Biosekuriti pada Peternakan Babi

Biosekuriti pada Peternakan Babi

Persepsi tentang pentingnya kesehatan hewan dan hubungannya dengan biosekuriti semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena adanya penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan Porcine Epidemic Diarrhoea (PED). Biosekuriti yang lebih baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan berkontribusi mengurangi penggunaan antibiotik. Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan langkah-langkah yang bertujuan untuk mengurangi resiko kemungkinan masuknya patogen (eksternal) dan penyebaran patogen lebih lanjut di dalam peternakan (internal).

Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit idealnya menjadi referensi dalam menentukan strategi biosekuriti di lapangan. Dalam menyusun program biosekuriti yang efektif, dokter hewan harus mengetahui bagaimana penyakit ditularkan, resiko dan kepentingannya, tindakan mitigasi mana yang dianggap lebih efektif dan bagaimana mengevaluasi biosekuriti yang dijalankan dan perubahan yang mungkin diperlukan. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini kita akan belajar bersama tentang tinjauan teknis yang bisa menjadi sumber informasi mengenai langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal untuk mengurangi resiko penyakit pada peternakan babi, epidemiologi penyakit serta analisis resiko dan penilaian biosekuriti.

Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan hewan dan produktivitas ekonomi. Selain itu, pencegahan juga penting untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat ketika patogen zoonosis menjadi perhatian. Biosecurity mencakup semua aspek pencegahan patogen masuk dan menyebar dalam kelompok hewan. Penerapan langkah-langkah biosekuriti di sepanjang rantai produksi meminimalkan risiko masuknya patogen baru ke dalam peternakan, serta penyebarannya di dalam peternakan. Namun demikian, implementasi program biosekuriti yang berkelanjutan dan peningkatannya yang berkelanjutan masih menjadi tantangan bagi banyak peternakan babi.

Konsep biosekuriti pada peternakan babi global ada sejak dekade 1960, dimana produksi babi bergeser secara progresif dari sistem peternakan kecil skala keluarga menuju industri skala besar.  Lalu pada dekade 1980, konsep “minimal disease” atau “specific-pathogen free farms” mulai umum dan mengarah pada konsep biosekuriti yang lebih modern. Definisi awal tentang biosekuriti adalah sebagai bentuk keamanan dari penularan penyakit menular, parasit dan hama. Konsep dan persepsi penyakit telah berubah dari level individu ke peternakan dan dari peternakan ke wilayah karena hal ini menjadi salah satu elemen kunci dalam keberhasilan produksi ternak babi.

BIOSEKURITI EKSTERNAL

Secara umum, biosekuriti eksternal dapat dipahami secara intuitif sebagai pemblokiran peternakan dari bahaya yang datang dari dunia luar. Tindakan ini berfungsi sebagai penghalang fisik yang melarang/membatasi masuknya hewan, manusia, atau kendaraan tertentu.

Lalu lintas ternak. Pengenalan induk pengganti/masuknya hewan baru atau penggunaan semen menjadi faktor resiko tertinggi dalam penularan patogen baru jika kita tidak mengerti asalnya. Untuk menjaga produktifitas ternak babi tetap baik, maka proses peremajaan induk harus dilakukan. Minimal dalam 2-2,5 tahun, umumnya populasi indukan akan berganti agar usaha peternakan tetap optimal. Calon induk bisa diperoleh dari produksi kandang sendiri dengan memilih anakan betina unggul yang dihasilkan, atau membeli dari peternakan lain yang terpercaya. Namun, membeli calon induk dari luar ini ada konsekwensi ganda, yaitu semakin tinggi frekuensi entri baru, semakin tinggi kemungkinan masuknya patogen baru dan semakin tinggi tingkat penggantian induk, semakin sulit mempertahankan level kekebalan dalam kawanan terhadap patogen yang sudah ada di kandang.

Dengan asumsi bahwa masih banyak peternakan yang bergantung pada calon induk eksternal, maka cara pengelolaan hewan baru tersebut akan menjadi kunci keberhasilan. Proses  karantina harus dilakukan untuk memastikan calon induk baru tidak menjadi sumber penularan patogen baru di kandang kita, baru kemudian dilanjutkan dengan proses aklimatisasi untuk mengenalkan calon induk dengan patogen yang sudah bersirkulasi dikandang dan beradaptasi sehingga saat nanti dimasukkan dalam kawanan sudah siap. Proses karantina yang dirancang dan dikelola dengan baik adalah tindakan paling efektif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan masuknya patogen eksternal.

Jika kita baru mengawali usaha peternakan babi, proses karantina harus dikelola dalam sistem all-in/all-out (AIAO) yang ketat untuk menghindari potensi penularan patogen antar batch calon induk yang berbeda. Peternak idealnya harus sudah menetapkan target produksi, kapasitas kandang dan memikirkan alur pemasukan ternak dengan baik agar performa yang dihasilkan stabil. Sistem AIAO ini bisa dilakukan dengan intervensi penggunaan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus pada calon induk. Ingat, semakin besar jumlah batch kawanan induk/calon induk, maka semakin besar ruang yang dibutuhkan untuk menampungnya.

Lokasi kandang karantina yang ideal adalah >1 km dari unit kandang babi lainnya. Jarak ini relatif aman untuk mengantisipasi penularan sebagian besar patogen, terutama yang melalui udara dan juga menurunkan resiko penularan karena vektor hewan pengerat, lalat, dll. Yang patut menjadikan perhatian adalah virus Aujeszky, virus penyakit mulut dan kuku (PMK), porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS), dan bakteri Mycoplasma hyopneumoniae karena telah dilaporkan berpotensi ditularkan melalui udara dari radius yang lebih jauh.

Peternakan modern telah menambahkan filter udara khusus untuk mengantisipasi tantangan ini. Filter HEPA adalah gold standard untuk penyaringan udara karena dapat menahan debu atau partikel yang berukuran mikron. Dalam kondisi laboratorium, kombinasi filter halus (EU kelas M dan F) menghasilkan efektifitas penyaringan > 98% terhadap virus equine arteritvis dan > 99,9% terhadap bakteri Actinobacillus pleuropneumoniae (APP), sedangkan filter MERV 14 (EU 8) atau filter polypropylene berlapis yang diperlakukan dengan senyawa mikrobiosidal sepenuhnya efisien untuk memblokir virus PRRS atau M. hyopneumoniae.

Lalu, berapa lama proses karantina yang baik? Hal ini tergantung 3 elemen, yaitu masa inkubasi penyakit yang terdeteksi, durasi penularan penyakitnya dan waktu untuk menegakkan diagnosa. Observasi status kesehatan ini dilakukan dengan pemeriksaan calon induk setiap hari, dan jika ditemukan hasil positif patogen yang tidak diinginkan, maka isolasi juga harus diperpanjang sampai status kesehatannya baik sebelum lanjut ke proses aklimatisasi.

Perlu dicatat bahwa proses karantina dan aklimatisasi adalah konsep yang agak bertentangan dan berbeda. Karantina bertujuan untuk menghindari masuknya patogen yang dibawa oleh hewan baru yang masuk sehingga mewajibkan meminimal kontak (lokasi sebaiknya terpisah), sedangkan aklimatisasi adalah proses lanjutannya yang dilakukan untuk mengembangkan kekebalan terhadap patogen yang ada di peternakan yang  membutuhkan kontak dekat antara hewan baru baru dan kawanan yang sudah ada di kandang ataupun dengan vaksinasi.

Lalu lintas Orang dan Kendaraan. Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk penularan penyakit di peternakan. Peternakan biasanya menerima kunjungan orang dan kendaraan baik itu pekerja kandang, dokter hewan, tukang, pengangkutan bahan pakan dan bangkai. Fomites (sepatu bot, pakaian, peralatan dll)  dan orang melalui kulit yang terkontaminasi dapat menyebarkan patogen seperti Salmonella, PRRS, PED, TGE, Brachyspira atau Lawsonia.

Risiko yang terkait dengan kunjungan dapat diminimalkan dengan kombinasi tindakan penghalangan dan peraturan yang membatasi lalu lintas ke area pemeliharaan ternak. Sebaiknya hanya yang berkepentingan saja yang memiliki akses ke dalam lokasi kandang atau jika memang harus masuk maka ada peraturan yang harus ditaati untuk meminimalkan risiko.

Penetapan batasan area bersih dan kotor sangatlah penting.  Bersihkan area yang berada di dalam perimeter peternakan dan  yang bersentuhan dengan ternak babi. Pintu masuk, dinding, kamar mandi, ruang ganti, jalur transportasi harus dibedakan dengan jelas sehingga tidak ada yang boleh melintasi area kotor menuju area bersih tanpa didekontaminasi.

Pagar pembatas dengan pintu tertutup permanen sebaiknya hanya bisa dibuka dari dalam lokasi peternakan, sedangkan pagar keliling juga penting untuk membatasi akses hewan liar seperti babi hutan, anjing, kucing dll. Area parkir sebaiknya ada diluar peternakan, terlebih kendaraan yang tamu.

Kendaraan, pengemudi dan pekerja yang terlibat pengiriman bahan pakan atau mengumpulkan hewan mati sebaiknya juga dipikirkan dengan matang agar kontak bisa diminimalkan. Penempatan gudang pakan/silo, sebaiknya diluar area kandang sehingga mobil tidak mempunyai akses untuk kontak dengan ternak. Sedangkan untuk penanganan hewan mati/bangkai, sebaiknya juga ada jalur khusus yang berbeda dan tidak melewati area ternak sehingga kendaraan pengangkut bangkai ini mudah dalam mengakses tempat penampungan bangkai yang ditempatkan di luar pagar pembatas dan menghindari truk pengumpul memasuki peternakan.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan aturan untuk memasuki fasilitas yang berhubungan langsung dengan ternak. Dalam kondisi apapun kendaraan, pengemudi, atau personel asisten lainnya tidak boleh melakukan kontak dengan hewan jika tidak ada keperluan, karena kotoran yang terkontaminasi dalam jumlah kecil di alas kaki/pakaian pengemudi cukup untuk menginfeksi peternakan. Jika ada dokter hewan luar yang perlu masuk ke lokasi kandang, sebaiknya sudah mendapatkan persetujuan terkait maksud dan tujuannya.

Idealnya, prosedur biosekuriti sebelum masuk ke lokasi ternak mewajibkan minimal 24-48 jam sebelumnya tamu tidak ada kontak dengan ternak lain. Di peternakan dengan standar yang baik membutuhkan setidaknya mencuci tangan/mandi, mengganti pakaian luar dan sepatu bot, semprot/celup desinfektan dan sinar UV untuk barang-barang bawaan (HP, laptop dll) karena  resiko penularan dari kontaminasi rambut atau adanya patogen di mukosa oronasal.

Terkait ancaman African Swine Fever (ASF) saat ini, maka konsumsi produk daging babi di peternakan harus dihindari.

Transportasi hewan. Walaupun masih termasuk kendaraan, akan tetapi kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut hewan antar peternakan atau ke rumah jagal dan pengemudinya dapat memiliki peran penting dalam transmisi patogen antar peternakan. Bagaimana sebaiknya pengaturannya?

Kendaraan ini sebaiknya memang diinvestasikan khusus untuk transportasi ternak yang aman saja. Sebaiknya truk yang ditujukan untuk pengangkutan calon induk, tidak boleh digunakan untuk mengangkut hewan ke rumah potong hewan.  Oleh karena itu, membuat daftar batasan untuk setiap kendaraan beserta desain rutenya akan menjadi langkah pertama yang krusial, kemudian penetapan prosedur proses pembersihan dan disinfeksi truk harus dilakukan secara terencana dan teliti.

Agar pembersihan dan disinfeksi kendaraan ini efektif, maka  prosesnya harus mencakup pembersihan bahan organik terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembersihan dengan air (sebaiknya air panas dan sabun/kerak), lalu dikeringkan dan terakhir baru proses desinfeksi dengan desinfektan. Jadi pastikan materi organik dari setiap sudut dan ceruk di bak truk bisa dibersihkan agar kinerja desinfektan bisa optimal. Tantangan terjadi di musim dingin, karena pengeringan truk secara alami bisa memakan waktu berhari-hari.

Proses transportasi ternak adalah salah satu situasi paling kritis karena terkait kontak hewan di peternakan dengan kendaraan dan atau orang dari luar peternakan. Dengan situasi tantangan ASF saat ini, pendekatan terbaik untuk meminimalkan risiko adalah membangun lokasi khusus untuk bongkar muat di lingkungan kandang (perbatasan area bersih/kandang dan kotor/area truk parkir) atau meeting point yang agak jauh dari area kandang (kendaraan penjual dan pembeli bertemu dengan tetap meminimalkan kontak).

Lingkungan. Lokasi peternakan yang saling berdekatan juga menjadi tantangan tersendiri. Probabilitas infeksi karena lokasi peternakan akan bervariasi dan dipengaruhi oleh populasi, jenis peternakan (pembibitan/penggemukan), keberadaan rumah pemotongan hewan (RPH), tempat pembuangan sampah atau bangkai dalam radius 1 km ke peternakan dapat meningkatkan kemungkinan tersebut.

Salah satu kemungkinan jalur penularan patogen antar tetangga adalah penyebaran melalui udara yangmana juga bervariasi tergantung kondisi cuaca dan kondisi tanah. PMK bisa menular hingga 10 km lebih, apalagi saat terjadi kelembaban tinggi > 60%, kecepatan angin rendah dengan arah stabil, suhu di < 27C dan tidak ada curah hujan. Untuk PRRSV, salah satu faktor utama kelangsungan hidup virus di aerosol adalah suhu dengan waktu paruh yang sangat singkat (kurang dari 30 menit) pada suhu 20C. Dalam kasus PRRSV, studi selama 2 tahun menunjukkan bahwa suhu dingin, tingkat sinar matahari yang rendah, angin dengan kecepatan rendah bersamaan dengan hembusan, peningkatan kelembaban dan tekanan adalah kondisi yang lebih mungkin mendukung transmisi via udara.

Jalur via udara, penularan patogen terkait dengan lingkungan adalah hewan pengerat, vektor mekanis seperti lalat, dan hewan lain (anjing, kucing) atau burung. Hewan pengerat, tikus, walaupun radius aksinya normal <150 m ternyata dapat menjadi pembawa banyak patogen yang menyerang babi, seperti beberapa serovar Salmonella, Leptospira, Yersinia pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis. Lalat yang mempunyai radius terbang 2-3 km dapat bertindak sebagai vektor mekanik untuk penularan PRRS, Streptococcus suis, atau Brachyspira spp. 

Beberapa spesies burung telah dikaitkan dengan wabah penyakit penyakit seperti TGE, Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdisenteriae dan E. coli dan dapat bertindak sebagai reservoir. Penempatan jaring biasanya cukup membantu mengurangi resiko ini.

Pakan dan air. Bahan pakan itu sendiri umumnya tidak menimbulkan risiko karena kondisi higienis dalam produksi, terutama jika pakan tersebut diberi perlakuan panas. Misalnya, pembuatan pelet mampu menghilangkan porcine epidemic diarrhea virus (PED) dari bahan  pakan yang terkontaminasi. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa virus PED, ASF, senecavirus-A (SVA), CSF(classical swine fever/hog cholera), Pseudorabies (PRV), dan PMK dapat ditemukan didalam bungkil kedelai, suplemen vitamin D, lisin dan kolin.

Strategi mitigasi proaktif terkait rantai bahan baku bisa dilakukan dengan mengembangkan fasilitas penyimpanan dan menentukan jadwal sampling untuk bahan yang dianggap berisiko lebih tinggi. Batasi lalu lintas orang (karyawan di pabrik pakan dan pengunjung, seperti tamu, supir truk, dan orang subkontraktor) dan kendaraan yang beresiko mengkontaminasi fasilitas pembuatan pakan.

Penambahan aditif seperti asam organik (format, laktat atau propionat), asam lemak dan minyak esensial telah terbukti memiliki khasiat melawan patogen tertentu. Penambahan formaldehyde telah terbukti efektif dalam mencegah risiko yang terkait dengan PED dan Salmonella, selain juga dapat menyebabkan perpindahan bakteri yang merugikan pada usus babi.  Mengingat pentingnya pakan untuk ternak, maka sangat disarankan untuk membeli dari pemasok yang memiliki reputasi baik dengan sistem jaminan mutu yang diakui.

Terkait dengan kontaminasi air minum, penyakit yang secara klasik dikaitkan adalah leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lain dapat mencemari air. Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan fekal-oral berpotensi terbawa melalui air, oleh karena itu, kualitas bakteriologis air harus diperiksa secara rutin minimal 1x setahun. Biofilm pada tangki dan pipa harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur, selain juga pengolahan sumber air merupakan alat penting dalam manajemen risiko. Teknik pengolahan air umum yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan kontaminan kimia dan biotik secara fisik melalui filtrasi (sistem reverse osmosis dan/atau menonaktifkan patogen dengan menerapkan sinar ultraviolet atau disinfektan oksidan kimia seperti klorin, kloramin dan ozon.

BIOSEKURITI INTERNAL

Biosekuriti internal bertujuan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran patogen setelah peternakan terinfeksi. Hal ini meliputi langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan ternak, kebersihan umum fasilitas, pembersihan dan disinfeksi dan, dan juga personel.

Manajemen. Langkah-langkah terkait managemen ini bertujuan untuk mengelola ternak dengan mengontrol alur pemeliharaan untuk menghindari pencampuran babi dari kelompok umur yang berbeda. Pengaturan alur ini dapat dicapai dengan penerapan ketat sistem AIAO yang dilengkapi dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas untuk kelompok hewan baru.

Sistem AIAO dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen sehingga mampu mengurangi jumlah dan variasi aplikasi penggunaan obat di peternakan. Walaupun demikian, kontrol alur ini ternyata belum cukup untuk kontrol semua penyakit, terutama untuk penyakit-penyakit yang penularannya dapat terjadi saat persalinan seperti PRRS, cross fostering, bahkan di antara ternak dalam satu kawanan yang sama.

Yang perlu kita pahami saat memelihara ternak babi adalah bahwa induk babi yang kita pelihara menjadi reservoir bagi banyak patogen yang ada di lokasi peternakan. Oleh karena itu, sejak akhir 1970-an sistem penyapihan dini mulai dipelajari dan dipraktekkan untuk mencegah penularan patogen sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu, walaupun hal ini sedikit mengabaikan aspek animal welfare.

Hal praktis lainnya yang juga harus diperhatikan adalah menetapkan rutinitas kerja bagi anak kandang untuk  mengatur lalu lintas orang. Rekomendasi yang ideal dalam handling ternak adalah membuat alur kerja mengikuti alur babi, yaitu dari yang umur muda ke yang lebih tua. Jadi pekerja yang sudah bekerja di unit penggemukan tidak boleh masuk ke kandang pembibitan untuk meminimalkan resiko.

Fasilitas Kandang. Desain dan bahan kandang, alas dan partisi/pembatas antar pen serta segala fasilitasnya harus berkontribusi mengurangi resiko penularan penyakit atau menghambat penyebarannya. Saat memulai usaha peternakan babi, maka sangat disarankan untuk merancang layout kandang yang baik sehingga alur pemeliharaan memungkinkan untuk ternak berpindah ke fase pemeliharaan selanjutnya tanpa melewati kandang bacth yang lebih muda.

Pengaturan untuk pekerja bisa dibedakan areanya dengan identitas yang berbeda (seragam, sepatu bot atau cat tembok yang berbeda antar fase pemeliharaan) sehingga pelanggaran wilayah kerja bisa diminimalkan karena pekerja dengan mudah akan teridentifikasi.

Contoh, lantai logam dan plastik lebih bersih baik digunakan untuk kandang melahirkan, walaupun mungkin sedikit kurang nyaman untuk ternak dan alas jerami mungkin lebih nyaman, tetapi meningkatkan risiko wabah diare. Sistem ventilasi juga harus ditambahkan agar sirkulasi lebih baik dan mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan, terutama patogen pernapasan.

Pembersihan dan Desinfeksi Kandang. Mirip dengan proses pada truk, kandang juga harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah organik, lalu dicuci dengan air sabun/air panas, bilas dan dikeringkan, baru kemudian di desinfeksi.  Streptococcus suis dapat diantisipasi dengan penggunaan desinfektan yang mengandung senyawa fenil, klorin, dan yodium.

Kemudian terkait tindakan higienis saat pemberian vaksin dan obat-obatan, managemen jarum suntik harus dijalankan dengan baik. Seringkali pekerja melihat penggantian jarum sebagai pemborosan waktu sehingga perlu diingatkan dan dimonitor agar transmisi penyakit karena penggunaan jarum tidak dilakukan.  Idealnya adalah 1 induk 1 jarum, atau 1 jarum untuk 1 induk dan anak sekelahirannya.

Pekerja Kandang. Personel yang bekerja di peternakan juga memegang peran penting untuk menjaga biosekuriti internal. Misalnya, seorang pekerja di fase penggemukan tidak boleh pergi ke kandang breeding melahirkan. Untuk memudahkan, umumnya ada pewarnaan area dinding, alas kaki/bot dan pakaian seragam yang berbeda antar fase pemeliharaan.

Penggunaan sarung tangan, mencuci tangan secara berkala, dan perawatan footbath untuk merendam alas kaki akan mengurangi dampak pekerja yang bertindak sebagai sumber penularan. Khusus untuk foot bath membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk menghindari penumpukan bahan organik yang berlebihan yang berpotensi menurunkan kinerja desinfektan. Waktu kontak menjadi point utama dalam pemilihan disinfektan mengingat proses ini berjalan relatif cepat. Jika di lokasi peternakan tidak tersedia footbath, maka paling ideal adalah memiliki alas kaki khusus di setiap fase pemeliharaan.

Agar proses desinfeksi optimal, sangat disarankan untuk terlebih dahulu membersihkan sepatu bot dari material organik dengan menggunakan sikat dan air sabun, baru diikuti proses perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam larutan disinfektan minimal 5 menit. Larutan desinfektan sebaiknya juga diganti setiap hari.

PENILAIAN BIOSEKURITI.

Tidak ada sistem yang sempurna, oleh karena itu saat sebuah peternakan sudah merancang dan menerapkan program biosekuriti harus tetap dilakukan evaluasi secara berkala. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti mana yang harus ditingkatkan atau diterapkan terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan pengenalan dan/atau penyebaran penyakit. Evaluasi ini  memungkinkan untuk meningkatkan manajemen risiko yang terkait dengan penularan penyakit baik di tingkat peternakan maupun di tingkat wilayah sehingga juga mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran pada peternak, pekerja dan dokter hewan.

Menilai list program biosekuriti juga termasuk mengukur rute potensial untuk penularan penyakit. Survei terkait epidemiologi termasuk pertanyaan yang mengevaluasi langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal yang diterapkan pada berbagai rute pengenalan dan penyebaran patogen dapat digunakan.

Penilaian Berdasarkan Skor. Penilaian biosekuriti ini yang paling umum dilakukan yang didasarkan pada nilai standart yang ditetapkan tenaga ahli biosekuriti.

Beberapa sistem penilaian sudah dikembangkan, antara lain adalah yang dikembangkan peneliti  dari Universitas Ghent (Biocheck UGent™), dimana nilai praktik biosekuriti dan jalur yang berbeda untuk penularan penyakit dikalikan dengan faktor bobot yang memperhitungkan kepentingan relatifnya, sehingga memperoleh skor berbasis risiko. Sistem evaluasi diatas serupa dengan sistem BioAsseT. Selain evaluasi yang bersifat umum, ada juga dilaporkan sistem yang secara khusus mengevaluasi untuk patogen tertentu (PRRS, Brachyspira hyodysenteriae, Mycoplasma hyopneumoniae). Beberapa metode statistik untuk mengembangkan skor biosekuriti berdasarkan peringkat praktik biosekuriti menurut kepentingannya juga jamak diterapkan di peternakan.

Penilaian Biosecurity dengan Probabilitas. Model statistik multivariat, Bayesian Belief Networks dan mesin algoritma adalah beberapa model statistik yang digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya penyakit dan untuk mengevaluasi dampak penerapan program biosekuriti. Metode ini mungkin berguna untuk pengembangan alat untuk mengukur, membandingkan, dan mengelola praktek biosekuriti.

Penilaian resiko kuantitatif yang dijelaskan oleh OIE mungkin juga berguna untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit dan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti berdasarkan dampaknya terhadap kemungkinan penularan penyakit. Tujuan akhir dari analisis risiko adalah untuk memberikan bukti yang mendukung keputusan yang diambil untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit. Model ini mempertimbangkan jalur dan peristiwa yang berbeda dimana patogen dapat diperkenalkan dan ditransmisikan. Probabilitas didasarkan pada pengetahuan terbaik saat itu dengan mempertimbangkan ketidakpastian/variabilitas, dan kemudian ditentukan probabilitas untuk setiap jalur dan secara global dengan indikasi interval kepercayaan. Model penilaian risiko kuantitatif terutama digunakan untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit di tingkat negara dan untuk penyakit tertentu.

Model penilaian resiko kuantitatif juga memiliki beberapa keterbatasan karena rumit, memakan waktu dan membutuhkan banyak data yang tidak selalu tersedia. Namun demikian, metode ini membantu dalam memperkirakan kemungkinan masuknya penyakit berdasarkan praktek biosekuriti yang ada sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan mengenai tindakan biosekuriti apa saja yang harus diprioritaskan.

Desain dan Implementasi Program Biosekuriti. Program biosekuriti dapat dirancang untuk penyakit tertentu dan fokus pada langkah-langkah terhadap penyakit itu, atau bisa lebih umum dan dapat dirancang untuk mengurangi resiko yang umum terhadap beberapa penyakit yang berbeda. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daftar penyakit yang bersirkulasi di peternakan dan resiko penyakit lain tidak diinginkan, untuk kemudian dilakukan identifikasi rute penularan yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat disiapkan di tempat yang paling efektif.

Setelah program disepakati, maka untuk pelaksanaanya harus dibuat aturan yang detail yang menjelaskan langkah demi langkah tindakan yang akan diterapkan serta disosialisasikan ke seluruh pekerja yang terlibat di peternakan. Training dan pelatihan biosekuriti ini idealnya dilakukan secara periodik untuk menjaga level kewaspadaan tetap tinggi, karena jika program berhasil terkadang bisa membuat kita lengah dan terjadi pelonggaran dalam penerapannya dilapangan. Program ini harus dipahami oleh semua tanpa terkecuali dan ada team khusus yang mengawasi.

Faktor lain yang berdampak besar dalam penerapan langkah-langkah biosekuriti adalah persepsi resiko penyakit dan konsekuensinya di peternakan. Tantangan terbesar praktek biosekuriti ini umumnya terjadi di lingkungan komplek peternakan, dimana tidak semua peternak memiliki pemahaman dan level biosekuriti yang sama. Kekompakan seringnya baru terwujud ketika wabah sudah terlanjur masuk ke area peternakan.  Seharusnya, program biosekuriti dalam suatu komplek peternakan bisa disinergikan sehingga potensi penularan penyakit antar tetangga bisa diminimalkan saat ada wabah terjadi.  Jadi semua peternak harus berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit.

Kesimpulan
Biosekuriti menjadi elemen penting dalam produksi ternak, khususnya dalam sistem pemeliharaan intensif di peternakan skala industri. Upaya menghindari pengenalan patogen baru dan membatasi penyebarannya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan babi, produktivitas peternakan dan juga akan berkontribusi pada kesehatan masyarakat.  Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemiologi penyakit babi akan berkontribusi pada desain program biosekuriti yang tepat sasaarn. Pastikan semua pihak yang terkait ikut berpartisipasi dan terlibat, serta lakukan evaluasi dan training berkelanjutan untuk menjaga tingkat kewaspadaan tetap tinggi. Baca juga : Biosekuriti di Era New Normal

Referensi :

  1. https://link.springer.com/article/10.1186/s40813-020-00181-z Biosecurity in Pig Farm : a review
Inseminasi Buatan pada Peternakan Babi

Inseminasi Buatan pada Peternakan Babi

Teknologi reproduksi terus mengalami perkembangan, termasuk inseminasi buatan (IB) yang telah berhasil digunakan pada peternakan babi selama beberapa dekade. IB sangat penting untuk mengatasi tantangan masa depan dalam industri babi dan untuk meningkatkan produktivitas. Kita saat ini akan belajar bersama terkait IB, baik dari sisi sejarah, managemen reproduksi dan teknik aplikasinya.

https://www.researchgate.net/publication/298938043_An_overview_of_swine_artificial_insemination_Retrospective_current_and_prospective_aspects

 

Perkembangan IB di Dunia

Keberhasilan beternak babi dengan inseminasi buatan (IB) dapat dikaitkan dengan peningkatan fertilitas, efisiensi tenaga kerja, genetika, dan produksi. Metode IB pada peternakan babi telah dimulai tahun 1926 – 1940 di Rusia, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Peralihan industri produksi babi dari proses kawin alami ke IB dilaporkan di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya pada tahun 1960-an dan 50-75% peternakan komersial sudah menggunakan IB pada tahun 1980-an, dimana tahun itu juga telah didirikan pusat IB dengan sejumlah besar babi ditempatkan untuk produksi semen. Pada tahun 1990-an, sebagian besar babi komersial di Eropa telah dihasilkan melalui penggunaan proses IB. Pada tahun 2000, peningkatan penggunaan IB di seluruh dunia telah terjadi dengan beberapa negara membiakkan hampir semua babi dengan IB. Adopsi di banyak negara berkembang juga terjadi meskipun ada keterbatasan infrastruktur yang signifikan.

Perkembangan yang signifikan memang terlihat dari penggunaan IB. Catatan industri yang melibatkan ratusan ribu induk babi menunjukkan bahwa sejak tahun 1990  tingkat reproduksi untuk farrowing mencapai 80-90% dengan jumlah anakan 11-13 ekor. Sedangkan tahun 2014, untuk 1,3 juta induk babi menunjukkan tingkat farrowing 86% dengan jumlah anakan 14 ekor.  Saat ini, IB juga berfungsi sebagai pintu gerbang teknologi reproduksi baru seperti sexed semen, cryopreserved sperm, dan metode baru untuk transfer gen.

Keunggulan IB

Untuk produksi ternak, keunggulan IB telah diketahui pada tahun 1950-an. Teknik IB ini memungkinkan pengumpulan pejantan unggul di satu lokasi untuk memproduksi ratusan dosis semen IB yang dapat disimpan untuk waktu yang lama sebelum dikirim ke peternakan yang berbeda pada jarak yang jauh. Semen dapat disimpan dalam bentuk beku selama berbulan-bulan sampai  bertahun-tahun. Keuntungan menggunakan IB pada peternakan babi yaitu 1) hanya sedikit atau tidak ada pejantan  yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya pakan, kandang, dan medis. 2) dapat menghemat waktu dan tenaga selama musim kawin jika dibarengi dengan sinkronisasi estrus. 3) dengan manajemen yang tepat, biosekuriti yang baik, komitmen waktu, dan keterampilan operator kandang akan mampu meningkatkan kualitas ternak karena proses perbaikan genetik yang terjadi.

Program perbaikan genetik sangat mungkin dilakukan dengan metode IB, karena kita bisa melakukan kawin silang sesuai dengan tujuan peternakan kita. Fondasi dari sistem ini bergantung pada pemeliharaan breed murni dan seleksi di dalamnya untuk perbaikan dan distribusi gen-gen pilihan tersebut di seluruh rantai produksi. Pada tahun 1960-an, sistem piramida genetik dikembangkan di Inggris dan kemudian diadopsi di tempat lain. Baca juga : Ras Babi Dunia

Salah satu tujuan awal IB adalah untuk mengurangi kejadian penularan penyakit kelamin pada breeding dan juga penyakit reproduksi penting yang bisa ditularkan melalui kontak langsung. Jadi point penting yang harus diperhatikan adalah kita sebagai peternak harus tahu reputasi dari sumber semen yang akan kita beli, untuk memastikan kualitasnya. Kita harus memastikan IB yang kita lakukan ini aman dari penularan penyakit yang dapat menyebabkan masalah yang terkait dengan kerusakan sperma, kegagalan kehamilan, aborsi, kehilangan embrio, dan endometritis. Ingat, semen bisa menjadi sumber penularan ya, jadi pastikan kita memiliki sumber yang terpercaya dan reputasi baik.

Efisiensi tenaga kerja dan produksi juga dapat dirasakan jika kita melakukan IB di breeding kita. Tenaga kerja dan efisiensi produksi yang terkait dengan IB telah berubah secara dramatis dari kawin alami yang umumnya membutuhkan 22 menit/induk untuk mendeteksi estrus dan proses kawin menjadi hanya 1-2 menit untuk deteksi estrus dan 4 menit untuk IB/induk. Namun demikian, kita tetap harus memiliki tenaga kandang yang berkualitas agar hasil bisa optimal. Deteksi estrus, pemilihan pejantan dan proses pelaksanana kawin secara IB memerlukan kecakapan dan sebaiknya operator disiapkan dengan baik dengan mengikuti pelatihan-pelatihan.

Kualitas semen yang dihasilkan pejantan unggul juga tergantung dengan fasilitas dan manajemen pemeliharaan pejantan yang baik. Evaluasi kesuburan babi untuk mengontrol kualitas semen yang dihasilkan umumnya dilakukan dengan melibatkan tes menggunakan spermiogram. Evaluasi mikroskopis untuk motilitas, kelainan ejakulasi dan evaluasi mikroskopis atau fotometrik untuk konsentrasi sperma ini telah berhasil selama bertahun-tahun dan penting untuk dilakukan. Semen babi telah dikoleksi dan dikembangkan dalam bentuk cair (fresh/segar) untuk IB komersial selama >40 tahun. Penggunaan extender berfungsi untuk menjaga kualitas semen, baik itu volume, pH, keseimbangan osmotik, dan stabilitas. Hingga tahun 1990, extender ini mampu mempertahankan kesuburan in vitro selama 3 hari sebelum terjadi penurunan yang signifikan.

Gambar diatas menunjukkan bagaimana proses IB dilakukan. Paling tidak, ada 4 metode yang sudah bisa dilakukan terkait IB di peternakan, yaitu cervical insemination, post-cervical insemination, deep intrauterin insemination dan intraoviductal insemination. Pada prinsipnya aplikasi ini berbeda tempat meletakkan semen di saluran reproduksi betina saja, namun kali ini kita akan fokus dengan cervical insemination mengingat kebanyakan peternak sudah bisa melakukannya. Baca juga : Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal 

Lalu, hal apa saja yang penting dalam pelaksanaan IB untuk memperbaiki performa reproduksi di peternakan kita? Berikut adalah kunci sukses aplikas IB yang harus kita perhatikan :

Deteksi Estrus

Kunci keberhasilan program IB adalah mendeteksi estrus (standing heat) pada gilt atau induk. Siklus birahi babi umumnya terjadi 21 hari, tetapi siklus ini dapat bervariasi antara 16-25 hari. Tanda-tanda estrus yang wajib kita ketahui adalah pembengkakan vulva berwarna merah, peningkatan vokalisasi, nafsu makan menurun, menjepit telinga, keluar lendir dari vulva, gelisah, menaiki betina lain dan standing heat.

Idealnya, pemeriksaan estrus dilakukan setiap 12 jam dengan menggunakan pejantan dewasa atau sex odor sprayer. Sebaiknya fasilitas kandang memungkinkan untuk pejantan bisa berjalan dan kontak langsung dengan betina atau biarkan pejantan berdiri di luar kandang sehingga betina bisa mencium keberadaannya. Kita harus melihat respon betina yang bereaksi “mendekat” terhadap kehadiran  pejantan, kita coba tekan punggungnya dengan mendorong atau duduk dengan lembut di atasnya untuk mendeteksi estrus. Jika betina ini “mengunci” ke posisinya dengan menjadi tidak bergerak dan menjepit telinganya dengan posisi tegak ke depan, maka inilah yang disebut dengan standing heat. Sebailknya, jika betina yang tidak dalam keadaan berahi akan berusaha melarikan diri saat tekanan diberikan ke punggungnya. Gilt atau calon induk biasanya menunjukkan estrus rata-rata selama 38 jam, sedangkan indukan selama 53 jam. Sebaiknya, lakukan pencatatan siklus estrus pada setiap betina untuk memaksimalkan tingkat keberhasilan kawin/pembuahan.

Sinkronisasi Siklus Estrus

Menyinkronkan betina dalam peternakan babi dapat bermanfaat untuk manajemen waktu dan keuangan selama sehingga kontinuitas produksi bisa dipertahankan. Ada metode alami dan sintetis untuk menyinkronkan induk babi dan gilt. Baca juga : All in All out System

Proses penyapihan anak babi yang menyusu dari induk babi biasanya dilakukan pada umur 3-4 minggu. Pada peternakan yang sudah modern dan menerapkan pig flow management yang baik, proses penyapihan ini dilakukan pada hari yang sama sehingga nantinya induk-induk ini bisa  mengalami estrus relatif bersamaan dalam 4-7 hari setelah sapih. Mendeteksi estrus pada induk ini lebih mudah dibandingkan pada calon induk sehingga intervensi yang biasanya dilakukan adalah penggunaan preparat hormon untuk menyerentakkan birahi pada calon induk. Usia dewasa  saluran reproduksi babi adalah sekitar 160 hari, tetapi calon induk umumnya baru mengalami pubertas sekitar umur 200 hari.

Untuk memancing birahi pada calon induk babi, maka pada saat prapubertas (160-180 hari) bisa dilakukan beberapa alternatif metode, yaitu : metode transport (memindahkan calon induk dari kandang ke kandang atau pencampuran gilt prapubertas yang dapat menyebabkan estrus dalam 5-7 hari, metode boar (mengekspos gilt dengan penglihatan, aroma, suara, dan kehadiran fisik pejantan dewasa yang berumur >12 bulan selama 5-15 menit setiap hari – estrus biasanya akan terjadi dalam 10-14 hari), metoda intervensi preparat hormon gonadotropin (gilts akan menunjukkan tanda-tanda estrus dalam waktu 5-10 hari setelah aplikasi) atau yang terbaru menggunakan altrenogest (bacth farrowing yang memungkinkan pengaturan jadwal kawin dan melahirkan sehingga sistem all in all out lebih optimal).

Kondisi peternakan babi saat ini masih berjuang melawan African Swine Fever dan juga Penyakit Mulut dan Kuku, maka perbaikan managemen pasca outbreak sangat penting untuk memastikan proses repopulasi berjalan dengan baik. Metode deteksi estrus diatas bisa dikombinasikan untuk  mengoptimalkan hasilnya. Hal lain yang yang penting terkait calon induk, sebaiknya kita mengawinkannya paling cepat pada estrus yang ke-2 untuk memaksimalkan jumlah ovulasi dan meningkatkan jumlah anak sekelahiran.

Proses Inseminasi Buatan 

Betina hanya boleh dikawinkan saat sedang estrus/birahi, yaitu sebelum terjadinya ovulasi agar terjadi pembuahan dan kebuntingan yang diharapkan. Karena waktu ovulasi ini sulit dideteksi dengan tepat (umumnya terjadi diakhir fase estrus), maka dianjurkan untuk melakukan IB 2x selama masa subur agar tingkat konsepsi yang lebih tinggi dan jumlah anak lebih banyak. Pedoman yang disarankan untuk IB pada gilt adalah 12 jam setelah deteksi estrus pertama dan diulangi 12 jam kemudian. Jika betina kemudian terdeteksi standing heat selama 3 hari, IB ketiga mungkin bermanfaat untuk waktu optimal ovulasi dan keberhasilan pembuahan.

Hal-hal yang yang disiapkan dalam proses IB adalah alat kateter seperti gambar diatas (foam-tipped/busa, spiral, deep uterine), pelumas non-spermisida, semen/air mani, gunting, lap atau tisu basah, pejantan dewasa/sprayer bau pejantan. Untuk alatnya, sebaiknya pilih mana yang paling cocok untuk pengoperasian dan preferensi anda di kandang.

Langkah-langkah melakukan IB (Cervical Insemination) adalah :

  1. Ambil pejantan dan letakkan berdekatan dengan betina yang terdeteksi estrus untuk saling kontak. Amati perilaku betina yang bereaksi terhadap adanya pejantan, lalu lakukan tindakan seperti mendorong bahu, samping tubuh dan punggungnya. Jika saat kita tekan dan dinaiki punggungnya diam, maka betina tersebut terdeteksi standing heat dimana hal ini akan memungkinkan pelepasan hormon oksitosin, kontraksi rahim yang akan membantu membawa semen ke dalam rahim dan saluran telur untuk kemudian terjadi pembuahan jika ovulasi terjadi.
  2. Bersihkan vulva dengan lap atau tisu basah untuk mencegah kotoran masuk ke saluran reproduksi.
  3. Lumasi ujung alat IB dengan pelumas non-spermisida atau beberapa tetes semen.
  4. Masukkan alat IB melalui vulva secara perlahan sampai kedalaman 8-10 inchi, sedikit miring ke atas ke arah punggung betina untuk mencegah masuk ke dalam kandung kemih. Jika menggunakan alat yang berbentuk spiral, putar dengan hati-hati berlawanan arah jarum jam sambil didorong masuk ke dalam vagina dan leher rahim sampai mengunci ke dalam serviks (coba cek dengan memutar berlawanan arah jarum jam dan lepaskan – jika alat kemudian berputar kembali 1/4 putaran searah jarum jam artinya sudah terkunci). Jika menggunakan alat berujung busa, maka tidak perlu memutar berlawanan arah jarum jam. Masukkan ujung busa dengan lembut dengan cara yang sama sampai Anda merasakan “letupan”. Tarik perlahan untuk memastikannya terkunci di serviks.
  5. Setelah yakin alat terkunci, siapkan kemasan semen dengan lembut. Gunting ujungnya dan masukkan ke ujung alat IB, cek apakah semen mengalir leher rahim (kontraksi akan membantu aliran semen ke dalam tanpa perlu dibantu). Proses ini umumnya memakan waktu sekitar 5 menit.
  6. Perlakukan betina dengan lembut dan lakukan pengecekan terhadap kemungkinan semen mengalir kembali keluar. Jika semen yang keluar cukup banyak, hentikan dan posisikan ulang alat IB dan coba lagi.
  7. Setelah semen dalam kemasan sudah habis, lepaskan alat IB secara perlahan (ujung spiral dengan menarik perlahan sambil memutarnya searah jarum jam, sedangkan ujung busa bisa ditarik keluar dengan lembut).
  8. Setelah alat IB dilepas, terus berikan tekanan pada punggung betina dengan pejantan yang masih berada didekatnya untuk memungkinkan kontraksi lanjutan.
  9. Lakukan pencatatan dan periksa standing heat pada 12 dan 24 jam kemudian setelah IB. Jika betina sudah tidak terdeteksi lagi setelah 12 jam, maka kemungkinan waktu optimal telah tercapai dan kita tidak perlu melakukan IB lagi. Tetapi, jika betina masih terdeteksi lagi maka kita sebaiknya lakukan proses IB kembali. Namun, jika setelah 24 jam ternyata masih terdeteksi dan kita sudah tidak mempunyai semen lagi, maka waktu yang optimal kemungkinan besar sudah terlewatkan.

Handling Semen 

Dengan perkembangan tehnologi reproduksi saat ini, ada beberapa alternatif semen yang bisa dipilih peternak sesuai kemampuan dan fasilitas di kandang yaitu liquid store semen (with extender), encapsulated spermatozoa, filtered sperm, semen quality assessment, frozen-thawed spermatozoa, sex semen dan sperm mediated gene transfer (SMGT). Kita saat ini akan lebih fokus aplikasi IB dengan menggunakan liquid store semen dahulu ya, yang sudah umum dilakukan di peternakan kita. Jika ingin mempelajari lebih lanjut metode IB dan jenis semennya, silahkan bisa membaca referensi yang saya lampirkan dibawah.

Penanganan dan penyimpanan semen yang tepat sangat penting untuk menjaga kualitas semen agar tingkat pembuahan tetap tinggi. Semen yang kita pakai sebaiknya diperoleh dari pejantan unggul atau penjual semen yang memiliki reputasi baik. Semen pejantan umumnya akan dikoleksi 2x seminggu untuk menjaga dan memastikan semen berkualitas tinggi. Campur semen dengan extender untuk memungkinkan semen bisa bertahan lebih lama (semen segar tanpa extender hanya akan hidup sekitar 30 menit).

Pastikan operator kandang kita menyimpan semen yang dicampur dengan extender dengan benar.  Pertahankan penyimpanan semen pada suhu 60-65 F (idealnya 63 F) dan jangan taruh semen di lemari es atau freezer karena akan menyebabkan semen mengalami cold shock. Fluktuasi suhu yang ekstrim akan mengakibatkan umur semen lebih pendek. Beberapa produsen menggunakan alat pendingin wine atau menempatkan kontainer di ruangan tertentu dengan menyertakan  termometer untuk mengontrol suhu yang tepat.

Tips lain untuk menjaga kualitas semen saat penyimpanan adalah dengan memutar semen 2x/hari secara lembut tanpa dikocok, jangan terkena langsung sinar matahari. Semen dengan extender  biasanya dapat bertahan 7-9 hari, namun demikian sebaiknya tetap lakukan pemeriksaan semen dengan mikroskop sebelum digunakan untuk IB.

Kesimpulan

Inseminasi buatan (IB) menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan pembibitan dengan kawin alami. IB memungkinkan terjadinya perbaikan genetik, kita bisa memilih breed yang sesuai dengan tujuan kita. Selain itu, dengan IB peternak tidak memerlukan investasi yang terlalu banyak untuk pengadaan pejantan. Kunci keberhasilan program IB adalah akurasi deteksi estrus dan recording reproduksi terkait siklus estrus serta penanganan semen yang tepat. Intervensi dengan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus juga memungkinkan banyak betina dikawinkan pada saat yang bersamaan sehingga pig flow bisa diatur sedemikian rupa.  Prosedur IB sebenarnya relatif sederhana, terutama metode konvensional yang sudah umumnya dijalankan, tetapi aplikasi ini tetap memerlukan pelatihan khusus juga agar operator kandang kita lebih efisien. Selain itu, pastikan bahwa kita juga membeli semen dari penjual yang terpercaya untuk menghindari resiko penularan penyakit. Baca juga : Mengapa breeding performance pada peternakan babi itu penting?

Referensi :

  1. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0093691X15003519 Artificial Insemination in Pigs Today
  2. https://extension.wvu.edu/agriculture/livestock/swine/swine-ai-guidelines-for-beginners
  3. https://www.researchgate.net/publication/298938043_An_overview_of_swine_artificial_insemination_Retrospective_current_and_prospective_aspects
  4. https://livestockconservancy.org/swine-insemination/
  5. https://jasbsci.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40104-019-0313-1 A new device for deep cervical artificial insemination in gilts reduces the number of sperm per dose without impairing final reproductive performance
Prospek Peternakan Tahun 2023

Prospek Peternakan Tahun 2023

Tahun 2022 telah berlalu dengan segala tantangan yang ada. Lalu bagaimana dengan prospek peternakan pada tahun 2023 ini. Jika mengacu pada prediksi prospek protein hewani global 2023 dari Rabobank, berikut beberapa informasi penting yang bisa menjadi referensi kita dalam mengarungi tantangan sektor peternakan di tahun ini :

Meskipun produksi protein hewani global diperkirakan akan tumbuh secara moderat pada tahun 2023, tahun ini akan menjadi tahun perubahan bagi sektor ini. Industri peternakan akan menghadapi biaya tinggi di sepanjang rantai pasokan, tingkat konsumsi masyarakat yang belum stabil, dan area ketidakpastian lainnya bagi produsen (tekanan penyakit yang meningkat serta perubahan regulasi dan hal lain yang digerakkan oleh pasar). Akibatnya, margin akan terjepit karena pembeli akan menekan biaya produksi yang lebih tinggi lagi akibat menurunnya daya beli. Dengan kata lain, peluang tetap ada, meski akan lebih dibatasi.

Ringkasan global.
Kami melihat pertumbuhan yang mendukung produk “value for money“, perusahaan produsen dan pemrosesan yang efisien, perusahaan yang gesit, eksportir yang diuntungkan oleh pergerakan nilai tukar mata uang, dan produsen yang aman.

“Beberapa perusahaan protein hewani akan melihat tahun 2023 sebagai tahun untuk mengkalibrasi ulang ekspektasi dan rencana pertumbuhan mereka,” kata Justin Sherrard, Pakar Strategi Global – Protein Hewani. “Beberapa perusahaan akan mempertahankan fokus jangka pendek dan memperkuat ketangkasan sehingga mereka dapat mengikuti perubahan siklus yang terjadi. Perusahaan protein hewani lainnya akan fokus pada pertumbuhan jangka panjang dan mulai berinvestasi dan memposisikan diri untuk sukses mengingat perubahan struktural di masa depan.”

Tren keseluruhan untuk tahun 2023 adalah pertumbuhan produksi yang cinderung melambat  dengan keuntungan kecil di beberapa wilayah tetapi kontraksi di wilayah lain. Pertumbuhan yang lambat ini diperkirakan terjadi di Cina pada semua kelompok spesies, dan pertumbuhan berkelanjutan diperkirakan terjadi di Brasil dan Asia Tenggara. Oseania akan mengalami pertumbuhan yang lambat, sementara produksi Amerika Utara dan Eropa akan menyusut.

Akuakultur memimpin pertumbuhan global di seluruh kelompok spesies, dan perluasannya yang berkelanjutan didukung oleh kemandirian relatif dari harga komoditas pertanian. Unggas akan mempertahankan pola pertumbuhannya yang konsisten, tangkapan liar akan sedikit meningkat, produksi daging sapi akan sedikit menurun, dan daging babi juga diprediksi akan mengalami penurunan.

Berikut adalah beberapa poin penting dari prospek protein hewani pada tahun 2023 :

Amerika Utara: Daging sapi akan berkontraksi saat siklus AS berubah dan memasuki penurunan, unggas akan berkembang karena permintaan yang kuat, meskipun ada tekanan penyakit, sementara daging babi akan cinderung stabil.

Eropa: Produksi akan berada di bawah tekanan untuk semua spesies karena resiko penyakit, perubahan yang didorong oleh pasar dan peraturan, dan pengurangan kapasitas ekspor. Konsumsi diharapkan tetap stabil, dengan unggas kemungkinana lebih diuntungkan sementara daging babi dan sapi akan sedikit menurun.

Cina: Produksi daging babi akan mengalami pertumbuhan marjinal, dengan pembatasan layanan makanan masih berpotensi menekan permintaan. Unggas diperkirakan akan sedikit berkembang namun tertahan oleh biaya tinggi dan ketidakpastian. Daging sapi cinderung akan lebih mudah.

Brazil: Produksi daging sapi akan terus meningkat dan didukung oleh aktivitas ekspor. Produksi ayam dan babi juga ditetapkan untuk tujuan ekspansi dan berpotensi mendapatkan keuntungan ekspor.

Asia Tenggara: Produksi daging babi diperkirakan akan pulih di Vietnam dan Filipina karena risiko ASF berkurang. Produksi unggas juga berkembang secara perlahan, karena permintaan terus pulih.

Australia & Selandia Baru: Produksi daging sapi dan domba Australia diperkirakan akan berkembang dengan dinamika kawanan yang terjadi. Namun, di Selandia Baru produksi daging sapi dan domba diperkirakan akan menurun akibat tekanan pasar.

Ikan salmon
Kehadiran ritel yang kuat akan mendukung harga pada tahun 2023, meskipun fundamental ekonomi makro melemah.

Udang
Pasokan tetap kuat, meskipun harga lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Ekuador dan Amerika Latin diperkirakan akan terus mendorong pasokan udang tambak pada tahun 2023.

Tepung Ikan dan Minyak Ikan
Harga komoditas yang bersaing mendukung harga keduanya, yang mungkin sedikit menurun pada tahun 2023.

Protein Alternatif
Tahun 2023 akan menjadi tahun konsolidasi. Pertumbuhan luar biasa produk nabati baru-baru ini tertahan dan investor mengalihkan fokus.

Lalu bagaimana dengan prospek peternakan di Indonesia ?

Industri peternakan di Indonesia pastinya juga akan mengalami hal yang kurang lebih sama dengan tantangan yang ada di global. Fluktuasi harga kemungkinan masih akan menjadi tantangan bagi para pengusaha/peternak pada kondisi ekonomi yang saat ini relatif belum stabil. Selain itu, tantangan penyakit adalah hal yang mungkin harus ditanggapi dengan serius jika ingin hasil yang kita harapkan optimal.

Di sektor peternakan babi, African Swine Fever (ASF) masih menjadi tantangan terberat selain juga penyakit-penyakit lainnya seperti Hog Cholera, Mycoplasma hyopneumoniae (Enzootic Pneumonia), Porcine Circovirus tipe 2 (PCV2), Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS), Glaesserella (Haemophilus) parasuis. Terkait ASF, peternak babi dituntut untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya biosekuriti mengingat vaksin yang aman dan efektif sampai saat ini belum tersedia. Selain itu, program vaksinasi terhadap tantangan penyakit lain dan juga praktek managemen pemeliharaan yang baik juga akan menjadi faktor pembeda yang menentukan keberhasilan dalam beternak. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal

Di sektor peternakan Sapi, outbreak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tahun lalu menjadi pukulan berat bagi para pelaku usaha disaat kondisi peternakan sebenarnya juga sedang tidak baik-baik saja. PMK ini selain berdampak besar pada peternakan sapi, juga bisa menyerang peternakan kambing/domba dan peternakan babi. Selain itu, Lumpy Skin Disease (LSD) baru-baru ini juga kembali merebak dan membutuhkan penanganan yang terbaik guna menyelamatkan peternakan sapi. Untuk vaksin PMK dan LSD, saat ini para peternak bisa mendapatkannya dari support pemerintah. Diharapkan, dengan adanya vaksin dan upgrade biosekuriti dan managemen pemeliharaan maka resiko serangan penyakit bisa diminimalkan.

Dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 25 Januari 2023, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong pengembangan peternakan modern berbasis teknologi presisi yang mampu memproduksi kebutuhan dalam negeri secara konsisten. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah mengatakan bahwa pemerintah telah menyusun strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia. Di antaranya peningkatan kapasitas produksi pangan untuk komoditas daging sapi, kerbau, ayam ras, ayam buras, dan babi.

Pemerintah akan melakukan pengembangan terhadap pangan substitusi impor seperti daging domba/kambing dan itik untuk substitusi daging sapi. Disisi lain, kementan juga terus meningkatan kapasitas produksi dan peningkatan laju ekspor seperti produk sarang burung walet, ayam, dan telur ayam ke berbagai negara di Asia. Pengembangan komoditas ternak prioritas berbasis korporasi, presisi dan terintegrasi ini dilakukan melalui sinergi pelaku usaha dengan program penyediaan ternak 10 juta ekor melalui pengembangan kambing/domba, itik dan ayam.

Semoga dengan peran semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, peternakan di Indonesia bisa kuat dalam menghadapi tantangan di tahun 2023 ini dan ketersediaan protein hewani boleh tetap terjaga dengan baik.

Referensi :

  1. https://research.rabobank.com/far/en/sectors/animal-protein/ap-outlook-2023.html
  2. https://pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=5217
Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal

Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal

Langkah pertama dalam memulai usaha peternakan babi adalah menentukan jenis produksi babi yang ingin kita jalankan, baik itu breeding, penggemukan, atau keduanya. Namun, untuk menentukan pilihan yang terbaik sesuai kemampuan kita, maka kita harus terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal berikut : 1.) jumlah modal, tenaga kerja, dan tanah yang tersedia artinya sumber daya apa yang sudah dimiliki/tersedia dan investasi apa yang masih diperlukan 2.) tingkat keterampilan manajemen dan pemasaran yang dibutuhkan artinya jenis karyawan yang perlu direkrut dan berapa banyak? 3.) implikasi sosial dan lingkungan yang terkait dengan pengelolaan pupuk kandang artinya apakah kita siap dalam pengolahan limbah, dimana  menyimpan, membuang limbah atau mengolah kotoran ternak?

Setelah mempertimbangkan 3 hal diatas, maka kita juga harus mengerti pilihan sistem produksi yang bisa kita jalankan dalam usaha peternakan babi. Ada tiga jenis sistem produksi babi yang bisa dilakukan yaitu farrow-to-finish, farrow-to-feeder, dan feeder-to-finish.

Farrow-to-Finish

Sistem ini melibatkan seluruh proses pemeliharaan dari awal sampai akhir karena mencakup breeding untuk proses pembiakan dan pembibitan induk babi, serta pemeliharaan anak babi sampai mereka mencapai berat pasar (di Indonesia sekitar 100kg). Seluruh periode produksi ini memerlukan waktu sekitar 10 bulan, dimana 4 bulan untuk pembibitan dan kebuntingan dan 6 bulan untuk pembesaran sampai panen. Jika kita memilih menjalankan sistem ini, maka diperlukan modal dan tenaga kerja paling banyak, serta membutuhkan komitmen jangka panjang untuk bisnis babi.

Farrow-to-Feeder

Sistem ini melibatkan proses pembiakan dan pembibitan induk babi, kemudian anak babi yang dihasilkan dijual ke peternak lain untuk dibesarkan sampai panen. Anak babi biasanya dijual setelah lepas sapih dengan berat sekitar 13 – 30kg. Dibandingkan dengan sistem farrow-to-finish, sistem ini mengurangi kebutuhan fasilitas, modal, jumlah pakan dan limbah/kotoran yang ditangani. Sistem ini juga memungkinkan peternak untuk memaksimalkan jumlah induk babi atau  memperluas usahanya menjadi farrow-to-finish dimasa depan.

Kelemahan dari sistem ini adalah produsen harus mengikuti kondisi pasar babi yang fluktuatif, terutama pelaku usaha skala kecil yang cinderung mengikuti harga pasar. Oleh karena itu, biasanya sistem kemitraan dikembangkan para pemodal dan bekerja sama dengan para peternak skala kecil yang kesulitan dalam pengadaan bibit yang berkualitas baik dengan sistem kontrak kerja sama yang saling menguntungkan. Peternak biasanya hanya menyediakan tempat, tenaga kerja dan fasilitasnya sedangkan bibit dan sapronak lainnya akan disuplai oleh perusahaan inti, termasuk penjualan babi saat panen tiba.

Feeder-to-Finish

Sistem ini adalah pilihan yang paling simpel dari semua pilihan sistem produksi peternakan babi. Jadi sistem ini hanya membeli sapihan dari produsen untuk digemukkan sampai berat panen. Anak babi berat sekitar 13-30kg dibeli dari peternak pembibitan. Pemeliharaan juga relatif lebih mudah karena umumnya anak babi yang dipilih sudah disiapkan kondisinya dengan baik, sudah diberikan vaksin komplit sehingga resiko kematian juga lebih minimal. Sistem ini memungkinkan investasi modal minimum, persyaratan tenaga kerja rendah, dan tidak ada komitmen jangka panjang.

Di level peternak kecil, kita bisa menjalankan usaha secara mandiri ataupun bergabung dalam sistem kemitraan. Hal yang perlu diperhatikan saat kita memutuskan untuk mandiri tentunya adalah kualitas bibit dari sumber yang terpercaya dan kualitas pakan karena hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas babi potong yang akan dihasilkan. Hindari membeli bibit dari peternakan yang belum teruji kualitasnya, dan sebisa mungkin berasal dari satu peternakan untuk mengurangi potensi masalah kesehatan karena tantangan penyakit dan status kesehatan dari satu produsen dan lainnya bisa berbeda.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga status kesehatan ternak babi kita antara lain  adalah membeli indukan/anak  babi dan bahan pakan dari sumber terpercaya serta terbukti bebas penyakit, menjaga fasilitas dalam kandang tetap bersih dengan sistem ventilasi yang memadai, menyusun program kesehatan (vaksinasi dan medikasi bersama dengan dokter hewan), menghindari kunjungan ke peternakan babi lain untuk mengurangi risiko penularan penyakit.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Praktek manajemen biosekuriti praktis diatas sangat penting untuk mengurangi resiko penularan penyakit.  Peternak umumnya mengabaikan hal-hal penting ini, padahal aset yang dipunyai jika terserang penyakit tentunya bukan keuntungan yang dihasilkan. Jangan sampai kita sudah membeli babi yang mahal tetapi lupa untuk “menjaga” status kesehatannya dengan mengabaikan biosekuriti, vaksinasi dan medikasi yang seharusnya dilakukan. Baca juga : Antibiotik pada Dunia Kedokteran Hewan

Setelah sistem produksi kita bisa memilah mana yang sesuai dengan kemampuan kita, lalu bagaimana dengan sistem perkandangannya? Disini kita akan coba membandingkan beberapa jenis kandang yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan.

Free range

Sistem ini seperti halnya padang penggembalaan sapi, dimana tidak ada struktur bangunan, babi memanfaatkan padang rumput sebagai sumber pakan walaupun tidak seefisien ruminansia.

https://australianpork.com.au/about-pig-farming/free-range-farming

Keuntungan sistem penggembalaan terbuka ini adalah membuka peluang untuk kostumer yang concern dengan animal welfare karena harganya lebih mahal. Babi yang dipelihara akan mampu mengekspresikan dirinya seperti halnya babi hutan yang hidup di alam bebas. Babi dapat beraktivitas dengan leluasa dalam mencari makan.

Kekurangan dari sistem ini adalah perilaku rooting yang berlebihan dari babi yang dapat menyebabkan masalah erosi tanah, resiko lepas dan menjadi babi liar yang sulit dikendalikan, masalah parasit internal dapat menjadi parah pada sistem penggembalaan yang tidak dikelola dengan baik, babi yang didomestikasi kemungkinan akan menderita karena cuaca ekstrem, serta resiko kontak dengan hewan liar cukup tinggi. Selain itu, pengelolaan padang gembalaan membutuhkan banyak waktu dan komitmen untuk membuatnya berhasil.

Hoop Barns

Digunakan untuk kandang pembesaran babi hingga mencapai berat pasar. Ini adalah pilihan lain bagi produsen untuk digunakan sebagai fasilitas produksi babi dimana lebih biayanya relatif lebih rendah. Kandang ini bisa menggunakan lantai beton atau tanah, dengan penambahan tempat pakan dan air minum yang mudah dibersihkan. Kondisi atap bisa dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan.

Keuntungan dari kandang ini  adalah struktur jangka pendek yang dapat dilepas setelah digunakan atau yang dapat disesuaikan untuk penggunaan lain, biaya relatif rendah sehingga pilihan yang tepat bagi yang modalnya terbatas, cocok untuk kapasitas 150 – 200 ekor finisher, bisa untuk  memanfaatkan sisa jerami sebagai alas tidur ternak. Mungkin juga memenuhi syarat untuk beberapa pasar khusus dengan harga premium.

Kekurangan model ini adalah pengamatan kelompok besar relatif lebih sulit, pakan kurang efisien selama cuaca dingin, hewan liar beresiko sebagai vektor penularan penyakit.

Confinement Building

Sistem ini berupa bangunan tertutup, dimana hal ini memungkinkan produsen untuk mengontrol banyak aspek untuk membuat kondisi nyaman sesuai kebutuhan ternak. Kandang closed house ini dibangun dengan mempertimbangkan praktik biosekuriti dan fasilitas yang lengkap untuk mencegah penyakit. Umumnya kandang ini sudah melibatkan teknologi terbaru dan memiliki sistem pemantauan ketat untuk membantu produsen memantau kesehatan dan ransum pakan babi yang diberikan.

https://pig-farming.net/blog/pig-breeding/design-of-modern-pig-farms/

Keuntungan dari sistem ini adalah kontrol pasokan babi yang lebih ketat, bisa mempraktekkan batch management dan sistem all in all out,  mengurangi risiko serangan penyakit, sistem pemantauan yang lebih dekat dan detail. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan pengetahuan manajemen perkandangan tambahan untuk memantau dan merawat babi di dalamnya dan biaya jauh lebih mahal. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal

Bagaimana sistem perkandangan di Indonesia?

Di banyak negara tropis, populasi peternak skala menengah kecil cukup banyak. Di Indonesia, di beberapa wilayah bahkan masih kita bisa menjumpai ternak babi berkeliaran dengan bebas mencari makanan atau dibesarkan di halaman belakang rumah (backyard farm) di mana mereka bergantung pada limbah untuk pakan ternak mereka. Umumnya mereka memelihara babi sebagai sampingan dengan metode pemeliharaan yang sangat sederhana bahkan mungkin tidak mempraktekkan biosekuriti dengan baik.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Diatas adalah contoh bentuk perkandangan yang mungkin bisa menjadi referensi bagi para peternak pemula. Tantangan di Indonesia terkait lokasi peternakan adalah kecinderungan untuk memelihara berdekatan antara 1 farm dengan lainnya. Pada area yang padat penduduk dan padat peternakan seperti ini, seharusnya up grade praktek manajemen yang sederhana harus dilakukan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak babi ini.

Walaupun mungkin kapasitas kandang tidak banyak, tetapi seharusnya ternak kita juga mendapatkan perlakuan yang baik agar nantinya juga bisa memberikan hasil yang optimal. Jangan sampai peternakan kita mengalami gangguan yang mengakibatkan usaha kita rugi karena kelalaian kita dalam memelihara ternak yang asal-asalan.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Gambar diatas menunjukkan bahwa kondisi kandang yang tidak baik akan berimbas pada performa reproduksi kita. Oleh karena itu, jika kita ingin beternak dengan benar maka pastikan kita juga mempersiapkan semuanya dengan benar.

Berikut adalah kondisi minimal yang idealnya terpenuhi untuk kandang pemeliharaan ternak babi, 1.) pagar keliling dengan atap yang baik untuk melindungi dari sinar matahari langsung atau cuaca dingin ekstrem, babi juga diberikan pakan dengan nutrisi yang baik dan praktek program kesehatan yang sesuai tantangan di kandang 2.) kandang sederhana setengah tertutup terbuat dari kayu dengan atap jerami dan lantai beton/tanah sudah cukup untuk memberikan kenyamanan ternak asal kebersihan dan sanitasinya terjaga 3.) jika kita memelihara di lingkungan yang panas, tempat berkubang mungkin bisa ditambahkan untuk memberikan suasana kandang mirip dengan habitat di alam, dimana babi bisa menurunkan suhu tubuhnya. Baca juga : Kondisi Peternakan pasca Outbreak ASF 

Semoga bermanfaat !

Referensi :

  1. https://www.fao.org/3/s1250e/S1250E14.htm housing for small scale pig unit
  2. https://www.fao.org/3/s1250e/S1250E13.htm pig housing
  3. https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing
  4. https://www.pigprogress.net/health-nutrition/building-a-new-pig-farm/
  5. https://pig-farming.net/blog/pig-breeding/design-of-modern-pig-farms/
  6. https://www.iowaagliteracy.org/Article/Pig-Housing-and-Facility-Design
  7. https://porkgateway.org/resource/managing-market-pigs-in-hoop-structures/
Streptococcus suis, bahayakah?

Streptococcus suis, bahayakah?

Streptococcus suis adalah salah satu bakteri gram positif yang merupakan patogen terpenting dalam industri babi yang menyebabkan septikemia, meningitis, dan banyak infeksi lainnya seperti endokarditis, pneumonia dan artritis. S. suis ini adalah agen zoonosis yangmana jumlah kasus pada manusia meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Kasus infeksi sporadis pada manusia umumnya disebabkan oleh kontak dengan babi/produk babi. Peternak, dokter hewan, tukang daging, pekerja pengolahan makanan menjadi profesi yang memiliki resiko tinggi. Epidemi di Cina terjadi pada tahun 1998 dan 2005, serta di Asia kasusnya dilaporkan meningkat tahun 2006.

Penelitian di Bali menggambarkan epidemiologi kasus S. suis dan tanda klinis serta temuan mikrobiologis penderita meningitis menggunakan data pasien dan kultur bakteri dari cairan serebrospinal yang dikumpulkan selama 2014-2017. Dari 71 kasus, 44 dikonfirmasi sebagai S. suis, 29 isolat adalah serotipe 2. Usia rata-rata pasien 48,1 tahun dengan 89% pasien adalah laki-laki. Sebanyak 77%  pasien dikonfirmasi sembuh tanpa komplikasi, 11% pulih dengan syok septik, 7% tuli, dan 2% tuli dan radang sendi. Tingkat fatalitas kasus adalah 11%. Penelitian selanjutnya juga dilakukan pada ternak babi di Bali yang sedang sakit. Hasilnya didapatkan bahwa S. suis dikonfirmasi pada 8 dari 30 kasus babi sakit.  Lesi histopatologi yang menonjol dari kasus yang dikonfirmasi adalah meningitis, endokarditis, perikarditis, bronkopneumonia, enteritis, dan glomerulonefritis. Sel radang yang dominan adalah neutrofil dan makrofag.

Kolonisasi S. suis sangat umum pada anak babi dan umumnya terjadi pada awal kehidupan. Gejala klinis yang muncul dipengaruhi oleh tingkat virulensi dan kekebalan dari ternak. Habitat alami S. suis adalah saluran pernapasan bagian atas babi, terutama tonsil dan rongga hidung, tetapi dapat juga terdeteksi pada saluran genital dan pencernaan. Penularan S. suis di  antara hewan terutama melalui jalur pernapasan, dimana septikemia dan meningitis adalah gambaran yang paling mencolok. Namun demikian, dalam kasus infeksi akut babi sering ditemukan mati tanpa tanda-tanda penyakit. Diagnosis infeksi pada babi biasanya didasarkan pada tanda klinis dan lesi makroskopik, sedangkan konfirmasi infeksi harus dicapai dengan isolasi dan karakterisasi patogen.

Kolonisasi awal S.suis terjadi pada saluran pernapasan bagian atas babi, terutama ditemukan di tonsil dan rongga hidung. Anak babi yang baru lahir juga dapat mengalami kontak pertama dengan bakteri selama proses kelahiran ketika S. suis berkolonisasi di saluran vagina induk. Selain itu, penularan secara horizontal melalui kontak langsung atau aerosol bisa saja terjadi terutama selama wabah ketika karena shedding bakteri terjadi dalam jumlah besar. Saat ini, sekitar 29 serotipe S.suis sudah dikonfirmasi, tetapi serotipe 2 adalah yang paling sering diisolasi dari organ individu yang sakit, baik itu pada babi dan manusia.

S suis bisa ditemukan di semua bagian dunia dimana terdapat peternakan babi. Serotipe 1-9 mewakili >70% isolat S suis yang ditemukan dari babi yang sakit, terutama di Amerika Utara. Serotipe 2 adalah yang paling umum di seluruh dunia, terutama di Asia dan beberapa negara di Eropa, seperti Prancis. Serotipe 9 merupakan tipe yang paling sering diisolasi di negara-negara Eropa lainnya, seperti Spanyol, Jerman, dan Belanda. Patogen ini telah menjadi sangat umum di negara-negara di mana penggunaan antimikroba profilaksis dan metafilaksis tidak diperbolehkan.

Babi yang paling sehat secara klinis dalam suatu peternakan bisa menjadi pembawa beberapa serotipe S. suis. Anak babi yang terinfeksi dari sekresi vagina saat persalinan dan saat menyusui akan menunjukan gejala klinis ketika lepas sapih, dimana maternal antibodi sudah tidak memberikan proteksi terbaik. Oleh karena itu, infeksi klinis terlihat terutama pada babi yang disapih (2-5 minggu setelah disapih), jarang pada babi yang sedang menyusui dan sedang tumbuh, dan hampir tidak pernah pada hewan dewasa.

Faktor predisposisi seperti kepadatan tinggi, ventilasi buruk, fluktuasi suhu yang berlebihan, percampuran babi dengan penyebaran umur >2 minggu, ko-infeksi patogen lain seperti kejadian Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRSv) dan swine influenza (SIV) perlu kita waspadai. S. suis juga dapat ditularkan melalui fomites dan lalat, meskipun probabilitasnya rendah. Kejadian penyakit bervariasi dari periode ke periode, namun biasanya <5% jika ditangani dengan baik. Angka kematian bisa mencapai 20%. Tanda paling awal biasanya demam tanpa tanda-tanda lain yang jelas. Septikemia dapat bertahan selama beberapa hari jika tidak diobati.

Gambaran kasus pada piglet bisa kita lihat pada video youtube berikut.

Meningitis adalah gambaran yang paling mencolok dan yang menjadi dasar diagnosis dugaan. Babi pada tahap awal meningitis mungkin menahan telinganya dan menyipitkan matanya. Tanda-tanda saraf awal lainnya termasuk depresi, inkoordinasi dan sikap yang tidak biasa (dog sitting). Hal ini kemudian segera berkembang menjadi ketidakmampuan untuk berdiri, mendayung, opisthotonos, kejang, dan nistagmus. Sendi bengkak dan kepincangan merupakan indikasi poliartritis yang sangat umum di Amerika Utara. Endokarditis juga sering ditemukan tetapi kebanyakan pada babi yang sedang tumbuh, hewan yang mati mendadak atau menunjukkan tanda-tanda dispnea, sianosis, dan kurus. Tanda-tanda penyakit pernapasan dapat terlihat pada beberapa wabah. Peran S suis juga sebagai agen utama pneumonia, tetapi kita harus mampu membedakannya dengan agen penyakit lainnya dengan isolasi bakteri.

https://www.researchgate.net/figure/Pig-such-as-the-one-pictured-here-is-affected-by-Streptococcus-suis-The-neurological_fig2_278649549

Lesi makroskopis yang biasanya teramati saat bedah bangkai,terutama terlihat pada anak babi yang disapih dan berhubungan dengan limfadenopati, meningitis, artritis, dan endokarditis. Poliserositis mirip dengan yang terlihat pada Glässer’s Disease kadang-kadang terlihat. Lesi mungkin termasuk eksudat fibrinopurulen di otak, sendi bengkak, serositis fibrinosa, dan vegetasi katup jantung. Splenomegali dan perdarahan petekie yang menunjukkan septikemia sering terjadi. Baca juga : Penyakit saraf pada Babi

Upaya pengendalian harus diawali dengan mengenali gejala klinis yang muncul dan diagnosa yang tepat, kemudian melakukan tindakan pengobatan dengan antibiotik yang tepat (beta laktam, penicillin, amoxicillin). Penggunaan bakterin yang tersedia untuk vaksinasi relatif tidak efektif di lapangan. Tahap awal meningitis mungkin sulit dideteksi, jadi babi yang disapih harus diamati 2-3 kali sehari di peternakan yang infeksi S. suis menjadi masalah. Pemberian preparat anti-inflamasi kadang-kadang direkomendasikan untuk mengurangi peradangan dan memperbaiki kondisi keseluruhan babi. Hewan harus disiram dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi, karena terkadang mereka tidak dapat minum. Terkait upaya biosekuriti di kandang, S. suis rentan terhadap desinfektan golongan aldehide, biguanida, hipoklorit, yodium, dan amonium kuaterner.

Zoonosis. Sejak pertama kali ditemukan di Denmark tahun 1968, >1600 kasus infeksi S. suis pada manusia telah dilaporkan. Bakteri ini adalah penyebab paling umum meningitis orang dewasa di Vietnam, kedua paling umum di Thailand dan penyebab paling sering ketiga dari meningitis bakteri yang didapat dari masyarakat di Hongkong. Berbeda dari babi, jalur masuk utama S. suis pada manusia diperkirakan melalui kontak lesi kulit dengan hewan yang sakit, bangkai atau daging yang terkontaminasi. Di beberapa negara Asia, rute oral bisa terjadi terutama jika manusia  mengkonsumsi daging babi terkontaminasi yang tidak dimasak dengan baik atau mentah. Setelah masa inkubasi yang relatif cepat, S. suis biasanya menyebabkan meningitis pada manusia, selain itu kasus endokarditis, pneumonia, peritonitis, artritis dan penyakit kurang umum lainnya yang biasanya terkait dengan septikemia.

Jadi, Streptococcus suis adalah bakteri yang berbahaya baik itu untuk ternak babi kita dan juga manusia karena bersifat zoonosis. Pastikan kita melakukan management pengendalian penyakit yang benar ya…

Referensi :

  1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4078792/ Streptococcus suis, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent – an update on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing
  2. https://veterinaryresearch.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13567-021-01013-w#:~:text=Streptococcus%20suis%20is%20a%20major,also%20be%20affected%20%5B1%5D.
  3. https://www.msdvetmanual.com/generalized-conditions/streptococcal-infections-in-pigs/streptococcus-suis-infection-in-pigs
  4. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmicb.2018.00480/full Streptococcus suis – The two faces of a pathobiont in the porcine respiratory tract
  5. https://porkgateway.org/resource/streptococcus-suis-disease-in-pigs/
  6. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31742523/ Streptococcus suis – Associated Meningitis, Bali, Indonesia, 2014 -2017
  7. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31806042/ Isolation and Identification of Sreptococcus suis from Sick Pig in Bali, Indonesia
Ras Babi Dunia

Ras Babi Dunia

Menurut catatan sejarah berdasarkan temuan fosil, babi liar telah menjelajahi bumi 40 juta tahun yang lalu, dan babi didomestikasi 7000 tahun yang lalu di Asia Timur. Babi termasuk dalam famili Suidae. Seiring dengan perkembangan jaman, babi menjadi salah satu komoditi penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan dunia. Penelitian terkait genetika babi, pakan, dan kandang yang terus dilakukan mampu menghasilkan hewan yang lebih efisien produksi, lebih sehat dan lebih ramping. Breed babi ras utama yang ada saat ini, adalah Yorkshire, Duroc, Hampshire, Landrace, Berkshire, Spotted, Chester White, dan Poland Cina.

Istilah dan definisi yang digunakan dalam produksi babi meliputi:
• Boar              : babi jantan
• Sow               : babi betina yang telah beranak setidaknya sekali
• Farrowing    : fase melahirkan
• Piglet             : babi yang baru lahir
• Weaning       : transisi dari fase menyusui ikut induk ke pakan biji-bijian
• Feeder pig    : babi yang disapih setidaknya berusia 8 minggu atau beratnya mencapai 100 pound
• Gilt                : babi betina yang belum pernah dikawinkan
• Pig                 : babi muda dengan berat < 120 pon
• Hog               : istilah yang mencakup semua kategori babi atau babi usia panen 240–270 pound

Baca juga : Biosekuriti di Era New Normal

https://www.sciencedirect.com/topics/agricultural-and-biological-sciences/swine-breeds/pdf

Fase pemeliharaan babi meliputi suckling piglet, nursery dan finisher. Untuk mengoptimalkan usaha peternakan babi, para peternak idealnya memperhatikan faktor genetika dengan memilih galur ras murni sesuai dengan tujuan dari usaha peternakan yang dijalankan. Masa kebuntingan induk babi sekitar 16 minggu (3 bulan, 3 minggu 3 hari) dengan angka kelahiran sekitar 8–10 ekor, walaupun potensi genetik babi saat ini bisa lebih dari itu. Penting agar anak babi menyusu untuk mendapatkan kekebalan induk sekaligus nutrisi untuk 2-3 minggu pertama kehidupan. Setelah itu anak babi akan dipisahkan dari induk babi dan disapih ke diet khusus dan seimbang untuk meningkatkan pertumbuhan sampai mencapai bobot panen sekitar 240-270 pound.

Yorkshire


Jenis Yorkshire berwarna putih dengan telinga tegak. Yorkshires dikenal karena ototnya, dengan proporsi daging tanpa lemak yang tinggi dan lemak punggung yang rendah. Kesehatan dan daya tahan adalah kekuatan lain dari ras ini.

Trah ini dikenal sebagai “Mother Breed” karena Yorkshire mampu melahirkan dan memelihara banyak anak babi. Yorkshires adalah babi besar dan panjang, yang memungkinkan untuk dipasarkan dengan bobot yang lebih berat tanpa kehilangan efisiensi. Ras ini secara konsisten lebih panjang daripada breed lain sehingga menjadi pilihan para peternak di dunia.

Landrace


Babi putih dengan telinga terkulai,  Betina Landrace mampu menghasilkan air susu yang banyak. Landrace memiliki tubuh panjang, persentase bobot karkas yang tinggi di ham dan pinggang. Landrace lebih unggul karena sifat keibuannya, performa reproduksi yang baik dengan jumlah lahir hidup realatif banyak dan bobot individu saat disapih yang bagus.

Landrace ras murni menduduki peringkat ke-3 untuk tingkat pertumbuhan, unggul dalam hal panjang karkas. Hasil persilangan dengan landrace ini telah menghasilkan perbaikan breed yang dramatis dalam performa dan sifat karkas. Perubahan ini ditambah seleksi yang efektif untuk telinga yang lebih kecil dan kaki yang kuat telah membuat Landrace menjadi komponen penting dari program persilangan yang dilakukan oleh para peternak babi di dunia.

Chester White


Chester Whites berasal dari Chester County, berwarna putih dengan telinga berukuran sedang dan sering berpenampilan murung. Dikenal karena kemampuan mengasuh anak, memiliki daya tahan tubuh, tingkat kesehatan dan kualitas otot yang baik..

Chester White betina telah lama dikenal memiliki tingkat pembuahan yang tinggi dan jumlah anak babi yang banyak sehingga secara ekonomi cukup bagus untuk pembibitan. Ras ini memiliki tingkat konsepsi 12% lebih tinggi dibandingkan breed lain. Trah Chester White hampir bebas dari gen stres. Selain itu, ras ini adalah 1 dari 3 breed yang secara konsisten menunjukkan kualitas daging yang superior. Ketika disilangkan dengan breed lain, tingkat heterosis yang tinggi merupakan respons yang khas.

Duroc


Jenis babi merah dengan telinga terkulai ini dihargai karena kualitas produk, hasil karkas,  pertumbuhan cepat, dan efisiensi pakan mereka. Betinanya memiliki produktivitas yang baik dan umur relatif panjang. Ras ini adalah kontributor utama untuk hampir setiap peternakan babi yang sukses. Trah ini telah lama dikenal karena kemampuannya untuk tumbuh lebih cepat dengan sedikit pakan. Produsen juga dapat memaksimalkan heterosis yang dihasilkan oleh persilangan galur genetik murni ini.

Hampshire

Babi dengan “sabuk” dan dikenal menghasilkan otot tanpa lemak, kualitas karkas tinggi, lemak punggung minimal, dan mata pinggang besar. Betinanya juga dikenal karena kemampuan mengasuh anak dan cinderung memiliki umur panjang dalam kawanan babi.

Hewan hitam ini memiliki ikat pinggang yang khas dan unik, yaitu strip putih yang melingkari tubuh seluruhnya termasuk kaki depan dan kaki. Hampshires cukup produktif, ramping, menguntungkan untuk dipelihara dan jumlah daging yang banyak. Hamshire termasuk hewan yang agresif.

Poland Cina

Dikenal dengan tubuh yang besar dan panjang, ramping dan berotot. Mereka tumbuh dengan baik di bawah perawatan dan manajemen yang baik, dan pembawaannya relatif tenang. Persentase karkas tanpa lemak dengan persentase tinggi. Praktis, status kesehatan baik, tahan lama dan kokoh, kemampuan untuk beradaptasi dengan hampir semua lingkungan.

Berkshire


Berkshires dikenal karena pertumbuhannya yang cepat dan efisien, efisiensi reproduksi cukup baik, bersih, serta rasa dan nilai daging tinggi. Breed Berkshire adalah satu-satunya sumber genetik dalam industri babi yang memiliki nilai premium berdasarkan kualitas daging babi superior yang diketahui. Daging babi Berkshire telah terbukti secara ilmiah memiliki warna, tekstur, pH tertinggi, dan kapasitas menahan air yang lebih baik.

Pilihan manajemen yang sederhana dengan genetika Berkshire murni yang dikontrol dengan benar akan membuka peluang keuntungan baru yang tidak dapat ditemukan di mana pun di seluruh industri daging babi.

Spotted


Dicirikan oleh bintik-bintik besar, hitam-putih. Dikenal karena efisiensi pakan dan kualitas karkasnya. Betinanya memiliki produktivitas, kepatuhan, dan daya tahan tubuh yang baik. Tidak ada keraguan tentang pentingnya bibit yang kuat dan tahan lama dalam kawanan dan breed Spotted menyediakan hal itu. Sifat keibuan relatif baik dan tangguh, efisiensi reproduksi ekstra, serta tahan banting.

Demikian gambaran ras babi yang umumnya dipakai di peternakan babi saat ini. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang menajemen calon induk dan model persilangannya, silahkan baca juga : Kawin Silang pada Ternak Babi

Semoga bermanfaat !!!

Referensi :

  1. https://www.clemson.edu/extension/4h/programs/ag-animals/livestock/files/youthacademy/swine/mod2breedsanatomyselection/swinebreedsquiz.pdf
  2. https://www.sciencedirect.com/topics/agricultural-and-biological-sciences/swine-breeds/pdf
  3. https://porkcheckoff.org/pork-branding/facts-statistics/major-swine-breeds/
  4. https://utahporkproducers.org/producer-resources/pig-breeds/
Penyakit Mulut dan Kuku pada Babi

Penyakit Mulut dan Kuku pada Babi

Setelah bulan lalu kita membahas penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi, kali ini kita akan membahas kejadian pada babi. PMK adalah penyakit virus yang sangat menular. Ini adalah penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease (TAD) yang sangat mempengaruhi produksi ternak dan mengganggu perdagangan hewan dan produk hewan regional dan internasional. Penyakit ini diperkirakan beredar di 77% dari populasi ternak global, di Afrika, Timur Tengah dan Asia, serta di daerah terbatas di Amerika Selatan.

Sepert halnya pada sapi, gejala PMK yang mirip juga teramati pada babi, yaitu ditandai dengan vesikel pada kaki, moncong, dan mulut. Berbagai macam hewan liar dan domestik, terutama mamalia berkaki terbelah, rentan terhadap PMK. Kuda adalah hewan yang resisten terhadap PMK sehingga ini bisa menjadi acuan dalam diagnosa penyakit. Di negara-negara di mana PMK terjadi secara endemik dan populasi babi relatif banyak, maka babi juga beresiko terinfeksi. Semua kelompok umur rentan.

Jika kita melihat sejarah, PMK ini sudah teramati tahun 1546. PMK menyebabkan kerugian besar pada ternak di seluruh dunia, bukan karena jumlah kematian yang terjadi tetapi lebih kepada hilangnya produktivitas ternak. Negara yang terjangkit PMK, akan mengalami embargo ekspor karena produk yang dihasilkan umumnya akan ditolak. Upaya pembebasan terhadap status PMK juga tidak murah, depopulasi seluruh ternak yang bertujuan untuk menghambat penularan secara tidak langsung juga menghancurkan industri babi di negara-negara ini.

Terkait ternak babi, kejadian penyakit vesikular tidak bisa disimpulkan langsung sebagai PMK. Lesi vesikular ini harus dikonfirmasi dengan uji laboratorium karena kemiripan yang ada. Babi perlu mendapatkan perhatian khusus karena mereka lebih rentan terhadap penyakit vesikular daripada spesies ternak lainnya. Selain itu, babi juga bisa berperan dalam penyebaran PMK dengan memproduksi aerosol virus dalam jumlah yang besar.

Apa penyebab dari PMK? Aphthovirus dari keluarga Picornaviridae adalah agen penyakit yang menyebabkan PMK. Setidaknya ada 7 jenis virus yang berbeda secara imunologis, yaitu A, O, C, South African Territory (SAT) 1, 2, 3 dan Asian 1. Lebih dari 60 subtipe virus PMK telah diidentifikasi dan subtipe baru terus berkembang dengan perbedaan antigenik. Hal ini membuat kita untuk terus mengupdate ketersediaan vaksin yang sesuai untuk pengendaliannya. Variasi antigenik virus dan perlindungan silang yang terbatas di antara galur-galur ini mengharuskan kita untuk mempunyai varian vaksin yang beragam, dimana pemilihannya tergantung tantangan yang muncul dilapangan. Vaksin tunggal hampir mustahil mampu melindungi maksimal terhadap semua galur. Oleh karena itu, peran biosekuriti harus dioptimalkan. Disinfektan yang bisa dipilih untuk melawan virus PMK dengan efektif antara lain termasuk natrium hidroksida, asam asetat, atau natrium karbonat.

Penularan virus PMK ini bisa terjadi melalui aerosol pernapasan dan kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Pada kondisi tertentu, penularan secara aerosol bisa terjadi sejauh 30 mil atau sekitar 48 km. Babi yang terinfeksi adalah penyebar virus yang luar biasa, bahkan mereka mampu menghasilkan virus aerosol dengan konsentrasi yang berkali-kali lebih besar daripada sapi atau domba. Babi juga disebut sebagai “amplifier host/hospes penguat” untuk kejadian PMK.

Babi yang terinfeksi mampu menyebarkan virus dalam ekskresi dan sekresinya. Virus PMK juga bertahan untuk jangka waktu yang lama dalam produk daging beku sehingga cukup beresiko terutama jika dikaitkan dengan swill feeding. Konsumsi pakan dari produk asal babi/sisa makanan mentah yang mengandung daging yang terkontaminasi dapat menularkan virus ke ternak dalam waktu yang relatif singkat. Manusia juga bisa menjadi vektor penyebaran sehingga sangat penting untuk menerapkan biosekuriti yang baik.

Catatan penting yang harus kita sadari adalah secara umum ternak ada kemungkinan pulih dari PMK. Ternak yang sembuh ini akan menjadi carrier/pembawa penyakit selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hati-hati, karena hewan carrier ini berpotensi menyebarkan virus dan menjadi penyebab munculnya wabah PMK baru. Namun demikian, ternak babi diyakini bukan merupakan agen pembawa virus PMK dalam jangka panjang.

Proses penularan PMK diawali dengan adanya virus yang menempel pada mukosa saluran pernapasan. Makrofag kemudian membawa virus ke epitel, mukosa dan miokardium untuk bereplikasi atau memperbanyak diri sehingga terjadi viremia. Dalam beberapa hari kemudian, vesikel akan berkembang pada moncong, mulut, lidah, dan terutama kaki. Infeksi sekunder bisa terjadi pada kaki beberapa babi dan menyebabkan kepincangan kronis.

Pada sapi, virus PMK juga mempengaruhi epitel kelenjar susu sehingga air susu yang dihasilkan bisa menjadi sumber penularan dalam waktu yang lama. Meskipun belum terbukti, kejadian serupa mungkin saja  terjadi pada babi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini. Baca juga : PMK pada Sapi

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/core/lw/2.0/html/tileshop_pmc/tileshop_pmc_inline.html?title=Click%20on%20image%20to%20zoom&p=PMC3&id=4876306_fvets-03-00041-g004.jpg  

Gambar diatas memperlihatkan kondisi jantung babi dengan miokarditis yang disebabkan oleh virus PMK. Otot jantung nampak pucat multifokal baik pada vetrikel kanan maupun kiri. Virus PMK ini sering menyebabkan terjadinya nekrosis atau kematian jaringan pada miokardium yang cukup parah pada anak babi yang baru lahir atau babi umur muda. Hal ini akan mengakibatkan kematian mendadak akibat gagal jantung. Miokardium yang berbintik-bintik membentuk garis ini disebut dengan lesi tiger heart yang cukup berguna dalam proses diagnosa PMK.

https://www.cabi.org/isc/datasheet/82823#toPictures

Lalu bagaimana tanda-tanda klinis PMK? Bahaya dari virus PMK ini adalah ternak yang sehat bisa saja sudah terpapar tanpa ada gejala yang signifikan. Masa inkubasi 1-5 hari ini terkadang terlambat memberikan signal kepada kita. Ketimpangan sering kali merupakan tanda pertama yang harus diperhatikan yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh akut. Tanda yang umum untuk kasus PMK adalah slobbering dan chomping atau berliur dan gerakan mengunyah. Depresi, kuku lepas dan peningkatan kematian pada anak babi yang masih menyusu juga harus diwaspadai.

Babi bunting dapat terjadi keguguran atau melahirkan anak babi yang lahir mati dan terinfeksi. Kematian mendadak dapat terjadi pada babi yang baru lahir, terkadang sebelum tanda atau lesi terlihat pada babi tersebut. Tahap awal lesi akan tampak pucat dan kecil pada kulit moncong, jaringan lunak kaki, dan mungkin puting susu induk babi yang menyusui. Pada saat gejala klinis mulai nampak, biasanya vesikel atau bula kulit akan teramati. Tanda-tanda berkembang dengan cepat dan morbiditas meningkat dengan cepat. Mortalitas biasanya kurang dari 5% tetapi dapat terjadi kematian yang lebih tinggi pada babi muda.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/core/lw/2.0/html/tileshop_pmc/tileshop_pmc_inline.html?title=Click%20on%20image%20to%20zoom&p=PMC3&id=4876306_fvets-03-00041-g003.jpg

Pada gambar diatas menunjukkan perkembangan lesi pada kaki babi yang terinfeksi PMK strain Cruzeiro A24 pada 2 hari setelah infeksi (dpi) dan 24 hari setelah infeksi (dpi) dengan inokulasi intraorofaringeal. Gambar A adalah kondisi lesi vesikuler pada 2 dpi dimana epitel menjadi pucat dan meluas ke bola tumit dan kulit interdigitalis dengan demarkasi yang jelas dari kulit normal. Gambar B adalah kondisi saat 24 dpi dimana jaringan parut diskeratosis proliferatif telah menggantikan lapisan epitel yang mengelupas.

Vesikel dan bula berkembang di moncong, di belakang tepi moncong, di nares, di lidah dan bibir, dan pada jaringan lunak kaki. Lesi pada kaki ini lebih sering terjadi, mengakibatkan pengelupasan kuku dan pincang. Lesi jarang terjadi pada vulva, puting susu induk babi, atau skrotum babi jantan. Vesikel biasanya pecah dalam 24 jam dan epidermis superfisial mengelupas untuk menunjukkan hiperemia dan perdarahan pada jaringan di bawahnya. Lesi tanpa komplikasi umumnya sembuh dalam 2 minggu. Kejadian PMK yang parah terutama pada babi muda bisa terlihat area nekrosis miokard yang luas dan berbintik-bintik.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, babi cukup rentan dengan penyakit vesikuler lain yang sulit dibedakan dengan PMK. Oleh karena itu, diagnosa pada babi tidak dapat hanya dengan melihat tanda-tanda klinis dan lesi yang nampak karena gambarannya sangat mirip. Diagnosis banding penyakit virus vesikular pada babi idealnya harus dilakukan uji laboratorium.

Teknik diagnostik yang digunakan meliputi uji serologis untuk mengidentifikasi virus infection-associated antigen (VIA), complement fixation (CF) and enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Selain itu juga test viral antigen, virus isolation (VI) and neutralization (VN), electron microscope (EM) dan studi inokulasi hewan. Uji Polymerase chain reaction (PCR) juga telah  dikembangkan dan sering digunakan.

Tidak ada obat untuk PMK.  Deteksi dini dan pemberian support terapi yang didukung biosekuriti yang ketat menjadi hal yang harus dilakukan. Upaya pencegahan PMK tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Umumnya peraturan dibuat terkait biosekuriti, yaitu mengatur impor hewan, produk hewani, semen, embrio, dan peraturan yang terkait dengan keamanan vaksin dan produk biologis lainnya. Di negara-negara yang positif PMK, program vaksin secara kontinyu digunakan untuk upaya pencegahan. Selain itu, pengendalian juga bisa dilakukan dengan pengawasan lalu lintas ternak dan proses penyembelihan hewan terinfeksi diikuti dengan penguburan atau pembakaran hewan dan desinfeksi tempat produksi.

Apa strategi yang dilakukan untuk negara yang masih bebas PMK? Tindakan yang harus diupayakan negara-negara yang bebas PMK adalah dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan nasional yang ditegakkan secara ketat. Kontrol atas impor hewan berkuku terbelah dan daging dari hewan harus jelas (country base vs zona base). Virus dapat bertahan di sumsum tulang dan kelenjar getah bening dari bangkai yang terinfeksi selama beberapa minggu. Jika penyakit masuk ke daerah bebas, idealnya kebijakan pemotongan paksa/depopulasi harus diterapkan, semua hewan yang sakit dan kontak disembelih. Lockdown  pergerakan hewan diberlakukan dan penelusuran dilakukan untuk memeriksa kemungkinan penyebaran penyakit melalui kontak sebelumnya. Vaksinasi juga dapat digunakan di sekitar wilayah yang terkena agar resiko penyebaran bisa diminimalisir.

Jika peternakan kita berada di zona beresiko PMK, maka kita harus mengambil tindakan pencegahan yang ketat terhadap kontaminasi kawanan ternak. Tantangan terbesar adalah penularan via udara. Babi yang terinfeksi dapat menghasilkan sejumlah besar virus infektif sebagai aerosol. Dalam cuaca kering ketika ada panas yang kuat, virus aerosol dengan cepat dinonaktifkan sehingga angin tidak membawa aerosol infektif terlalu jauh. Jika vaksinasi diizinkan dan kawanan babi berada di daerah berisiko tinggi, sebaiknya kita mempertimbangkan untuk melaksanakan vaksinasi rutin.

Berikut adalah langkah-langkah biosekuriti dasar yang dapat membantu meminimalkan penyebaran penyakit : standarisasi pig flow management, batasi lalu lintas orang dan kendaraan yang berpotensi menjadi sumber penularan, batasi pengunjung ke peternakan atau sediakan sepatu bot serta pakaian khusus sebelum masuk lokasi kandang, sediakan bilik untuk mandi atau minimal cuci tangan, tempatkan foot dips di semua akses penting dengan menggunakan disinfektan. Selalu monitor semua prosedur pembersihan dan desinfeksi, pastikan kendaraan sudah dibersihkan dan didesinfeksi sebelum masuk lokasi peternakan. Lakukan tindakan pencegahan khusus saat pengiriman pakan ataupun saat memuat ternak dengan desinfeksi di semua area pemuatan sebelum dan sesudah digunakan, periksa drainase peternakan dan bersihkan secara menyeluruh.

Setelah kandang dikosongkan, protokol untuk repopulasi dimulai dengan membersihkan fasilitas kandang. Lakukan pembersihan kotoran dan pupuk kandang di semua area menggunakan sapu/sikat lalu semprot dengan air bertekanan rendah dan dilanjutkan dengan tekanan tinggi (750 psi – 2.000 psi) untuk menghilangkan semua kotoran dan bahan organik. Semprotkan pada langit-langit terlebih dahulu, lalu dinding dan terakhir lantai dengan ukuran nozel yang memungkinkan untuk mencuci area yang sulit dijangkau. Bilas semua permukaan untuk menghilangkan akumulasi bahan organik, deterjen bisa menjadi pilihan yang ekonomis. Setelah pembersihan selesai, lakukan proses desinfeksi menyeluruh. Ingat desinfekan akan bekerja optimal pada permukaan yang sudah bersih dari bahan-bahan organik dan juga paling baik dilakukan pada suhu di atas 18°C ​​(65°F), tetapi tidak di atas 43°C (110°F). Aplikasi desinfeksi secara kabut atau aerosol adalah alternatif yang bisa dilakukan untuk lebih menjangkau area yang sulit. Setelah proses desinfeksi selesai, biarkan mengering dan kosongkan area selama beberapa waktu sebelum diisi ternak kembali.

Semoga bermanfaat ya…

Referensi :

  1. https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/foot-mouth-disease#:~:text=Definition,snout%20and%20in%20the%20mouth.
  2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4876306/ The Patogenesis of Foot and Mouth Disease in Pigs
  3. https://www.woah.org/en/disease/foot-and-mouth-disease/
  4. https://www.cabi.org/isc/datasheet/82823 Foot and Mouth Disease in Pigs
  5. https://www.pig333.com/pig-diseases/foot-and-mouth-disease_43
  6. https://www.pigprogress.net/topic/foot-and-mouth-disease-fmd/
  7. https://www.thepigsite.com/disease-guide/foot-mouth-fmd-vesicular-disease
Nipah Virus

Nipah Virus

Beberapa minggu ini kita mendengar dan membaca berita tentang ancaman potensi pandemi baru, yaitu virus Nipah (NiV). Nah, apa sih virus Nipah itu? Mengapa bisa disimpulkan berpotensi sebagai pandemi baru? Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Pada artikel ini kita akan belajar bersama untuk lebih mengenal apa itu virus Nipah agar kita bisa lebih waspada.

Apa itu virus Nipah? Virus Nipah adalah agen penyakit menular yang muncul pertama kali pada babi domestik di Malaysia dan Singapura tahun 1998 dan 1999. Nama Nipah berasal dari desa/sungai di Malaysia tempat virus isi ditemukan. Kelelawar adalah inang alami dari virus ini, sedangkan babi berperan sebagi inang perantaranya. Virus Nipah ini bersifat zoonosis, artinya bisa menular dari hewan ke manusia. Selain itu virus ini juga dapat ditularkan melalui makanan/buah-buahan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia, seperti yang terjadi di India dan Bangladesh. Jika manusia terinfeksi virus Nipah akan menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi asimtomatik / subklinis sampai penyakit pernapasan akut dan encephalitis (radang otak). Pada kejadian di peternakan babi, virus ini juga dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan saraf parah yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak. Virus Nipah adalah RNA virus dari famili Paramyxoviridae, genus Henipavirus dan berkerabat dekat dengan Hendra virus. Selain itu, terdapat laporan juga bahwa virus Nipah bisa menginfeksi beberapa spesies hewan peliharaan termasuk anjing, kucing, kambing/domba, dan kuda.

Penularan. Kelelawar buah (flying foxes) dari genus Pteropus adalah inang reservoir alami dari virus Nipah dan virus Hendra. Virus ini terdeteksi ada dalam urin, kotoran, air liur, dan cairan tubuh lain dari kelelawar. Kasus pertama di Malaysia terjadi di peternakan babi yang kebetulan memiliki banyak tanaman buah-buahan di area peternakannya. Mungkin sebagai akibat dari penggundulan hutan, akhirnya tanaman tersebut menarik kelelawar dari hutan tropis untuk datang dan memakan buah-buahan itu sehingga babi domestik yang dipelihara itu tertular virus Nipah. Diperkirakan bahwa ekskresi dan sekresi ini memicu infeksi pada babi yang kemudian disusul dengan penyebaran yang cepat. Selain itu, penularan antar peternakan mungkin terjadi karena perantaraan fomites, yaitu virus yang menempel pada pakaian, peralatan, sepatu bot, kendaraan dan lain-lain. Kejadian penularan virus Nipah ke manusia di Malaysia dan Singapura hampir selalu dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi babi yang terinfeksi. Sedangkan laporan kejadian wabah di Bangladesh dan India menunjukkan penularan dari kelelawar tanpa inang perantara, yaitu karena kebiasaan manusia mengkonsumsi buah-buahan dan produknya yang ternyata terkontaminasi dengan urin, air liur dan kotoran kelelawar, atau saat proses memanjat pohon buah yang yang banyak kontaminan cairan tubuh dari kelelawar. Di Bangladesh dan India juga berulang kali dilaporkan adanya penularan penyakit dari manusia ke manusia sehingga tindakan pencegahan diperlukan untuk para keluarga penderita atau pekerja rumah sakit yang merawat pasien yang terinfeksi. Tindakan pencegahan juga harus diambil saat mengirimkan dan menangani sampel untuk uji laboratorium, selain juga di rumah pemotongan hewan. Jadi, virus Nipah dapat menyebar ke manusia melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi (kelelawar, babi, atau cairan tubuh mereka seperti darah, urin, air liur), mengkonsumsi produk makanan yang telah terkontaminasi (nira sawit, buah-buahan yang terkontaminasi oleh kelelawar), serta kontak dekat dengan orang yang terinfeksi (leleran hidung, pernapasan, urin, atau darah).

Gejala klinis pada ternak. Virus Nipah pada babi mempengaruhi sistem pernapasan dan saraf yang sering dikenal dengan Porcine Respiratory and Neurologic Syndrome, Porcine Respiratory and Encephalitic Syndrome (PRES), and Barking Pig Syndrome (BPS). Penyakit ini sangat menular pada babi, namun tanda klinisnya bervariasi tergantung pada usia dan respon ternak terhadap virus. Secara umum mortalitas (angka kematian) rendah kecuali jika kejadiannya pada anak babi, sedangkan morbiditas (angka kesakitan) tinggi pada semua kelompok umur. Kebanyakan babi akan menunjukkan gejala sulit bernafas, demam, dan batuk yang parah. Selain itu tanda gangguan saraf nya adalah gemetar, gangguan dan kelemahan otot, kejang, serta kematian. Yang lebih berbahaya adalah jika babi yang sakit tidak menunjukkan gejala (asimtomatik) sehingga peternak tidak bisa mengidentifikasi jika babinya sedang sakit. Infeksi alami pada anjing dapat menyebabkan sindrom seperti distemper dengan tingkat kematian yang tinggi. Baca juga penyakit zoonosis lainnya, yaitu swine influenza, Newcastle Disease dan Avian Influenza.

Gejala klinis pada manusia. Biasanya infeksi pada manusia muncul sebagai sindrom encephalitis yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mengantuk, disorientasi, kebingungan mental, koma, dan kematian. Saat wabah di Malaysia, tercatat ada 265 kasus pada manusia dimana 105 diantaranya klinis berakhir dengan kematian. Tanda awal orang yang terinfeksi biasanya meliputi demam, sakit kepala, mialgia, muntah dan sakit tenggorokan. Hal ini kemudian dapat diikuti juga dengan pusing, mengantuk, tingkat kesadaran menurun, dan tanda neurologis/gangguan saraf yang mengindikasikan kejadian enchepalitis akut. Beberapa orang juga dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernapasan yang parah atau akut. Pada kasus radang otak dan kejang biasanya akan terjadi pada kasus yang parah, kemudian berkembang menjadi kondisi koma dalam 24-48 jam. Masa inkubasi virus Nipah ini antara 4-14 hari, akan tetapi ada juga laporan yang menunjukkan sampai 45 hari. Tingkat kematian kasus infeksi virus Nipah bervariasi antara 40-75% tergantung pada pengawasan dan manajemen klinis saat terjadi wabah. Jika manusia berhasil sembuh dari penyakit ini kondisinya juga bervariasi, ada yang bisa sembuh total atau masih menyisakan sedikit gangguan saraf akibat encephalitis akut dan bisa juga kambuh kembali.

Diagnosis. Penyakit ini sulit untuk di diagnosis jika hanya berdasarkan tanda-tanda klinis saja. Sangat disarankan untuk melakukan konfirmasi melalui tes laboratorium. Idealnya, jika muncul gejala awal penyakit segera lakukan uji real time polymerase chain reaction (RT-PCR) di laboratorium dengan sampel dari swab tenggorokan, hidung, cairan serebrospinal, urin, atau darah. Kemudian dalam perjalanan penyakit dan setelah pemulihan kita bisa melakukan monitoring antibodi dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Sekali lagi, diagnosis dini infeksi virus Nipah ini masih menjadi tantangan karena gejala awal penyakit yang terkadang tidak spesifik sehingga diperlukan kesadaran dari orang yang sakit ini untuk segera mengkonfirmasi dengan uji laboratorium. Hal ini menjadi krusial mengingat resiko terburuk pada manusia adalah kematian, dan selain itu respon yang cepat bisa mencegah penularan ke orang lain sehingga wabah yang meluas bisa dihindari.

Pengendalian dan perlakuan. Belum ada vaksin yang bisa dipakai dalam upaya pengendalian virus Nipah di peternakan, oleh karena itu jika ada wabah langkah pemberantasannya dilakukan dengan depopulasi/pemusnahan babi yang terinfeksi disertai pembatasan kontak diwilayah wabah. Selain itu uji laboratorium untuk monitoring antigen dan antibodi dari peternakan berisiko tinggi bisa dipertimbangkan untuk mencegah wabah di masa depan serta peningkatan praktek biosekuriti. Salah satu tindakan biosekuriti yang paling penting untuk daerah yang terkena dampak adalah untuk mengurangi kemungkinan reservoir kelelawar bersentuhan dengan fasilitas produksi babi atau dengan meminimalkan tanaman buah-buahan yang beresiko mengundang kelelawar untuk datang ke lokasi kandang.

Untuk pencegahan pada manusia sampai saat ini juga belum ada obat atau vaksin yang secara khusus menargetkan infeksi virus Nipah, namun WHO telah mengidentifikasi Nipah sebagai penyakit prioritas. Proses penelitian dan pengembangan vaksin Nipah sedang berlangsung di Australia dan Perancis. Perawatan suportif yang intensif direkomendasikan untuk mengobati komplikasi pernapasan dan neurologis yang parah pada manusia termasuk istirahat, mencegah dehidrasi, dan pengobatan berdasarkan gejala klinis yang muncul. Ribavirin dilaporkan digunakan untuk mengobati sejumlah kecil pasien saat awal wabah di Malaysia, tetapi tingkat keampuhannya tidak cukup jelas. Selain langkah-langkah yang dapat diambil tiap individu untuk menurunkan risiko infeksi, peran penting para ilmuwan, peneliti, dan komunitas untuk terus mempelajari tentang virus Nipah ini sangat vital sebagai upaya pencegah wabah di masa mendatang. Upaya pencegahan yang lebih luas meliputi pengawasan hewan dan manusia di daerah di mana virus Nipah terdeteksi, meningkatkan penelitian tentang ekologi kelelawar buah untuk memahami di mana mereka tinggal dan bagaimana mereka menyebarkan virus ke hewan dan manusia lain, evaluasi teknologi atau metode baru untuk meminimalkan penyebaran virus di dalam populasi kelelawar, memperbaiki alat untuk mendeteksi virus sejak dini di masyarakat dan ternak, memperkuat protokol untuk pengaturan perawatan kesehatan pada praktek pengendalian infeksi standar untuk mencegah penyebaran antar manusia, meningkatkan kesadaran tentang tanda, gejala, dan risiko virus Nipah diantara populasi berisiko tinggi. Area beresiko tinggi ini meliputi lokasi geografis, area kontak dengan kelelawar buah atau barang yang terkontaminasi oleh kelelawar buah, area kontak dengan babi atau hewan yang dapat bersentuhan dengan kelelawar buah, serta lingkungan pekerja rumah sakit/keluarga di yang merawat pasien Nipah.

Distribusi geografis. Wabah infeksi Virus Nipah telah dilaporkan pada peternakan babi di Malaysia dan Singapura, sedangkan kasus penyakit Nipah pada manusia sudah dilaporkan di Malaysia, Singapura, India, dan Bangladesh. Kelelawar buah berasal dari family Pteropodidae, dan spesies yang termasuk dalam genus Pteropus adalah inang alami virus Nipah. Melihat pola penyebaran dan habitat kelelawar genus Pteropus ini, maka lokasi geografis lain yang mungkin berisiko terhadap wabah virus Nipah di masa mendatang adalah Kamboja, Indonesia, Madagaskar, Filipina, dan Thailand. Diasumsikan bahwa distribusi geografis Henipaviruses tumpang tindih, yang diperkuat dengan hipotesis dengan bukti adanya infeksi Henipavirus pada kelelawar Pteropus dari Australia, Bangladesh, Kamboja, China, India, Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Papua Nugini, Thailand, dan Timor-Leste. Sedangkan kelelawar buah Afrika dari genus Eidolon, family Pteropodidae juga ditemukan positif antibodi terhadap virus Nipah dan Hendra, sehingga menunjukkan bahwa virus ini mungkin ada dalam distribusi geografis kelelawar Pteropodidae di Afrika.

Apakah virus Nipah sudah ada di Indonesia? Sejauh ini belum ada kasus Nipah di Indonesia, baik pada ternak babi maupun manusia. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan virus Nipah pada populasi kelelawar/kalong dan babi di beberapa wilayah Indonesia.

Penelitian seroepidemiologi dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) di lakukan terhadap 156 sampel serum kelelawar Pteropus vampyrus dan 2740 sampel serum ternak babi dengan uji serologi (ELISA) terhadap antibodi virus Nipah. Dari 156 sample kelelawar yang diuji, ada 37 sampel yang positif artinya 23,7% serum kelelawar mengandung antibodi terhadap virus Nipah. Prevalensi virus Nipah pada kelelawar bervariasi mulai di daerah Jawa Tengah sebesar 33% (1/3), Sumatra Utara 30,6% (19/62), Jawa Timur 19% (10/52) dan Jawa Barat 18% (7/39). Sedangkan untuk hasil uji serologis 2740 sampel serum ternak babi tidak ada satupun yang positif terhadap virus Nipah. Sampel serum babi ini diambil dari Rumah Potong Hewan (Jakarta, Medan, Riau) dan beberapa wilayah peternakan di Riau, Sulawesi Utara, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Screening virus Nipah juga dilakukan di Kalimantan Barat dengan uji serologi (ELISA) terhadap 610 serum babi dan 99 serum kelelawar (84 serum dari jenis Pteropus vampyrus dan 15 serum dari jenis Cynopterus brachyotis). Dari uji ini didapatkan bahwa pada semua sampel serum babi dan serum kelelawar Cynopterus brachyotis tidak terdeteksi adanya antibodi terhadap virus Nipah, sedangkan 19% dari 84 sampel kelelawar Pteropus vampyrus adalah positif. Selain itu dari wawancara dengan para petani atau peternak di daerah tersebut juga tidak ada laporan kejadian encephalitis atau gejala pernapasan pada diri mereka sendiri, keluarga, pekerja atau ternak babi mereka.

Selain uji serologi (ELISA) untuk mendeteksi antibodi, terdapat juga penelitian dengan melakukan uji RT-PCR untuk mendeteksi antigen dari virus Nipah ini. Penelitian dilakukan pada kelelawar Pteropus vampyrus di Sumatra Utara, tepatnya di kota Medan dan Deli Serdang. Sampel diambil dari urin, kandung kemih, oro-pharangyeal swab dan juga darah dari kelelawar tersebut. Semua sampel dari kota Medan hasilnya negatif (0/48), tetapi beberapa sampel dari Deli Serdang ada yang positif (4/96). Penelitian ini memberikan bukti molekuler pertama bahwa virus Nipah memang beredar di populasi kelelawar di Indonesia.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa infeksi virus Nipah sudah terdeteksi pada kelelawar (flying fox) di beberapa bagian di Indonesia, tetapi tidak pada ternak babi ataupun manusia. Walaupun demikian, virus Nipah di Indonesia tetap harus diantisipasi dan dimonitor termasuk resiko penyebarannya pada babi dan manusia terutama di wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan daerah lain yang terdapat habitat kelelawar. KIta harus meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko kejadian penyakit Nipah dengan program pengendalian dan pencegahan yang baik sehingga pandemi yang ditakutkan tidak terjadi.

Semoga bermanfaat. Stay safe and stay healthy.

Referensi :

  1. https://www.who.int/health-topics/nipah-virus-infection#tab=tab_1
  2. https://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/animal-diseases/Nipah-Virus/
  3. https://www.researchgate.net/publication/253336499_Nipah_Virus_in_the_Fruit_Bat_Pteropus_vampyrus_in_Sumatera_Indonesia
  4. https://www.researchgate.net/publication/26701115_Screening_for_Nipah_Virus_Infection_in_West_Kalimantan_Province_Indonesia
  5. http://bbvdps.ditjenpkh.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/11/ANALISA-RISIKO-KUALITATIF-NIPAH-VIRUS-DI-INDONESIA.pdf
  6. http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=578986&val=9634&title=Seroepidemiologi%20Nipah%20Virus%20pada%20Kalong%20dan%20Ternak%20Babi%20di%20Beberapa%20Wilayah%20di%20Indonesia
  7. https://www.cdc.gov/vhf/nipah/index.html
  8. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19108397/ Lessons from the Nipah virus outbreak in Malaysia

Glasser’s Disease (Haemophilus parasuis)

Glasser’s Disease (Haemophilus parasuis)

Glasser’s disease adalah penyakit menular pada babi yang ditandai  dengan adanya meningoensephalitis, polyserositis dan polyarthritis. Penyebab Glasser’s disease adalah  Haemophilus parasuis (Hps), bakteri gram negatif bentuk batang yang kecil dan pleomorfik. Penyakit ini terjadi secara sporadis dan biasa diamati pada babi usia 3-12 minggu, bahkan lebih tua. Kasus biasanya muncul saat stres karena penyapihan, perubahan lingkungan, atau ko-infeksi dengan penyakit lainnya. Sedikitnya 21 serovars Hps yang berhasil  diidentifikasi. Serovars 4, 5, 13 dan 14 lebih lazim di Amerika Utara dan merupakan  Hps yang pathogen di dunia.  Cross proteksi  dapat terjadi tetapi tidak lengkap. Contoh, Vaksin yang berisi Hps serovars 4 & 5 biasanya melindungi terhadap homolog dan heterologous serovars 4 & 5 dan mengurangi jumlah lesi yang disebabkan oleh serovars 13 & 14.

Glasser’s disease biasanya terjadi secara akut dengan gejala demam (40-41°c), hilang nafsu makan, nafas dangkal dan sulit seperti ada gerakan menjulurkan kepala, batuk dan nasal discharge mungkin terjadi,  sendi bengkak dan hangat, mati dalam 2-5 hari. Babi yang bertahan biasanya akan tampak arthritis kronis, pericarditis dan gagal jantung, meningitis atau obstruksi usus.  Hal lain yang harus kita perhatikan, jika ada finisher atau calon induk SEHAT di farm terjadi  kematian mendadak disertai batuk dan demam, maka kemungkinan disebabkan oleh Haemophilus parasuis.

Secara klinis, Hps jika ko-infeksi dengan patogen lain seperti PRRS (Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome), PCV2 (Porcine Circovirus type 2), Streptococcus suis dan Pasteurella multocida akan menyebabkan meningkatnya kerugian ekonomi. Ko-infeksi PCV2 dan Hps adalah kombinasi yang paling lazim terkait dengan PMWS (Post weaning  Multisystemic Wasting Syndrome) di Korea dan Cina. Sebuah penelitian yang dilakukan di China menyatakan bahwa, ko-infeksi antara (PCV2) dan Hps4 menginduksi cedera sistem dan meningkatkan keganasan PCV2 di piglet.

Bagaimana mekanisme penyakit ini terjadi sebenarnya kurang dipahami dengan jelas, tetapi vaskulitis memainkan peran penting. Hps dapat menjadi patogen utama, tetapi bisa juga dikaitkan dengan penyakit lain seperti virus PRRS atau virus influenza babi (SIV).  Bakteri Hps akan masuk ke dalam darah dan menyebabkan septicemia,  lalu tumbuh dan berkembang  pada permukaan serosal, seperti pericardium/selaput jantung, pleura/selaput paru-paru, peritoneum/rongga perut, sendi, meninges/otak. Oleh karena itu, lesi-lesi yang muncul biasanya adalah polyserositis, baik itu pericarditis, pleuritis, peritonitis, polyarthritis, dan meningitis.

Diagnosis terhadap  Glasser’s disease bisa dikonfirmasi dengan pengamatan gejala klinis, pemeriksaan post-mortem dan isolasi dari organisme di laboratorium, walaupun  tidak mudah tumbuh. Hps harus dibedakan dengan bakteri lainnya seperti Actinobacillus suis, App., Mulberry heart disease, Streptococcal meningitis, dan Streptococcal septicaemias karena memiliki kemiripan.

Untuk pencegahan, kontrol penyakit ini harus melibatkan perbaikan manajemen untuk mengurangi stress, biosekuriti,  pengendalian penyakit primer seperti PRRS dan SIV, antimikrobials profilaksis (penisilin, ampisilin, tetrasiklin, ceftiofur, enrofloxacin dan trimethoprim-sulphonamide), atau VAKSINASI karena kolonisasi Hps bisa terjadi di fase awal kehidupan, yaitu kurang dari 10 hari. Baca juga : Perlukah Program Vaksinasi pada Peternakan Babi?

Oleh karena itu, mulai sekarang kenali dan evaluasi patogen apa saja yang sudah bersirkulasi di farm kita, sehingga kita bisa menyusun program vaksinasi, medikasi dan biosekuriti yang baik agar usaha kita terus menghasilkan keuntungan yang optimal.

References :

  1. https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/glasser-disease
  2. https://www.pigprogress.net/Health/Health-Tool/diseases/Glassers-Disease-/
  3. https://thepigsite.com/disease-guide/glässers-disease-haemophilus-parasuis-hps
  4. https://www.sciencedirect.com/topics/agricultural-and-biological-sciences/haemophilus-parasuis
  5. https://www.pig333.com/articles/glassers-disease-an-update_11406/
  6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5696968/#!po=0.806452
error: Content is protected !!