindari truk pengumpul memasuki peternakan.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan aturan untuk memasuki fasilitas yang berhubungan langsung dengan ternak. Dalam kondisi apapun kendaraan, pengemudi, atau personel asisten lainnya tidak boleh melakukan kontak dengan hewan jika tidak ada keperluan, karena kotoran yang terkontaminasi dalam jumlah kecil di alas kaki/pakaian pengemudi cukup untuk menginfeksi peternakan. Jika ada dokter hewan luar yang perlu masuk ke lokasi kandang, sebaiknya sudah mendapatkan persetujuan terkait maksud dan tujuannya.
Idealnya, prosedur biosekuriti sebelum masuk ke lokasi ternak mewajibkan minimal 24-48 jam sebelumnya tamu tidak ada kontak dengan ternak lain. Di peternakan dengan standar yang baik membutuhkan setidaknya mencuci tangan/mandi, mengganti pakaian luar dan sepatu bot, semprot/celup desinfektan dan sinar UV untuk barang-barang bawaan (HP, laptop dll) karena resiko penularan dari kontaminasi rambut atau adanya patogen di mukosa oronasal.
Terkait ancaman African Swine Fever (ASF) saat ini, maka konsumsi produk daging babi di peternakan harus dihindari.
Transportasi hewan. Walaupun masih termasuk kendaraan, akan tetapi kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut hewan antar peternakan atau ke rumah jagal dan pengemudinya dapat memiliki peran penting dalam transmisi patogen antar peternakan. Bagaimana sebaiknya pengaturannya?
Kendaraan ini sebaiknya memang diinvestasikan khusus untuk transportasi ternak yang aman saja. Sebaiknya truk yang ditujukan untuk pengangkutan calon induk, tidak boleh digunakan untuk mengangkut hewan ke rumah potong hewan. Oleh karena itu, membuat daftar batasan untuk setiap kendaraan beserta desain rutenya akan menjadi langkah pertama yang krusial, kemudian penetapan prosedur proses pembersihan dan disinfeksi truk harus dilakukan secara terencana dan teliti.
Agar pembersihan dan disinfeksi kendaraan ini efektif, maka prosesnya harus mencakup pembersihan bahan organik terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembersihan dengan air (sebaiknya air panas dan sabun/kerak), lalu dikeringkan dan terakhir baru proses desinfeksi dengan desinfektan. Jadi pastikan materi organik dari setiap sudut dan ceruk di bak truk bisa dibersihkan agar kinerja desinfektan bisa optimal. Tantangan terjadi di musim dingin, karena pengeringan truk secara alami bisa memakan waktu berhari-hari.
Proses transportasi ternak adalah salah satu situasi paling kritis karena terkait kontak hewan di peternakan dengan kendaraan dan atau orang dari luar peternakan. Dengan situasi tantangan ASF saat ini, pendekatan terbaik untuk meminimalkan risiko adalah membangun lokasi khusus untuk bongkar muat di lingkungan kandang (perbatasan area bersih/kandang dan kotor/area truk parkir) atau meeting point yang agak jauh dari area kandang (kendaraan penjual dan pembeli bertemu dengan tetap meminimalkan kontak).
Lingkungan. Lokasi peternakan yang saling berdekatan juga menjadi tantangan tersendiri. Probabilitas infeksi karena lokasi peternakan akan bervariasi dan dipengaruhi oleh populasi, jenis peternakan (pembibitan/penggemukan), keberadaan rumah pemotongan hewan (RPH), tempat pembuangan sampah atau bangkai dalam radius 1 km ke peternakan dapat meningkatkan kemungkinan tersebut.
Salah satu kemungkinan jalur penularan patogen antar tetangga adalah penyebaran melalui udara yangmana juga bervariasi tergantung kondisi cuaca dan kondisi tanah. PMK bisa menular hingga 10 km lebih, apalagi saat terjadi kelembaban tinggi > 60%, kecepatan angin rendah dengan arah stabil, suhu di < 27C dan tidak ada curah hujan. Untuk PRRSV, salah satu faktor utama kelangsungan hidup virus di aerosol adalah suhu dengan waktu paruh yang sangat singkat (kurang dari 30 menit) pada suhu 20C. Dalam kasus PRRSV, studi selama 2 tahun menunjukkan bahwa suhu dingin, tingkat sinar matahari yang rendah, angin dengan kecepatan rendah bersamaan dengan hembusan, peningkatan kelembaban dan tekanan adalah kondisi yang lebih mungkin mendukung transmisi via udara.
Jalur via udara, penularan patogen terkait dengan lingkungan adalah hewan pengerat, vektor mekanis seperti lalat, dan hewan lain (anjing, kucing) atau burung. Hewan pengerat, tikus, walaupun radius aksinya normal <150 m ternyata dapat menjadi pembawa banyak patogen yang menyerang babi, seperti beberapa serovar Salmonella, Leptospira, Yersinia pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis. Lalat yang mempunyai radius terbang 2-3 km dapat bertindak sebagai vektor mekanik untuk penularan PRRS, Streptococcus suis, atau Brachyspira spp.
Beberapa spesies burung telah dikaitkan dengan wabah penyakit penyakit seperti TGE, Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdisenteriae dan E. coli dan dapat bertindak sebagai reservoir. Penempatan jaring biasanya cukup membantu mengurangi resiko ini.
Pakan dan air. Bahan pakan itu sendiri umumnya tidak menimbulkan risiko karena kondisi higienis dalam produksi, terutama jika pakan tersebut diberi perlakuan panas. Misalnya, pembuatan pelet mampu menghilangkan porcine epidemic diarrhea virus (PED) dari bahan pakan yang terkontaminasi. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa virus PED, ASF, senecavirus-A (SVA), CSF(classical swine fever/hog cholera), Pseudorabies (PRV), dan PMK dapat ditemukan didalam bungkil kedelai, suplemen vitamin D, lisin dan kolin.
Strategi mitigasi proaktif terkait rantai bahan baku bisa dilakukan dengan mengembangkan fasilitas penyimpanan dan menentukan jadwal sampling untuk bahan yang dianggap berisiko lebih tinggi. Batasi lalu lintas orang (karyawan di pabrik pakan dan pengunjung, seperti tamu, supir truk, dan orang subkontraktor) dan kendaraan yang beresiko mengkontaminasi fasilitas pembuatan pakan.
Penambahan aditif seperti asam organik (format, laktat atau propionat), asam lemak dan minyak esensial telah terbukti memiliki khasiat melawan patogen tertentu. Penambahan formaldehyde telah terbukti efektif dalam mencegah risiko yang terkait dengan PED dan Salmonella, selain juga dapat menyebabkan perpindahan bakteri yang merugikan pada usus babi. Mengingat pentingnya pakan untuk ternak, maka sangat disarankan untuk membeli dari pemasok yang memiliki reputasi baik dengan sistem jaminan mutu yang diakui.
Terkait dengan kontaminasi air minum, penyakit yang secara klasik dikaitkan adalah leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lain dapat mencemari air. Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan fekal-oral berpotensi terbawa melalui air, oleh karena itu, kualitas bakteriologis air harus diperiksa secara rutin minimal 1x setahun. Biofilm pada tangki dan pipa harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur, selain juga pengolahan sumber air merupakan alat penting dalam manajemen risiko. Teknik pengolahan air umum yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan kontaminan kimia dan biotik secara fisik melalui filtrasi (sistem reverse osmosis dan/atau menonaktifkan patogen dengan menerapkan sinar ultraviolet atau disinfektan oksidan kimia seperti klorin, kloramin dan ozon.
BIOSEKURITI INTERNAL
Biosekuriti internal bertujuan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran patogen setelah peternakan terinfeksi. Hal ini meliputi langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan ternak, kebersihan umum fasilitas, pembersihan dan disinfeksi dan, dan juga personel.
Manajemen. Langkah-langkah terkait managemen ini bertujuan untuk mengelola ternak dengan mengontrol alur pemeliharaan untuk menghindari pencampuran babi dari kelompok umur yang berbeda. Pengaturan alur ini dapat dicapai dengan penerapan ketat sistem AIAO yang dilengkapi dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas untuk kelompok hewan baru.
Sistem AIAO dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen sehingga mampu mengurangi jumlah dan variasi aplikasi penggunaan obat di peternakan. Walaupun demikian, kontrol alur ini ternyata belum cukup untuk kontrol semua penyakit, terutama untuk penyakit-penyakit yang penularannya dapat terjadi saat persalinan seperti PRRS, cross fostering, bahkan di antara ternak dalam satu kawanan yang sama.
Yang perlu kita pahami saat memelihara ternak babi adalah bahwa induk babi yang kita pelihara menjadi reservoir bagi banyak patogen yang ada di lokasi peternakan. Oleh karena itu, sejak akhir 1970-an sistem penyapihan dini mulai dipelajari dan dipraktekkan untuk mencegah penularan patogen sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu, walaupun hal ini sedikit mengabaikan aspek animal welfare.
Hal praktis lainnya yang juga harus diperhatikan adalah menetapkan rutinitas kerja bagi anak kandang untuk mengatur lalu lintas orang. Rekomendasi yang ideal dalam handling ternak adalah membuat alur kerja mengikuti alur babi, yaitu dari yang umur muda ke yang lebih tua. Jadi pekerja yang sudah bekerja di unit penggemukan tidak boleh masuk ke kandang pembibitan untuk meminimalkan resiko.
Fasilitas Kandang. Desain dan bahan kandang, alas dan partisi/pembatas antar pen serta segala fasilitasnya harus berkontribusi mengurangi resiko penularan penyakit atau menghambat penyebarannya. Saat memulai usaha peternakan babi, maka sangat disarankan untuk merancang layout kandang yang baik sehingga alur pemeliharaan memungkinkan untuk ternak berpindah ke fase pemeliharaan selanjutnya tanpa melewati kandang bacth yang lebih muda.
Pengaturan untuk pekerja bisa dibedakan areanya dengan identitas yang berbeda (seragam, sepatu bot atau cat tembok yang berbeda antar fase pemeliharaan) sehingga pelanggaran wilayah kerja bisa diminimalkan karena pekerja dengan mudah akan teridentifikasi.
Contoh, lantai logam dan plastik lebih bersih baik digunakan untuk kandang melahirkan, walaupun mungkin sedikit kurang nyaman untuk ternak dan alas jerami mungkin lebih nyaman, tetapi meningkatkan risiko wabah diare. Sistem ventilasi juga harus ditambahkan agar sirkulasi lebih baik dan mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan, terutama patogen pernapasan.
Pembersihan dan Desinfeksi Kandang. Mirip dengan proses pada truk, kandang juga harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah organik, lalu dicuci dengan air sabun/air panas, bilas dan dikeringkan, baru kemudian di desinfeksi. Streptococcus suis dapat diantisipasi dengan penggunaan desinfektan yang mengandung senyawa fenil, klorin, dan yodium.
Kemudian terkait tindakan higienis saat pemberian vaksin dan obat-obatan, managemen jarum suntik harus dijalankan dengan baik. Seringkali pekerja melihat penggantian jarum sebagai pemborosan waktu sehingga perlu diingatkan dan dimonitor agar transmisi penyakit karena penggunaan jarum tidak dilakukan. Idealnya adalah 1 induk 1 jarum, atau 1 jarum untuk 1 induk dan anak sekelahirannya.
Pekerja Kandang. Personel yang bekerja di peternakan juga memegang peran penting untuk menjaga biosekuriti internal. Misalnya, seorang pekerja di fase penggemukan tidak boleh pergi ke kandang breeding melahirkan. Untuk memudahkan, umumnya ada pewarnaan area dinding, alas kaki/bot dan pakaian seragam yang berbeda antar fase pemeliharaan.
Penggunaan sarung tangan, mencuci tangan secara berkala, dan perawatan footbath untuk merendam alas kaki akan mengurangi dampak pekerja yang bertindak sebagai sumber penularan. Khusus untuk foot bath membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk menghindari penumpukan bahan organik yang berlebihan yang berpotensi menurunkan kinerja desinfektan. Waktu kontak menjadi point utama dalam pemilihan disinfektan mengingat proses ini berjalan relatif cepat. Jika di lokasi peternakan tidak tersedia footbath, maka paling ideal adalah memiliki alas kaki khusus di setiap fase pemeliharaan.
Agar proses desinfeksi optimal, sangat disarankan untuk terlebih dahulu membersihkan sepatu bot dari material organik dengan menggunakan sikat dan air sabun, baru diikuti proses perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam larutan disinfektan minimal 5 menit. Larutan desinfektan sebaiknya juga diganti setiap hari.
PENILAIAN BIOSEKURITI.
Tidak ada sistem yang sempurna, oleh karena itu saat sebuah peternakan sudah merancang dan menerapkan program biosekuriti harus tetap dilakukan evaluasi secara berkala. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti mana yang harus ditingkatkan atau diterapkan terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan pengenalan dan/atau penyebaran penyakit. Evaluasi ini memungkinkan untuk meningkatkan manajemen risiko yang terkait dengan penularan penyakit baik di tingkat peternakan maupun di tingkat wilayah sehingga juga mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran pada peternak, pekerja dan dokter hewan.
Menilai list program biosekuriti juga termasuk mengukur rute potensial untuk penularan penyakit. Survei terkait epidemiologi termasuk pertanyaan yang mengevaluasi langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal yang diterapkan pada berbagai rute pengenalan dan penyebaran patogen dapat digunakan.
Penilaian Berdasarkan Skor. Penilaian biosekuriti ini yang paling umum dilakukan yang didasarkan pada nilai standart yang ditetapkan tenaga ahli biosekuriti.
Beberapa sistem penilaian sudah dikembangkan, antara lain adalah yang dikembangkan peneliti dari Universitas Ghent (Biocheck UGent™), dimana nilai praktik biosekuriti dan jalur yang berbeda untuk penularan penyakit dikalikan dengan faktor bobot yang memperhitungkan kepentingan relatifnya, sehingga memperoleh skor berbasis risiko. Sistem evaluasi diatas serupa dengan sistem BioAsseT. Selain evaluasi yang bersifat umum, ada juga dilaporkan sistem yang secara khusus mengevaluasi untuk patogen tertentu (PRRS, Brachyspira hyodysenteriae, Mycoplasma hyopneumoniae). Beberapa metode statistik untuk mengembangkan skor biosekuriti berdasarkan peringkat praktik biosekuriti menurut kepentingannya juga jamak diterapkan di peternakan.
Penilaian Biosecurity dengan Probabilitas. Model statistik multivariat, Bayesian Belief Networks dan mesin algoritma adalah beberapa model statistik yang digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya penyakit dan untuk mengevaluasi dampak penerapan program biosekuriti. Metode ini mungkin berguna untuk pengembangan alat untuk mengukur, membandingkan, dan mengelola praktek biosekuriti.
Penilaian resiko kuantitatif yang dijelaskan oleh OIE mungkin juga berguna untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit dan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti berdasarkan dampaknya terhadap kemungkinan penularan penyakit. Tujuan akhir dari analisis risiko adalah untuk memberikan bukti yang mendukung keputusan yang diambil untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit. Model ini mempertimbangkan jalur dan peristiwa yang berbeda dimana patogen dapat diperkenalkan dan ditransmisikan. Probabilitas didasarkan pada pengetahuan terbaik saat itu dengan mempertimbangkan ketidakpastian/variabilitas, dan kemudian ditentukan probabilitas untuk setiap jalur dan secara global dengan indikasi interval kepercayaan. Model penilaian risiko kuantitatif terutama digunakan untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit di tingkat negara dan untuk penyakit tertentu.
Model penilaian resiko kuantitatif juga memiliki beberapa keterbatasan karena rumit, memakan waktu dan membutuhkan banyak data yang tidak selalu tersedia. Namun demikian, metode ini membantu dalam memperkirakan kemungkinan masuknya penyakit berdasarkan praktek biosekuriti yang ada sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan mengenai tindakan biosekuriti apa saja yang harus diprioritaskan.
Desain dan Implementasi Program Biosekuriti. Program biosekuriti dapat dirancang untuk penyakit tertentu dan fokus pada langkah-langkah terhadap penyakit itu, atau bisa lebih umum dan dapat dirancang untuk mengurangi resiko yang umum terhadap beberapa penyakit yang berbeda. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daftar penyakit yang bersirkulasi di peternakan dan resiko penyakit lain tidak diinginkan, untuk kemudian dilakukan identifikasi rute penularan yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat disiapkan di tempat yang paling efektif.
Setelah program disepakati, maka untuk pelaksanaanya harus dibuat aturan yang detail yang menjelaskan langkah demi langkah tindakan yang akan diterapkan serta disosialisasikan ke seluruh pekerja yang terlibat di peternakan. Training dan pelatihan biosekuriti ini idealnya dilakukan secara periodik untuk menjaga level kewaspadaan tetap tinggi, karena jika program berhasil terkadang bisa membuat kita lengah dan terjadi pelonggaran dalam penerapannya dilapangan. Program ini harus dipahami oleh semua tanpa terkecuali dan ada team khusus yang mengawasi.
Faktor lain yang berdampak besar dalam penerapan langkah-langkah biosekuriti adalah persepsi resiko penyakit dan konsekuensinya di peternakan. Tantangan terbesar praktek biosekuriti ini umumnya terjadi di lingkungan komplek peternakan, dimana tidak semua peternak memiliki pemahaman dan level biosekuriti yang sama. Kekompakan seringnya baru terwujud ketika wabah sudah terlanjur masuk ke area peternakan. Seharusnya, program biosekuriti dalam suatu komplek peternakan bisa disinergikan sehingga potensi penularan penyakit antar tetangga bisa diminimalkan saat ada wabah terjadi. Jadi semua peternak harus berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit.
Kesimpulan
Biosekuriti menjadi elemen penting dalam produksi ternak, khususnya dalam sistem pemeliharaan intensif di peternakan skala industri. Upaya menghindari pengenalan patogen baru dan membatasi penyebarannya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan babi, produktivitas peternakan dan juga akan berkontribusi pada kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemiologi penyakit babi akan berkontribusi pada desain program biosekuriti yang tepat sasaarn. Pastikan semua pihak yang terkait ikut berpartisipasi dan terlibat, serta lakukan evaluasi dan training berkelanjutan untuk menjaga tingkat kewaspadaan tetap tinggi. Baca juga : Biosekuriti di Era New Normal
Referensi :
- https://link.springer.com/article/10.1186/s40813-020-00181-z Biosecurity in Pig Farm : a review