Sejak tahun 1990-an, industri babi di dunia telah melihat peningkatan yang dramatis terhadap kasus Porcine Circovirus type 2 (PCV2). Istilah PCVAD dipakai di Amerika, sedangkan di Eropa mereka lebih mengenal dengan sebutan Porcine Circoviral Disease (PCVD). Kejadian penyakit ini meluas baik di Amerika, Eropa dan dilaporkan juga di sebagian besar daerah-daerah penghasil babi. Virus ini menyerang nodus limpa sehingga merusak sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan babi rentan terhadap penyakit lainnya.
Pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya yang sering disebut dengan Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC), Postweaning Multisystemic Wasting Syndrome (PMWS), Porcine Dermatitis and Nephropathy Syndrome (PDNS), dan Enteritis adalah beberapa penyakit yang sering dikaitkan dengan PCV2.
Kejadian PCVAD secara umum dapat mengakibatkan kerugian yang signifikan karena peningkatan kematian dan culling, penurunan berat badan, serta terkadang terjadi juga gangguan reproduksi (aborsi, lahir mati, mummifikasi fetus). Gejala klinis juga terkadang tidak spesifik, seperti lesu, lemah, dyspnea, limpadenopati, diare, pucat/ikterus pada mukosa. Karena kerugian yang luar biasa, akhirnya penelitian terus dilakukan para ahli saat itu dan akhirnya pada tahun 2004 vaksin PCV2 pertama berhasil diluncurkan untuk membantu melindungi ternak babi di dunia. Baca Juga : Perlukah Program Vaksinasi di Peternakan Babi?
Penularan PCVAD umumnya dapat terjadi secara vertikal saat kebuntingan/selama menyusui dan secara horisontal melalui sekresi hidung dan feses. Kondisi bisa semakin parah jika ada faktor penunjang seperti adanya infeksi patogen yang lain (PRRS, virus influenza IAV/SIV, Porcine Parvovirus, Salmonella dan Mycoplasma hyopneumoniae). Faktor stress karena lingkungan dan managemen juga bisa menjadi faktor lain yang memperberat resiko.
Bagaimana dengan Indonesia? Penelitian tahun 2008 telah berhasil mendeteksi adanya PCV2 dari deteksi Polymerase Chain Reaction (PCR) pada babi yang dikirim dari Indonesia ke Singapura (c). Selain itu, penelitian tahun 2015 menyimpulkan bahwa infeksi PCV2 pada peternakan babi di Bali bersifat endemis dengan prevalensi antibody anti-PCV2 sebesar 84,1% dan prevalensi virus PCV2 sebesar 1,7%. Bahkan, tahun 2016 juga sudah ada yang berhasil meneliti karakteristik PCV2 di Papua. Jadi, tantangan ini sebenarnya sudah ada di lapangan dan siap sewaktu-waktu untuk mencuri keuntungan kita.
Oleh karena itu, mengingat tantangan penyakit yang semakin sulit, alangkah baiknya jika kita selalu menerapkan prinsip dasar dalam pengendalian penyakit dengan baik. Pencegahan infeksi (Biosecurity, Pig Flow, Managemen), maksimalkan IMUNITAS (Vaksinasi induk dan anak babi) , dan meminimalkan tantangan (Program menyeluruh) harus menjadi prosedur standart yang wajib dilakukan agar kontrol terhadap penyakit lebih optimal.
Referensi :
- https://www.bi-vetmedica.com/species/swine/diseases/PCVAD.html
- Allan, G.M. and Ellis, J.A., 2000.Porcine Circoviruses : a review. J Vet Diagn Invest. 12 : 3-14
- Manokaran,G., Lin, Y.N., Soh, M.L., Lim, E.A., Lim, C.W., and Tan, B.H., 2008. Detection of Porcine Circovirus Type 2 in Pigs Imported from Indonesia. Veterinary Microbiology 132 (1-2) : 165-170
- Suartha, I.N., Anthara I.M.S., Wirata, W., Dewi, N.M.R.K., Narendra, I.G.N., Mahardika, I.G.N., 2015. Prevalensi Porcine Circo Virus secara Serologis pada Peternakan Babi di Bali. Jurnal Kedokteran Hewan Vol.9 No.1
- Nugroho, W., Hemmatzadeh, F., Artanto, S., Reichel, M.P., 2016.Complete Genome Characteristics of Porcine Circovirus Type 2(PCV2) Isolates from Papuan Pigs, Indonesia. International Journal of Advanced Veterinary Science and Technology. Vol.5, Issue1, pp.239-247.
- https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/circovirus