Peternak babi tentunya cukup familiar dengan patogen penyakit yang cukup mengganggu ini. Pada dasarnya, ketika kita memulai usaha peternakan babi maka program pengendalian penyakit yang paling penting salah satunya adalah porcine circovirus ini. Kita mengenal ada 2 jenis circovirus telah berhasil diisolasi dari babi, bahkan 3 yaitu PCV1, PCV2 dan PCV3. Porcine circovirus type 1 (PCV1) ada di mana-mana dan nonpatogen pada babi sedangkan porcine circovirus type 2 (PCV2) muncul sebagai patogen babi utama sekitar 20 tahun yang lalu dan sekarang endemik di seluruh dunia.
Penting untuk dipahami bahwa PCV3 yang baru terdeteksi dalam kasus klinis (kegagalan reproduksi dan kekerdilan pada anak babi) tidak boleh disamakan dengan munculnya jenis PCV2 yang berbeda. PCV3 dianggap sebagai spesies terpisah yang hanya memiliki 50% identitas genetik dengan PCV2, dan diharapkan tidak ada perlindungan silang dari vaksin PCV2 yang ada.
Porcine circovirus tipe 2 adalah virus DNA dalam genus Circovirus dalam famili Circoviridae dimana perubahan pada organ limfoid menjadi ciri yang paling umum ditemui. Kontak langsung dengan babi yang terinfeksi telah dikenal sebagai jalur penularan virus yang paling efisien bersama dengan jalur lain seperti vektor dan fomites yang terkontaminasi.
Saat ini kita akan khusus membahas tentang PCV2, yangmana penyakit ini selalu dikaitkan dengan Postweaning Multisystemic Wasting syndrome (PMWS). Penyakit yang ditandai dengan perubahan warna kekuningan pada kulit, diare, gangguan pernapasan, pertumbuhan terhambat, dan juga bisa menyebabkan kematian mendadak pada anak babi. Temuan postmortem yang bisa kita amati adalah kondisi tubuh yang kurus, pembesaran kelenjar getah bening, dan pneumonia interstitial. Lesi pada sistem limfoid biasanya ditemukan pada tonsil, limpa, peyer patch, dan kelenjar getah bening. Beberapa babi terkadang bisa nampak perubahan pada semua jaringan limfoid yang terpengaruh, sedangkan yang lain mungkin hanya memiliki satu atau dua kelenjar getah bening yang terkena. Jika kita melihat perubahan ini, maka hampir pasti kandang kita sedang ada masalah dengan PCV2.
Asal-usul PCV2 tidak diketahui dengan pasti dan juga bukan turunan dari PCV1, namun demikian penyakit ini telah lama menjadi agen di mana-mana peternakan babi. Dalam sebuah penelitian/uji eksperimental, ko-faktor seperti infeksi parvovirus babi atau stimulasi/gangguan sistem kekebalan bisa memperburuk kejadian penyakit ini.
Porcine circovirus tipe 2 atau PCV2 adalah virus DNA yang sangat kecil yang mampu menginfeksi babi. Infeksi ini tersebar luas dan pada dasarnya semua kawanan babi dapat terinfeksi. PCV2 di lapangan dapat dijumpai dalam beberapa bentuk, yaitu sistemik parah, pneumonia, enteritis, kegagalan reproduksi, dan Porcine Dermatitis dan Nephropathy Syndrome (PDNS). Penyakit ini juga bisa bersifat sub klinis, dimana babi kelihatan sehat tetapi sebenarnya sedang mengalami masalah. Oleh karena itu, penggunaan vaksin untuk pengendalian PCV2 sudah menjadi hal yang umum dilakukan para peternak mengingat kerugian yang dihasilkan.
Baca juga : Porcine Circovirus Associated Disease
Barrow (babi berumur 27-40 hari) yang terinfeksi oleh PCV2 diamati menunjukkan peningkatan Prevotella spp. dalam komposisi mikrobiota mereka. Kehadiran mikrobiota yang lebih beragam dan keberadaan E. coli non-patogen pada babi telah dikaitkan dengan penurunan tanda-tanda klinis penyakit terkait PCV serta mampu meningkatan pertumbuhan pada babi yang terinfeksi secara subklinis.
Kejadian PCV2 dikandang umumnya juga dikaitkan dengan patogen yang lainnya, seperti Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome. Dinamika kolonisasi bakteri pada saat infeksi virus, yang telah dikaitkan dengan penurunan beban PCV2/PRRSV termasuk keberadaan ethanobacteriaceae spp., Ruminococcaceae dan Streptococcaceae. PRRSV adalah virus RNA beruntai tunggal dari family Arteriviridae dari ordo Nidovirales. Karakteristik infeksi PRRSV pada babi termasuk kegagalan reproduksi pada breeding farm dan penyakit pernapasan pada anak babi yang sedang tumbuh dan menyelesaikan. Setiap tahun, industri babi di AS kehilangan $664 juta karena penyakit pernapasan dan penurunan berat badan pada anak babi karena terinfeksi PRRSV dan ko-infeksi dengan patogen lain, termasuk PCV2. Baca juga : Apa itu Porcine Respiratory Disease Complex?
Gambaran Klinis dan Epidemiologi
Strain Porcine circovirus 2 tersebar luas di sebagian besar populasi babi di seluruh dunia, dan jelas bahwa infeksi seringkali subklinis atau sangat ringan. Rute alami penularan porcine circovirus 2 adalah oronasal. Namun demikian, babi dapat juga terinfeksi secara eksperimental melalui rute inokulasi intramuskular, oral, dan intrauterin. Penularan terjadi melalui kontak langsung dan transmisi fomite, dengan virus dikeluarkan melalui feses, sekret pernapasan, dan urin. Penularan vertikal dapat terjadi namun antibodi dari induk umumnya mampu melindungi anak babi dari infeksi pada periode awal.
Porcine circovirus 2 telah dikaitkan dengan berbagai sindrom penyakit yang berbeda, termasuk PMWS yang ditandai dengan sindrom kekerdilan setelah periode sapih, PDNS yang ditandai dengan bercak-bercak pada kulit dan ginjal, PRDC atau gangguan pernafasan kompleks, kegagalan reproduksi, enteritis granulomatosa, epidermitis eksudatif, dan limfadenitis nekrotikans. Anak babi yang terganggu PCV2 umumnya menunjukan adanya penurunan berat badan yang progresif atau penurunan laju kenaikan berat badan, pucat atau ikterus, dan kerdil. Ini adalah gambaran fisik yang bisa kita amati terkait karakteristik kejadian PCVAD.
Beberapa babi yang terinfeksi mungkin juga menunjukkan kesulitan bernafas dengan batuk dan/atau diare. pada kejadian PRDC, biasanya bermanifestasi yang teramati adalah pneumonia bronkointerstisial yang terkait dengan kombinasi beberapa patogen, termasuk Mycoplasma hyopneumoniae dan infeksi virus lainnya. Pada kasus yang berat, antigen PCV2 akan mudah terdeteksi dengan uji PCR (polymerase chain reaction) di laboratorium sehingga lebih mengkonfirmasi kejadian di lapangan.
Diagnosa
Untuk mendiagnosis PCV2, satu set jaringan lengkap perlu diperiksa, yaitu organ limfoid, paru-paru, sistem pencernaan, ginjal, sistem reproduksi, kulit, kardiovaskular dan sistem saraf pusat. Deteksi virus biasanya melalui imunohistokimia, hibridisasi in situ, atau uji PCR. Upaya diagnosis ini tidak semudah dengan agen penyakit yang lainnya mengingat korelasi PCV2 dengan begitu banyak sindrom. Oleh karena itu, konfirmasi terhadap PCV2 harus memenuhi 3 kriteria, yaitu gejala klinis yang sesuai, lesi mikroskopis yang khas, dan konfirmasi adanya PCV2 di dalam lesi.
Kontrol yang diperlukan. Solusi terbaik untuk mengatasi kejadian PCV2 adalah dengan vaksinasi. Pembentukan kekebalan pada seluruh kawanan harus dilakukan dengan melakukan program vaksin padacalon induk/gilt dan induk dengan vaksin PCV2 yang disetujui untuk digunakan pada breeding farm. Selain itu, vaksinasi di anak juga sangat penting untuk meminimalkan resiko gangguan, mengingat maternal antibodi tidak akan cukup untuk melindungi anak babi sampai umur panen. Pastikan anda berdiskusi dengan Dokter hewan untuk mendapatkan program yang terbaik dan pengendalian penyakit berjalan dengan efektif.
Referensi :
- https://vetmed.iastate.edu/vdpam/research/disease-topics/swine/pcv2
- https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/porcine-circovirus-2
- https://www.pigprogress.net/health-nutrition/no-reason-to-worry-about-new-pcv2-genotypes/
- https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fvets.2018.00315/fullCurrent Knowledge on Porcine circovirus 3 (PCV-3): A Novel Virus With a Yet Unknown Impact on the Swine Industry