Streptococcus suis, bahayakah?

Streptococcus suis, bahayakah?

Streptococcus suis adalah salah satu bakteri gram positif yang merupakan patogen terpenting dalam industri babi yang menyebabkan septikemia, meningitis, dan banyak infeksi lainnya seperti endokarditis, pneumonia dan artritis. S. suis ini adalah agen zoonosis yangmana jumlah kasus pada manusia meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Kasus infeksi sporadis pada manusia umumnya disebabkan oleh kontak dengan babi/produk babi. Peternak, dokter hewan, tukang daging, pekerja pengolahan makanan menjadi profesi yang memiliki resiko tinggi. Epidemi di Cina terjadi pada tahun 1998 dan 2005, serta di Asia kasusnya dilaporkan meningkat tahun 2006.

Penelitian di Bali menggambarkan epidemiologi kasus S. suis dan tanda klinis serta temuan mikrobiologis penderita meningitis menggunakan data pasien dan kultur bakteri dari cairan serebrospinal yang dikumpulkan selama 2014-2017. Dari 71 kasus, 44 dikonfirmasi sebagai S. suis, 29 isolat adalah serotipe 2. Usia rata-rata pasien 48,1 tahun dengan 89% pasien adalah laki-laki. Sebanyak 77%  pasien dikonfirmasi sembuh tanpa komplikasi, 11% pulih dengan syok septik, 7% tuli, dan 2% tuli dan radang sendi. Tingkat fatalitas kasus adalah 11%. Penelitian selanjutnya juga dilakukan pada ternak babi di Bali yang sedang sakit. Hasilnya didapatkan bahwa S. suis dikonfirmasi pada 8 dari 30 kasus babi sakit.  Lesi histopatologi yang menonjol dari kasus yang dikonfirmasi adalah meningitis, endokarditis, perikarditis, bronkopneumonia, enteritis, dan glomerulonefritis. Sel radang yang dominan adalah neutrofil dan makrofag.

Kolonisasi S. suis sangat umum pada anak babi dan umumnya terjadi pada awal kehidupan. Gejala klinis yang muncul dipengaruhi oleh tingkat virulensi dan kekebalan dari ternak. Habitat alami S. suis adalah saluran pernapasan bagian atas babi, terutama tonsil dan rongga hidung, tetapi dapat juga terdeteksi pada saluran genital dan pencernaan. Penularan S. suis di  antara hewan terutama melalui jalur pernapasan, dimana septikemia dan meningitis adalah gambaran yang paling mencolok. Namun demikian, dalam kasus infeksi akut babi sering ditemukan mati tanpa tanda-tanda penyakit. Diagnosis infeksi pada babi biasanya didasarkan pada tanda klinis dan lesi makroskopik, sedangkan konfirmasi infeksi harus dicapai dengan isolasi dan karakterisasi patogen.

Kolonisasi awal S.suis terjadi pada saluran pernapasan bagian atas babi, terutama ditemukan di tonsil dan rongga hidung. Anak babi yang baru lahir juga dapat mengalami kontak pertama dengan bakteri selama proses kelahiran ketika S. suis berkolonisasi di saluran vagina induk. Selain itu, penularan secara horizontal melalui kontak langsung atau aerosol bisa saja terjadi terutama selama wabah ketika karena shedding bakteri terjadi dalam jumlah besar. Saat ini, sekitar 29 serotipe S.suis sudah dikonfirmasi, tetapi serotipe 2 adalah yang paling sering diisolasi dari organ individu yang sakit, baik itu pada babi dan manusia.

S suis bisa ditemukan di semua bagian dunia dimana terdapat peternakan babi. Serotipe 1-9 mewakili >70% isolat S suis yang ditemukan dari babi yang sakit, terutama di Amerika Utara. Serotipe 2 adalah yang paling umum di seluruh dunia, terutama di Asia dan beberapa negara di Eropa, seperti Prancis. Serotipe 9 merupakan tipe yang paling sering diisolasi di negara-negara Eropa lainnya, seperti Spanyol, Jerman, dan Belanda. Patogen ini telah menjadi sangat umum di negara-negara di mana penggunaan antimikroba profilaksis dan metafilaksis tidak diperbolehkan.

Babi yang paling sehat secara klinis dalam suatu peternakan bisa menjadi pembawa beberapa serotipe S. suis. Anak babi yang terinfeksi dari sekresi vagina saat persalinan dan saat menyusui akan menunjukan gejala klinis ketika lepas sapih, dimana maternal antibodi sudah tidak memberikan proteksi terbaik. Oleh karena itu, infeksi klinis terlihat terutama pada babi yang disapih (2-5 minggu setelah disapih), jarang pada babi yang sedang menyusui dan sedang tumbuh, dan hampir tidak pernah pada hewan dewasa.

Faktor predisposisi seperti kepadatan tinggi, ventilasi buruk, fluktuasi suhu yang berlebihan, percampuran babi dengan penyebaran umur >2 minggu, ko-infeksi patogen lain seperti kejadian Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRSv) dan swine influenza (SIV) perlu kita waspadai. S. suis juga dapat ditularkan melalui fomites dan lalat, meskipun probabilitasnya rendah. Kejadian penyakit bervariasi dari periode ke periode, namun biasanya <5% jika ditangani dengan baik. Angka kematian bisa mencapai 20%. Tanda paling awal biasanya demam tanpa tanda-tanda lain yang jelas. Septikemia dapat bertahan selama beberapa hari jika tidak diobati.

Gambaran kasus pada piglet bisa kita lihat pada video youtube berikut.

Meningitis adalah gambaran yang paling mencolok dan yang menjadi dasar diagnosis dugaan. Babi pada tahap awal meningitis mungkin menahan telinganya dan menyipitkan matanya. Tanda-tanda saraf awal lainnya termasuk depresi, inkoordinasi dan sikap yang tidak biasa (dog sitting). Hal ini kemudian segera berkembang menjadi ketidakmampuan untuk berdiri, mendayung, opisthotonos, kejang, dan nistagmus. Sendi bengkak dan kepincangan merupakan indikasi poliartritis yang sangat umum di Amerika Utara. Endokarditis juga sering ditemukan tetapi kebanyakan pada babi yang sedang tumbuh, hewan yang mati mendadak atau menunjukkan tanda-tanda dispnea, sianosis, dan kurus. Tanda-tanda penyakit pernapasan dapat terlihat pada beberapa wabah. Peran S suis juga sebagai agen utama pneumonia, tetapi kita harus mampu membedakannya dengan agen penyakit lainnya dengan isolasi bakteri.

https://www.researchgate.net/figure/Pig-such-as-the-one-pictured-here-is-affected-by-Streptococcus-suis-The-neurological_fig2_278649549

Lesi makroskopis yang biasanya teramati saat bedah bangkai,terutama terlihat pada anak babi yang disapih dan berhubungan dengan limfadenopati, meningitis, artritis, dan endokarditis. Poliserositis mirip dengan yang terlihat pada Glässer’s Disease kadang-kadang terlihat. Lesi mungkin termasuk eksudat fibrinopurulen di otak, sendi bengkak, serositis fibrinosa, dan vegetasi katup jantung. Splenomegali dan perdarahan petekie yang menunjukkan septikemia sering terjadi. Baca juga : Penyakit saraf pada Babi

Upaya pengendalian harus diawali dengan mengenali gejala klinis yang muncul dan diagnosa yang tepat, kemudian melakukan tindakan pengobatan dengan antibiotik yang tepat (beta laktam, penicillin, amoxicillin). Penggunaan bakterin yang tersedia untuk vaksinasi relatif tidak efektif di lapangan. Tahap awal meningitis mungkin sulit dideteksi, jadi babi yang disapih harus diamati 2-3 kali sehari di peternakan yang infeksi S. suis menjadi masalah. Pemberian preparat anti-inflamasi kadang-kadang direkomendasikan untuk mengurangi peradangan dan memperbaiki kondisi keseluruhan babi. Hewan harus disiram dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi, karena terkadang mereka tidak dapat minum. Terkait upaya biosekuriti di kandang, S. suis rentan terhadap desinfektan golongan aldehide, biguanida, hipoklorit, yodium, dan amonium kuaterner.

Zoonosis. Sejak pertama kali ditemukan di Denmark tahun 1968, >1600 kasus infeksi S. suis pada manusia telah dilaporkan. Bakteri ini adalah penyebab paling umum meningitis orang dewasa di Vietnam, kedua paling umum di Thailand dan penyebab paling sering ketiga dari meningitis bakteri yang didapat dari masyarakat di Hongkong. Berbeda dari babi, jalur masuk utama S. suis pada manusia diperkirakan melalui kontak lesi kulit dengan hewan yang sakit, bangkai atau daging yang terkontaminasi. Di beberapa negara Asia, rute oral bisa terjadi terutama jika manusia  mengkonsumsi daging babi terkontaminasi yang tidak dimasak dengan baik atau mentah. Setelah masa inkubasi yang relatif cepat, S. suis biasanya menyebabkan meningitis pada manusia, selain itu kasus endokarditis, pneumonia, peritonitis, artritis dan penyakit kurang umum lainnya yang biasanya terkait dengan septikemia.

Jadi, Streptococcus suis adalah bakteri yang berbahaya baik itu untuk ternak babi kita dan juga manusia karena bersifat zoonosis. Pastikan kita melakukan management pengendalian penyakit yang benar ya…

Referensi :

  1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4078792/ Streptococcus suis, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent – an update on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing
  2. https://veterinaryresearch.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13567-021-01013-w#:~:text=Streptococcus%20suis%20is%20a%20major,also%20be%20affected%20%5B1%5D.
  3. https://www.msdvetmanual.com/generalized-conditions/streptococcal-infections-in-pigs/streptococcus-suis-infection-in-pigs
  4. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmicb.2018.00480/full Streptococcus suis – The two faces of a pathobiont in the porcine respiratory tract
  5. https://porkgateway.org/resource/streptococcus-suis-disease-in-pigs/
  6. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31742523/ Streptococcus suis – Associated Meningitis, Bali, Indonesia, 2014 -2017
  7. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31806042/ Isolation and Identification of Sreptococcus suis from Sick Pig in Bali, Indonesia
error: Content is protected !!