Bagaimana Menjalankan Usaha Peternakan Babi yang Menguntungkan ?

Bagaimana Menjalankan Usaha Peternakan Babi yang Menguntungkan ?

Pada artikel kali ini, kita akan belajar bersama mengenai aspek-aspek penting dalam kita menjalankan usaha peternakan babi. Dalam kacamata bisnis, baik itu peternakan dalam skala kecil – besar, tentunya orientasi yang dituju adalah keuntungan. Bagaimana kita mempersiapkan sarana prasarana dan strategi / managemen pemeliharaan tentunya tidak boleh asal-asalan agar hasil yang didapatkan juga tidak asal-asalan. Banyak faktor yang sebenarnya menentukan keberhasilan usaha ini, antara lain pemilihan bibit/genetik, lokasi, kondisi lingkungan, nutrisi, recording/data performance, manajemen, fasilitas, biosekuriti, dan disease control. Dari 9 aspek diatas yang paling berkaitan langsung dengan resiko usaha ternak selama ini pastinya kita setuju jika masalah penyakit adalah yang terutama, sehingga faktor manajemen, biosecuriti dan program pengendalian penyakit menjadi krusial, selain juga faktor kualitas pakan. Namun demikian, walaupun hampir semua peternak sadar dan tahu kalo penyakit adalah faktor resiko yang mengancam kelangsungan usaha, pada kenyataannya banyak peternak yang mengabaikan/tidak mempunyai strategi pengendalian penyakit di kandang mereka, dalam hal ini program medikasi/vaksinasi. Ironis bukan, menjalankan usaha ternak dengan tujuan memperoleh penghasilan tetapi tanpa didukung dengan praktek manajemen, biosekuriti dan vaksinasi yang baik. Kondisi diatas mungkin menggambarkan kondisi peternakan skala kecil dimana keterbatasan finansial dan akses pengetahuan tentang beternak yang sangat kurang, sehingga kelompok inilah yang dianggap mempunyai faktor resiko tertinggi. Kasus African Swine Fever (ASF) menjadi contoh yang paling nyata saat ini. Semua tahu jika ASF belum ada vaksinnya, oleh karena itu sudah sewajarnya program pengendalian penyakit tidak bisa mengandalkan vaksinasi tetapi memaksimalkan manajemen dan biosekuriti yang baik, termasuk didalamnya menghidari pemberian pakan sisa rumah makan, airport, pelabuhan dll tanpa dimasak terlebih dahulu.

Selain itu, ada juga peternak yang sebenarnya punya kekuatan finansial bagus tetapi mengabaikan faktor resiko terjadinya penyakit karena sejarah masa lalu tidak pernah terjadi kasus yang parah. Sikap peternak ini akan menjadi berbahaya jika berada dalam sebuah area komplek peternakan karena kandangnya akan menjadi sumber penularan terhadap kandang-kandang lain disekitarnya jika sampai terjadi outbreak penyakit. Kembali saya mencontohkan kasus ASF ini. Ada lho peternak yang masih menganggap ASF itu HOAX, berita yang dibesar-besarkan untuk menakuti peternak. Kalo hal ini terjadi dan dia melakukan usaha beternaknya tanpa menerapkan manajemen dan biosekuriti yang bagus, maka potensi virus ASF masuk ke area komplek itu menjadi tinggi. Faktor resiko terbesar adalah dari transportasi, lalu lintas orang dan kendaraan pengangkut babi, pakan dll yang mungkin keluar masuk tanpa perlakuan desinfeksi. Jadi ketika kita beternak pada area komplek, artinya kita seharusnya tahu aspek lokasi ini menjadi tantangan tersendiri dalam usaha peternakan kita. Idealnya semua peternak yang berada dalam satu lokasi ini duduk bersama dan menyamakan persepsi mereka dalam menjalankan usaha, minimal dalam hal ini meningkatkan kesadaran dalam menjalankan praktek manajemen, biosekuriti dan vaksinasi yang baik dalam upaya pengendalian penyakit. Sulit dong…jelas!! Apakah semua itu menjamin penyakit tidak datang?…TIdak juga !!! Tetapi hal ini harus dilakukan sebagai upaya untuk meminimalkan resiko. Penyakit memang yang paling beresiko mencuri keuntungan usaha peternakan kita sehingga program pengendalian/kontrol penyakit biasanya menjadi fokus utama dari para peternak. Namun demikian, sekali lagi jangan lupakan ya faktor / aspek yang lainnya agar usaha peternakan kita benar-benar mendapatkan keuntungan yang optimal…

Terkait penyakit, apa saja sih yang sudah berhasil diidentifikasi di peternakan babi Indonesia? Gangguan pernafasan, pencernaan dan reproduksi adalah yang paling umum bisa kita amati dilapangan. Classical Swine Fever/Hog Cholera, Mycoplasma sp., Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS), Porcine Circovirus type 2 (PCV2), Haemophilus parasuis, Eschericia coli dan penyakit lainnya dilapangan sudah berhasil diidentifikasi. Jika kita melihat di peternakan babi di Amerika, penyakit yang masih dominan mengganggu adalah PRRS, Pseudorabies dan Porcine Epidemic Diarrhea (PED), sedangkan ASF mereka masih aman, serta CSF dan Foot and Mouth Disease (FMD) sudah berhasil dieradikasi. Biosekuriti menjadi point penting dalam program pengendalian penyakit ini. Baca juga : Apa itu Porcine Respiratory Disease Complex ?

Strategi pencegahan penyakit babi harus menjadi praktik yang umum bagi semua peternak babi. Untuk menjadi peternak sukses, menjaga kesehatan hewan adalah suatu keharusan karena akan membantu meminimalkan timbulnya penyakit. Kejadian penyakit di peternakan dapat berdampak besar bagi ternak, peternakan, dan manusia itu sendiri. Sekali lagi aspek managemen, biosekuriti dan vaksinasi menjadi sangat penting. Biosekuriti adalah tindakan pencegahan yang dirancang untuk menghentikan masuknya atau penyebaran penyakit ke dalam peternakan, termasuk babi. Biosekuriti ini biasanya mencakup praktek manajemen yang baik, pengamatan/monitoring yang cermat, program karantina, pakan yang baik, sanitasi dan desinfeksi serta menyediakan lingkungan yang bersih dan sehat untuk hewan. Baca juga : Pentingnya Biosekuriti pada Peternakan Babi

Jika kita berencana untuk memulai usaha beternak babi, pastikan bahwa kita membeli bibit babi dari sumber yang memiliki reputasi baik dan bersertifikat. Memilih babi yang sehat adalah cara terbaik untuk menghindari penyakit babi. Pengamatan yang jeli adalah kunci untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda yang tidak normal atau babi yang berpotensi sakit. Selanjutnya, kita harus melakukan proses karantina terhadap babi yang baru kita beli tadi untuk memastikan status kesehatannya. Jika kita ingin menambah populasi, jangan pernah memasukkan babi baru ke dalam kawanan secara langsung sebelum kita memastikan status kesehatannya di masa karantina. Selama proses aklimatisasi/karantina ini, pastikan ternak diuji terhadap status penyakit tertentu (sesuai tantangan penyakit yang ada) sebelum mereka dicampur dengan populasi babi yang lain. Pengendalian parasit dan vaksinasi merupakan bagian utama dalam pengendalian penyakit, sehingga biasanya peternak juga melakukan vaksinasi dimasa karantina ini sehingga babi mempunyai kekebalan yang dipersiapkan untuk melawan patogen penyebab penyakit. Nutrisi yang baik merupakan faktor penting untuk menjaga kesehatan kawanan, jadi pastikan kita memberikan pakan dengan kualitas bagus agar performa bisa maksimal. Jika kita terpaksa masih penggunaan pakan dari sisa-sisa/limbah rumah makan, airport, pelabuhan dan lain-lain maka sangat disarankan untuk dimasak terlebih dahulu untuk menghindari resiko penyakit, terutama ASF yang saat ini masih merebak. Hal lain yang tidak kalah penting adalah rekording. Pencatatan yang baik akan membantu peternak dalam mengevaluasi performa farm, baik itu reproduksi ataupun status kesehatan pada anakan. Selain itu, peternak juga bisa melakukan evalusi terhadap perlakuan yang dilakukan dikandang, seperti saat mencoba formulasi pakan yang baru, program vaksinasi yang baru, dan perubahan manajemen yang mungkin kita lakukan di dalam kandang. Dengan adanya rekording ini akan memudahkan dalam menjalankan usaha peternakan kita.

Jadi jika kita ingin menjadi peternak yang berhasil, maka diperlukan langkah-langkah dan strategi yang terbaik sesuai dengan tantangan yang ada dilapangan. Pastikan kita menguasai dan mengerti kondisi peternakan kita terutama tantangan penyakit yang ada, kemudian kita mempersiapkan strategi manajemen, biosekuriti dan program vaksinasi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan kita untuk menurunkan risiko patogen masuk atau menyebar di peternakan babi. Babi yang sehat menghasilkan daging babi yang aman. Pencegahan jauh lebih menguntungkan daripada pengobatan!!

Referensi :

  1. https://osbornelivestockequipment.com/news/swine-disease-prevention-strategies/
  2. https://www.preventionworks.info/en/swine-diseases
  3. https://www.pork.org/production/animal-disease/
  4. https://rr-asia.oie.int/wp-content/uploads/2020/05/webinar2_biosecurity-small-farms_k-jazdzewski_14may2019.pdf

Perlukah Program Vaksinasi pada Ternak Babi ?

Perlukah Program Vaksinasi pada Ternak Babi ?

Industri peternakan babi di dunia masih disibukkan dengan penyakit African Swine Fever (ASF) sampai sekarang. Pengobatan maupun vaksin yang tepat untuk mengontrol ASF masih belum ditemukan, sehingga peternak babi di seluruh dunia masih terus memantau inovasi dari penelitian vaksin, temasuk peternak kita di Indonesia. Mengapa vaksin ASF ditunggu-tunggu dan menjadi penting? ASF membunuh hampir semua babi yang terinfeksi dan telah menghancurkan usaha peternakan babi sejak terjadinya outbreak di Cina pada 2018, dan kejadian ini masih berlanjut bahkan menyebar ke negara lain di Asia.

Koreksi populasi karena ASF ini menyebabkan suply dan demand tidak seimbang, serta diikuti dengan fluktuasi harga daging babi di pasaran yang cenderung melambung tinggi. Hal ini menjadi sebuah tantangan dan peluang tersendiri, mengingat yang dapat bertahan hampir dipastikan akan memetik hasilnya dimasa depan. Investasi biosecurity yang ketat dapat menjadi pertahanan utama dalam menangkal ASF, serta manajemen pemeliharaan yang baik (pengaturan nutrisi, program medikasi dan vaksinasi terhadap penyakit-penyakit penting) dapat mengoptimalkan performa farm.

Lalu bagaimana dengan penyakit-penyakit yang vaksinnya sudah tersedia di market? Apakah kita sudah mengoptimalkan penggunaannya? Di Indonesia, penyakit pada babi yang sudah tersedia vaksinnya antara lain adalah Classical Swine Fever (Hog Cholera, Mycopasma, PCV2 (Porcine Circovirus Associated Disease = PCVAD), Porcine Reproductive and Respiratory syndrome (PRRS), Haemophilus parasuis. Secara fakta dilapangan, penyakit-penyakit diatas sudah terdeteksi dilapangan dan sebenarnya juga juga perlu diwaspadai selain ASF saat ini. Baca juga : Swine Influenza pada Babi.

Walaupun tingkat mortalitas PCVAD tidak seganas ASF, tetapi kejadian ini cukup merugikan peternak karena performa farm menjadi tidak maksimal, apalagi jika disertai tantangan infeksi PRRS dan Porcine Parvovirus (PPV). Selain manifestasi Post-weaning Multisystemic Wasting Syndrome (PMWS), Porcine Dermatitis and Nephropathy Syndrome (PDNS), Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) pada anakan, PCVAD juga bisa menyerang induk. Kombinasi PRRS, PPV dan PCV2 telah menjelma menjadi penyakit yang paling merugikan pada breeding farm karena dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Namun pada kenyataannya, peternak masih banyak mengabaikan/tidak menyadari penyakit ini karena “hanya bersifat sindrom” dan tidak jarang tanpa gejala.

Gambaran klinis PCVAD pada anakan selalu mencakup wasting, kurangnya respon terhadap pengobatan dan mortalitas. Mortalitas sangat bervariasi dan dapat bersifat sporadis. Angka mortalitas bisa mencapai 10-15%, dan terkadang jauh lebih tinggi jika disertai dengan infeksi lain, seperti virus PRRS. Gejala klinis yang dapat terlihat diantaranya diare, pucat, ikhterus dan lesi kulit yang biasanya dapat diamati antara usia 5-20 minggu.

Perubahan organ yang dapat diamati saat nekropsi adalah paru-paru yang tidak collapse secara normal, pembesaran limfonodus/kelenjar getah bening dan ginjal (dengan/tanpa bintik putih). Lesi lain yang mungkin bisa terlihat adalah edema interlobular paru-paru, edema mesenterium, infark kecil pada limpa (membesar dengan spot area gelap). Tidak terdapat lesi tunggal yang muncul pada semua kasus, sehingga seringkali perlu dilakukan nekropsi pada beberapa babi yang sakit, sehingga hasilnya representatif dalam mengidentifikasi lesi.

Vaksinasi terhadap Circovirus tipe 2 (PCV2) menjadi strategi intervensi yang paling umum secara global, dan digunakan pada babi yang sedang dalam masa pertumbuhan. Sejak tahun 2006, sudah terdapat beberapa produk yang tersedia secara komersial. Prof John C.S. Harding, peneliti PCV2 dari Universitas Saskatchewan Kanada menyatakan bahwa vaksinasi di anakan terbukti sangat ampuh mencegah PCVAD di seluruh dunia. Untuk menilai keefektifan vaksinasi PCV2 di lapangan, kita dapat melihat dari penurunan angka mortalitas dan culling, peningkatan pertumbuhan berat badan serta pengurangan penggunaan obat sebagai parameter yang paling relevan untuk diukur. Program vaksinasi terhadap PCV2 biasanya dilakukan pada anak babi menjelang usia sapih, dan jika diperlukan induk juga bisa dilakukan program vaksinasi secara periodik untuk menjaga performa reproduksinya.

Kita tidak boleh melupakan dampak PCVAD terhadap industri babi baik di induk maupun anakan, sehingga kita perlu untuk mengingat pentingnya pelaksanaan vaksinasi PCV2 dengan benar. Kita harus terus berupaya untuk menentukan program pengendalian yang ideal dan sesuai untuk farm masing-masing, sehingga dapat memperoleh manfaat maksimal dari investasi vaksin.

Sekali lagi, African Swine Fever (ASF) mungkin menyadarkan kita pentingnya vaksin karena dampak mortalitas yang mencapai 100%. Tetapi perlu diingat, penyakit – penyakit lain yang sudah terdeteksi di lapangan dan tidak tertangani dengan baik juga berpotensi untuk menurunkan performa farm yang tentunya juga berdampak pada tidak tercapainya potensi keuntungan yang maksimal. Jika ingin lebih optimal dan berhasil, mari kita lakukan evaluasi dan mulai menerapkan manajemen pemeliharaan yang terbaik untuk ternak babi kita dengan menyusun program biosekuriti, medikasi, nutrisi dan juga vaksinasi yang baik. Baca juga : Pentingnya Biosekuriti pada Peternakan Babi.

Referensi :
https://www.thepigsite.com/news/2020/06/vaccine-for-asf-shows-promise-in-clinical-trials
https://research.rabobank.com/far/en/sectors/animal-protein/pork-quarterly-q2-2020.html
https://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/oie-listed-diseases-2020/
https://porkgateway.org/resource/porcine-circovirus-associated-disease-description-cause-and-transmission/
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167587714003444?via%3Dihub
https://www.pigprogress.net/Home/General/2009/9/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry-PP005946W/
https://www.semanticscholar.org/paper/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry%3A-Part-2.-Siebel/de555bcf57a5bcd471654d2a9a06db5d3dd46b23
https://www.pigprogress.net/Home/General/2010/12/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry-Part-3-Reduced-antibiotic-usage-and-improved-performance-go-together-PP007016W/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16711565/
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0021997599903377?via%3Dihub
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167587710003387?via%3Dihub
https://www.pig333.com/articles/what-has-changed-about-porcine-circovirus-epidemiology_16002/
https://www.pigprogress.net/Health-Diseases/Health/2013/9/Boehringer-Vaccine-for-PCV2-and-Mycoplasma-1367177W/

error: Content is protected !!