Kesejahteraan Hewan dalam Proses Penyembelihan Ternak

Kesejahteraan Hewan dalam Proses Penyembelihan Ternak

Kesejahteraan hewan (animal welfare) dalam industri pemotongan hewan di AS, bahkan mungkin diseluruh dunia terus menjadi salah satu prioritas utama, dimana ada peraturan mengenai transportasi, penanganan, dan penyembelihan sapi secara manusiawi.

Terkait proses perjalanan ternak dari kandang ke tempat pemotongan hewan bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan manusia yang dapat berdampak positif atau negatif terhadap kesejahteraan hewan. Sapi dalam perjalanan bisa menjadi stres karena kebisingan, hewan dan manusia asing, suhu ekstrem, kekurangan makanan/air, jarak dan pengalaman transportasi yang bervariasi, serta kondisi lokasi/kandang yang baru. Penyediaan truk/trailer pengangkut ternak yang  nyaman dan aman dari cuaca ekstrem, selain juga tersedia cukup pakan dan air minum menjadi sangat penting agar hewan terhindar dari stress yang berlebihan selama proses transportasi berlangsung.

Penanganan ternak selama masa pemeliharaan juga penting untuk memastikan ternak mendapatkan nutrisi yang baik dengan didukung oleh kondisi lingkungan yang aman dan nyaman. Diperlukan tenaga kerja yang terlatih, termotivasi dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan ternak dan pekerjanya. Terkait hal ini, maka pelatihan dan komunikasi mengenai animal welfare sangat penting  untuk dipahami oleh semua yang terlibat di peternakan, dimana aspek interaksi antara manusia dan hewan saat ini menjadi tantangan utama bagi industri ini.

Lebih lanjut mengenai identifikasi, pengukuran, pemantauan  dan pengelolaan tantangan kesejahteraan hewan dalam industri pemotongan sapi potong menjadi hal yang tidak kalah penting karena ternak juga harus terbebas dari rasa sakit saat proses penyembelihan. Ini mungkin adalah prioritas utama difase akhir kehidupan ternak, dimana pelaksanaan program pelatihan yang meningkatkan kesejahteraan sapi dicapai saat hewan melewati tahap akhir sebelum akhirnya dikonsumsi oleh manusia.

Saat ini dikenal beberapa metode restraint yang masih dipakai  sebelum proses pemotongan hewan dilakukan, yaitu :

Metode Burley.

Ini adalah teknik untuk merebahkan/menjatuhkan  sapi dengan aman dan efisien yang ditemukan oleh Dr. Burley dari Georgia. Metode ini umumnya menggunakan alat penahan logam yang digunakan untuk mengamankan kaki ternak, terdiri dari dua bagian yang menjepit bagian atas kaki depan dan belakang.

Kelebihan dari metode ini antara lain adalah

  1. Tidak perlu mengikat tali di sekitar tanduk atau leher sapi, yang dapat menyebabkan stres atau cedera
  2. Tidak menekan dada sapi sehingga tidak mengganggu pernapasan
  3. Tidak membahayakan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina
  4. Memungkinkan untuk mengikat kedua kaki belakang sapi setelah direbahkan.

Langkah pelaksanaan metode Burley:

  1. Siapkan tali sepanjang 15 meter
  2. Sapi dipegang dengan tali leher yang kuat yang berfungsi  untuk  pengaman tambahan
  3. Tali dibagi menjadi 2 dan diletakkan di atas punggung dengan bagian tengah tepat di atas pundak
  4. Kedua ujung tali dilewatkan di antara kaki depan sapi dan disilangkan di tulang dada (sternum)
  5. Masing-masing ujung tali diangkat pada kedua sisi badan sapi dan disilangkan di punggung
  6. Tali diturunkan kembali dan dimasukkan pada sisi dalam dari kaki belakang dan sternum atau ambing
  7. Setelah siap, tarik kedua ujung tali secara perlahan, sampai sapi condong ke arah depan dan roboh ke samping.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode Burley :

  1. Metode ini paling efektif untuk sapi yang sudah terbiasa  dekat/kontak dengan manusia
  2. Tali yang digunakan sebaiknya tidak licin, seperti tali tambang agar tidak lepas saat menjerat sapi.
  3. Arah robohnya sapi bisa dikendalikan dengan menarik salah satu ujung tali lebih kuat
  4. Pastikan area perebahan sapi aman dan bersih dari benda tajam atau keras.

Metode Squeeze Rope.

Selain metode burley, metode squeeze rope ini juga umum dilakukan untuk proses merebahkan hewan ternak sebelum proses penyembelihan.

Langkah-langkah metode squeeze rope adalah :

  1. Siapkan tali yang kuat dengan panjang yang cukup untuk melilit tubuh ternak yang akan direbahkan
  2. Lilitkan tali dari arah depan hingga ke belakang tubuh sapi dengan membentuk simpul
  3. Setelah semua siap, tarik tali ke arah belakang dengan perlahan, hati-hati dan terkoordinasi – sesuaikan jumlah orang dengan mempertimbangkan ukuran ternak
  4. Tekanan yang dihasilkan akan membuat sapi merosot dan roboh ke samping

Meskipun 2 metode diatas umum dilakukan dan memang cukup efektif dan efisien dalam membantu proses penyembelihan ternak, namun sebenarnya dari aspek kesejahteraan hewan masih banyak perdebatan. Hal ini karena masih dapat menimbulkan stres bagi hewan karena membatasi pergerakan dan menyebabkan ketidaknyamanan, selain itu tarikan tali saat proses perebahan ini juga relatif sulit untuk dinilai karena pada kenyataannya masih berpotensi menyebabkan rasa sakit yang tidak semestinya.

Alternatif lain yang bisa mengakomodasi kesejahteraan hewan lebih baik dalam proses penyembelihan adalah :

Head Restraint and Chute.

Metode ini dilakukan menggunakan alat seperti penjepit yang akan  mengurung hewan dan memudahkan restrain kepala. Proses ini relatif lebih baik karena pengekangan kepala akan menjaga kepala tetap diam, sehingga memungkinkan terciptanya lingkungan yang lebih tenang bagi ternak dan keamanan bagi pekerja juga mengingat ada beberapa hewan memiliki tingkat agresivitas yang sulit ditebak yang beresiko membahayakan manusia disekitarnya.

Proses selanjutnya adalah stunning (pemingsanan), yangmana tahap ini sangat penting untuk membuat ternak tidak sadarkan diri sebelum disembelih. Dengan cara ini, ternak tidak akan merasakan sakit saat proses penyembelihan sehingga juga akan meminimalkan penderitaan ternak.

Teknik stunning salah satunya adalah dengan menggunakan pistol captive bolt atau percussive bolt stunning yang diarahkan dari kepala sehingga membuat hewan tidak sadarkan diri sebelum proses penyembelihan. Setelah hewan tidak sadarkan diri, proses penyembelihan dilakukan sekitar 1 menit kemudian. Tanda-tanda yang bisa diamati saat hewan tidak sadarkan diri adalah :

  1. mata tidak berkedip, baik spontan atau ketika mata disentuh
  2. tidak ada respons terhadap cubitan di hidung/telinga
  3. tidak ada upaya untuk berdiri
  4. kaki/telinga/ekor/rahang/lidah dalam kondisi relaks
  5. nafas tidak teratur
  6. otot kaku dan diikuti oleh kaki berkedut/menendang

Baca juga : Restraint pada Sapi

Diatas adalah beberapa paparan mengenai metode restraint dalam proses penyembelihan hewan ternak. Semua metode yang ada saat ini kemungkinan masih berpotensi menimbulkan rasa stres, takut dan sakit pada ternak jika dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Oleh karena itu, penting bagi semua operator yang terlibat dalam proses ini memiliki kompetensi, terlatih dan mempunyai sikap yang positif terhadap kesejahteraan hewan. Perlakuan yang baik terhadap setiap hewan saat proses penyembelihan akan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan hewan. Hewan yang tidak stres atau takut akan berperilaku lebih tenang sehingga meningkatkan keselamatan kerja karyawan dan juga mengurangi cedera fisik pada hewan.

Jadi, yang terpenting adalah bagaimana kita tetap bisa memprioritaskan animal welfare dalam proses pemotongan ternak, yaitu meminimalkan stres dan rasa sakit pada hewan.  Pertimbangkan juga untuk berkonsultasi dengan dokter hewan atau tim ahli yang berpengalaman untuk mendapatkan teknik restraint yang tepat dan juga sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Referensi :

  1. https://www.researchgate.net/publication/237092560_Stunning_and_animal_welfare_from_Islamic_and_scientific_perspectives
  2. https://www.slideshare.net/slideshow/restraining-of-animals/47243800
  3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7134563/ animal welfare focus in cattle
  4. https://www.pashudhanpraharee.com/handling-restraining-techniques-of-farm-animals/
  5. https://www.mdpi.com/2076-2615/14/7/1112 Movements after Captive Bolt Stunning in Cattle and Possible Animal- and Process-Related Impact Factors—A Field Study
  6. https://food.ec.europa.eu/document/download/077686aa-5832-4b4d-98c8-201240546f6f_en?filename=aw_prac_slaughter_factsheet-2018_stun_cattle_en.pdf
Animal Welfare

Animal Welfare

Animal welfare atau kesejahteraan hewan menurut Kode Terestrial OIE berarti keadaan fisik dan mental hewan dalam kaitannya dengan kondisi di mana ia hidup dan mati. Sedangkan konsep kesejahteraan hewan mencakup 3  elemen, yaitu fungsi biologis normal hewan (memastikan hewan itu sehat dan bergizi baik), keadaan emosinya (tidak ada emosi negatif seperti rasa sakit dan ketakutan kronis), dan kemampuannya untuk mengekspresikan perilaku normal tertentu. Tidak semua perilaku sama pentingnya dalam hal kesejahteraan hewan. Dari sudut pandang praktis, kita bisa melihat dari ada tidaknya respons stres atau perilaku abnormal ketika hewan mendapatkan suatu perlakuan.

Prinsip kesejahteraan hewan meliputi ‘5 FREEDOM’.  Sejak tahun 1965 kebebasan ini sudah diakui secara luas dan menggambarkan harapan masyarakat terhadap kondisi yang harus dialami hewan ketika berada di bawah kendali manusia, yaitu bebas dari kelaparan, kekurangan gizi dan kehausan; bebas dari ketakutan dan kesusahan; bebas dari tekanan panas atau ketidaknyamanan fisik; kebebasan dari rasa sakit, cedera dan penyakit; dan bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normalnya.

Nutrisi.  Faktor yang melibatkan akses hewan ke makanan dan air yang cukup, seimbang, bervariasi, dan bersih. Hal ini berarti kita sebagai peternak/pemilik hewan harus menjamin ternak/hewan yang kita pelihara tidak merasakan kelaparan dan kehausan yang berkepanjangan. Kita bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dan minumnya.
Lingkungan. Faktor yang menimbulkan kenyamanan melalui suhu, substrat, ruang, udara, bau, kebisingan, dan prediktabilitas. Artinya kita harus menyediakan tempat/kandang yang baik, nyaman untuk istirahat dan beraktifitas.
Kesehatan. Faktor yang memungkinkan terjaganya kondisi kesehatan. Tidak adanya penyakit, cedera dan gangguan kesehatan lainnya dengan tingkat kebugaran yang baik. Jadi kita bertanggung jawab untuk melaksanakan manajemen pemeliharaan yang baik, baik itu dengan pemberian vaksin ataupun vitamin. Selain itu, jika kita harus melakukan prosedur kebiri, potong ekor/gigi/tanduk, operasi sesar maka harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan menimbulkan rasa sakit yang minimal.
Perilaku. Faktor yang memberikan tantangan lingkungan yang bervariasi, baru dan menarik. Ternak/hewan yang kita pelihara bisa tetap berekspresi sesuai dengan habitat aslinya sehingga ada keseimbangan dari aspek negatif dan positif saat mereka didomestikasi. Hubungan antara manusia dan ternak/hewan idealnya harus baik, sehingga mereka tidak ada rasa takut dengan kehadiran kita.
Keadaan Mental. Jika kita sebagai peternak/pemilik hewan yang mampu menghadirkan situasi positif dalam empat domain fungsional sebelumnya, maka keadaan mental ternak/hewan juga akan mendapat manfaat dari sebagian besar keadaan positif. Kita harus mampu menghadirkan kesenangan, kenyamanan, atau vitalitas sambil mengurangi keadaan negatif seperti ketakutan, frustrasi, kelaparan, rasa sakit, atau kebosanan.

International_Standards_for_Animal_Welfare

Istilah “kesejahteraan hewan” semakin banyak digunakan oleh perusahaan, konsumen, dokter hewan, politisi, dan lainnya, namun bisa memiliki arti yang berbeda satu sama lain tergantung sudut pandangnya. Di masa lalu, dokter hewan dan peternak melihat kesejahteraan hewan terutama dari segi tubuh dan lingkungan fisik, yang mencakup perkandangan dan pakan misalnya.

Penelitian tentang aspek kesejahteraan hewan juga berfokus pada tubuh untuk memeriksa bagaimana hewan mengatasi lingkungannya, namun ada batasan terkait genetika. Kita mungkin bisa  menghasilkan fisik/perbaikan genetik yang diinginkan, tetapi kondisi mental ternak/hewan sebenarnya  terganggu. Selain itu, dalam menilai apakah status kesejahteraan yang diberikan dapat diterima secara moral atau tidak, ilmuwan kesejahteraan hewan juga harus menyadari bahwa berdasarkan ilmiah, definisi operasional kesejahteraan hewan tentu akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman moral masyarakat juga.

Kesejahteraan hewan tidak hanya mencakup keadaan tubuh ternak/hewan, tetapi juga perasaannya. Sebagian besar akan setuju bahwa hewan juga memiliki perasaan (senang, takut, frustrasi) dan ini  adalah kondisi penting yang harus dipenuhi jika kita memutuskan untuk memelihara mereka. Ketika kita menjalankan usaha peternakan (unggas, ruminansia, babi dll), jika semua aspek pemeliharaan yang meliputi perkandangan, vaksinasi dan medikasi, pakan, biosekuriti dan lainnya dipenuhi maka ternak akan memberikan performa yang baik. Namun, jika kita memelihara asal-asalan, maka ternak/hewan akan tidak nyaman dan akhirnya terserang penyakit. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal.

Terkait dengan pendekatan berbasis perasaan, pada dasarnya hewan akan hidup dengan baik jika mereka dapat berprilaku sesuai dengan kodratnya. Ketika kita memutuskan untuk memelihara mereka di lingkungan kita, penderitaan fisik (kepanasan/kedinginan) dan penderitaan mental (ketakutan, stress) adalah aspek yang harus ditimbangkan sehingga kita mampu memenuhi 5 kebebasan yang diperlukan ternak/hewan kita. Jika kita adalah peternak atau pemilik hewan, maka kita sekali lagi harus harus menjamin kesehatan hewan yang kita pelihara. Kita bisa juga berperan dalam menjaga kesejahteraan hewan dengan minimal tidak menyiksa hewan-hewan liar/terlantar, memberikan pakan atau mengadopsi.

Penerapan animal welfare di Indonesia. Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa peraturan mengenai kesejahteraan hewan ini, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Pada pasal 66A dijelaskan  bahwa “Setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”. Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan ancaman pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan”. Dari peraturan tersebut, jelaslah bahwa kita harus memenuhi kesejaahteraan hewan dan dilarang berperilaku buruk terhadap hewan.

Hukum kesejahteraan hewan Indonesia memiliki banyak aspek positif. UU 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang merupakan bagian utama dari undang-undang kesejahteraan hewan,  banyak didukung oleh peraturan atau bekerja sama dengan undang-undang lain yang mengatur industri yang berbeda dan spesies hewan.  Peraturan 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Hewan, dan UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan mereka Ekosistem adalah salah satunya.

Banyak bagian dari undang-undang kesejahteraan hewan Indonesia selaras dengan 5 Kebebasan, atau standar internasional lainnya yang diakui, seperti standar kesejahteraan hewan OIE. Hal ini terutama lazim dalam undang-undang tentang peternakan. Demikian pula, Unit Kejahatan Satwa Liar Indonesia yang berdedikasi dan pertemuan kesejahteraan hewan dua tahunan patut diapresiasi. Pemerintah Indonesia juga menunjukkan partisipasi aktif dalam isu kesejahteraan hewan regional melalui keanggotaannya di ASEAN. Pemerintah Indonesia juga memperbarui KUHP mereka tentang hukuman atas kekejaman terhadap hewan, menunjukkan adanya kemauan politik di tingkat nasional untuk perubahan positif bagi kesejahteraan hewan.

Referensi :

  1. https://www.oie.int/en/what-we-do/animal-health-and-welfare/animal-welfare/
  2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC340178/ What is animal welfare? Common definitions and their practical consequences
  3. https://imakahi.fkh.ugm.ac.id/2018/04/28/kajian-seberapa-pentingkah-animal-welfare/
  4. https://api.worldanimalprotection.org/country/indonesia
  5. https://www.fawec.org/media/com_lazypdf/pdf/fs1-en.pdf What is animal welfare?
  6. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1090023311002048 Animal welfare: At the interface between science and society
error: Content is protected !!