Prospek peternakan di Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan akan tetap positif. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, antara lain:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,15% pada tahun 2024. Pertumbuhan ekonomi yang positif akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga permintaan akan produk peternakan juga akan meningkat.
Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Protein hewani merupakan sumber nutrisi yang penting bagi kesehatan, sehingga permintaan akan produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu, diperkirakan akan terus meningkat.
Pemerintah Indonesia yang terus mendorong pengembangan industri peternakan. Pemerintah telah menetapkan target swasembada daging sapi pada tahun 2026. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti penyediaan bibit ternak yang berkualitas, pemberian subsidi, dan pengembangan teknologi peternakan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, komoditas peternakan yang diperkirakan akan memiliki prospek yang baik di tahun 2024 adalah:
Daging sapi. Permintaan akan daging sapi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.
Telur. Permintaan akan telur juga diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.
Susu. Permintaan akan susu juga diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.
Selain komoditas-komoditas tersebut, komoditas peternakan lain yang juga memiliki prospek yang baik di tahun 2024 adalah:
Daging ayam
Daging kambing
Daging domba
Susu sapi
Susu kambing
Untuk memanfaatkan prospek yang baik tersebut, para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya. Selain itu, para pelaku usaha peternakan juga perlu berinovasi dan mengembangkan produk baru yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Selain prospek yang positif, industri peternakan juga menghadapi beberapa tantangan, antara lain:
Harga pakan yang tinggi. Harga pakan merupakan salah satu biaya produksi yang paling besar dalam usaha peternakan. Harga pakan yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi juga menjadi tinggi, sehingga akan mengurangi keuntungan usaha peternakan.
Kelangkaan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usaha peternakan. Namun, saat ini, tenaga kerja yang terampil di bidang peternakan masih terbatas. Hal ini akan menyebabkan kesulitan bagi pelaku usaha peternakan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas.
Perubahan iklim. Perubahan iklim dapat berdampak negatif terhadap industri peternakan. Perubahan iklim dapat menyebabkan kekeringan, banjir, dan hama, sehingga akan mengganggu produksi ternak.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, para pelaku usaha peternakan perlu melakukan berbagai upaya, antara lain:
Mencari sumber pakan alternatif. Para pelaku usaha peternakan perlu mencari sumber pakan alternatif yang lebih murah dan tersedia secara lokal.
Meningkatkan produktivitas ternak. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan produktivitas ternak agar dapat mengurangi biaya produksi.
Meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha.
Meningkatkan biosekuriti. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan biosekuriti untuk mencegah penyebaran penyakit hewan. Vaksinasi juga menjadi faktor penting dalam program pengendalian penyakit. Baca juga : Biosekuriti di era new normal
Beradaptasi dengan perubahan iklim. Para pelaku usaha peternakan perlu beradaptasi dengan perubahan iklim dengan menerapkan praktik peternakan yang lebih ramah lingkungan.
Jadi peluang itu ada, hanya kita harus benar-benar berhitung dan mempersiapkan semuanya dengan matang. Dengan kita siap dan mampu menghadapi tantangan-tantangan yang ada saat ini, industri peternakan di Indonesia diharapkan dapat terus berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani.
Tahun 2022 telah berlalu dengan segala tantangan yang ada. Lalu bagaimana dengan prospek peternakan pada tahun 2023 ini. Jika mengacu pada prediksi prospek protein hewani global 2023 dari Rabobank, berikut beberapa informasi penting yang bisa menjadi referensi kita dalam mengarungi tantangan sektor peternakan di tahun ini :
Meskipun produksi protein hewani global diperkirakan akan tumbuh secara moderat pada tahun 2023, tahun ini akan menjadi tahun perubahan bagi sektor ini. Industri peternakan akan menghadapi biaya tinggi di sepanjang rantai pasokan, tingkat konsumsi masyarakat yang belum stabil, dan area ketidakpastian lainnya bagi produsen (tekanan penyakit yang meningkat serta perubahan regulasi dan hal lain yang digerakkan oleh pasar). Akibatnya, margin akan terjepit karena pembeli akan menekan biaya produksi yang lebih tinggi lagi akibat menurunnya daya beli. Dengan kata lain, peluang tetap ada, meski akan lebih dibatasi.
Ringkasan global.
Kami melihat pertumbuhan yang mendukung produk “value for money“, perusahaan produsen dan pemrosesan yang efisien, perusahaan yang gesit, eksportir yang diuntungkan oleh pergerakan nilai tukar mata uang, dan produsen yang aman.
“Beberapa perusahaan protein hewani akan melihat tahun 2023 sebagai tahun untuk mengkalibrasi ulang ekspektasi dan rencana pertumbuhan mereka,” kata Justin Sherrard, Pakar Strategi Global – Protein Hewani. “Beberapa perusahaan akan mempertahankan fokus jangka pendek dan memperkuat ketangkasan sehingga mereka dapat mengikuti perubahan siklus yang terjadi. Perusahaan protein hewani lainnya akan fokus pada pertumbuhan jangka panjang dan mulai berinvestasi dan memposisikan diri untuk sukses mengingat perubahan struktural di masa depan.”
Tren keseluruhan untuk tahun 2023 adalah pertumbuhan produksi yang cinderung melambat dengan keuntungan kecil di beberapa wilayah tetapi kontraksi di wilayah lain. Pertumbuhan yang lambat ini diperkirakan terjadi di Cina pada semua kelompok spesies, dan pertumbuhan berkelanjutan diperkirakan terjadi di Brasil dan Asia Tenggara. Oseania akan mengalami pertumbuhan yang lambat, sementara produksi Amerika Utara dan Eropa akan menyusut.
Akuakultur memimpin pertumbuhan global di seluruh kelompok spesies, dan perluasannya yang berkelanjutan didukung oleh kemandirian relatif dari harga komoditas pertanian. Unggas akan mempertahankan pola pertumbuhannya yang konsisten, tangkapan liar akan sedikit meningkat, produksi daging sapi akan sedikit menurun, dan daging babi juga diprediksi akan mengalami penurunan.
Berikut adalah beberapa poin penting dari prospek protein hewani pada tahun 2023 :
Amerika Utara: Daging sapi akan berkontraksi saat siklus AS berubah dan memasuki penurunan, unggas akan berkembang karena permintaan yang kuat, meskipun ada tekanan penyakit, sementara daging babi akan cinderung stabil.
Eropa: Produksi akan berada di bawah tekanan untuk semua spesies karena resiko penyakit, perubahan yang didorong oleh pasar dan peraturan, dan pengurangan kapasitas ekspor. Konsumsi diharapkan tetap stabil, dengan unggas kemungkinana lebih diuntungkan sementara daging babi dan sapi akan sedikit menurun.
Cina: Produksi daging babi akan mengalami pertumbuhan marjinal, dengan pembatasan layanan makanan masih berpotensi menekan permintaan. Unggas diperkirakan akan sedikit berkembang namun tertahan oleh biaya tinggi dan ketidakpastian. Daging sapi cinderung akan lebih mudah.
Brazil: Produksi daging sapi akan terus meningkat dan didukung oleh aktivitas ekspor. Produksi ayam dan babi juga ditetapkan untuk tujuan ekspansi dan berpotensi mendapatkan keuntungan ekspor.
Asia Tenggara: Produksi daging babi diperkirakan akan pulih di Vietnam dan Filipina karena risiko ASF berkurang. Produksi unggas juga berkembang secara perlahan, karena permintaan terus pulih.
Australia & Selandia Baru: Produksi daging sapi dan domba Australia diperkirakan akan berkembang dengan dinamika kawanan yang terjadi. Namun, di Selandia Baru produksi daging sapi dan domba diperkirakan akan menurun akibat tekanan pasar.
Ikan salmon
Kehadiran ritel yang kuat akan mendukung harga pada tahun 2023, meskipun fundamental ekonomi makro melemah.
Udang
Pasokan tetap kuat, meskipun harga lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Ekuador dan Amerika Latin diperkirakan akan terus mendorong pasokan udang tambak pada tahun 2023.
Tepung Ikan dan Minyak Ikan
Harga komoditas yang bersaing mendukung harga keduanya, yang mungkin sedikit menurun pada tahun 2023.
Protein Alternatif
Tahun 2023 akan menjadi tahun konsolidasi. Pertumbuhan luar biasa produk nabati baru-baru ini tertahan dan investor mengalihkan fokus.
Lalu bagaimana dengan prospek peternakan di Indonesia ?
Industri peternakan di Indonesia pastinya juga akan mengalami hal yang kurang lebih sama dengan tantangan yang ada di global. Fluktuasi harga kemungkinan masih akan menjadi tantangan bagi para pengusaha/peternak pada kondisi ekonomi yang saat ini relatif belum stabil. Selain itu, tantangan penyakit adalah hal yang mungkin harus ditanggapi dengan serius jika ingin hasil yang kita harapkan optimal.
Di sektor peternakan Sapi, outbreak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tahun lalu menjadi pukulan berat bagi para pelaku usaha disaat kondisi peternakan sebenarnya juga sedang tidak baik-baik saja. PMK ini selain berdampak besar pada peternakan sapi, juga bisa menyerang peternakan kambing/domba dan peternakan babi. Selain itu, Lumpy Skin Disease (LSD) baru-baru ini juga kembali merebak dan membutuhkan penanganan yang terbaik guna menyelamatkan peternakan sapi. Untuk vaksin PMK dan LSD, saat ini para peternak bisa mendapatkannya dari support pemerintah. Diharapkan, dengan adanya vaksin dan upgrade biosekuriti dan managemen pemeliharaan maka resiko serangan penyakit bisa diminimalkan.
Dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 25 Januari 2023, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong pengembangan peternakan modern berbasis teknologi presisi yang mampu memproduksi kebutuhan dalam negeri secara konsisten. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah mengatakan bahwa pemerintah telah menyusun strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia. Di antaranya peningkatan kapasitas produksi pangan untuk komoditas daging sapi, kerbau, ayam ras, ayam buras, dan babi.
Pemerintah akan melakukan pengembangan terhadap pangan substitusi impor seperti daging domba/kambing dan itik untuk substitusi daging sapi. Disisi lain, kementan juga terus meningkatan kapasitas produksi dan peningkatan laju ekspor seperti produk sarang burung walet, ayam, dan telur ayam ke berbagai negara di Asia. Pengembangan komoditas ternak prioritas berbasis korporasi, presisi dan terintegrasi ini dilakukan melalui sinergi pelaku usaha dengan program penyediaan ternak 10 juta ekor melalui pengembangan kambing/domba, itik dan ayam.
Semoga dengan peran semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, peternakan di Indonesia bisa kuat dalam menghadapi tantangan di tahun 2023 ini dan ketersediaan protein hewani boleh tetap terjaga dengan baik.
Dunia medis Kedokteran Hewan tentunya juga selalu dikaitkan dengan pilihan berbagai macam antibiotik atau obat-obatan untuk menangani suatu gangguan penyakit. Kemampuan obat antimikroba untuk menghentikan pertumbuhan atau membunuh agen penyebab penyakit umumnya tergantung pada mekanisme kerjanya dan konsentrasi obat pada tempat infeksi. Ketika obat dimasukkan ke dalam tubuh, obat tersebut dengan cepat dibawa melalui aliran darah ke hati, ginjal, dan organ lain yang secara kimiawi dapat mengubah atau mengurangi aktivitas antibakterinya dan meningkatkan ekskresinya.
Proses yang terjadi ketika terapi antibiotik atau obat diberikan adalah diawali dengan proses penyerapan/absorpsi dari rute pemberiannya (injeksi, per oral, sub kutan dll). Setelah diserap obat akan di distribusikan ke seluruh tubuh dan kemudian di eliminasi melalui metabolisme biokimia dan ekskresi melalui urin, empedu, atau rute lain merupakan parameter farmakokinetik.
Pemrosesan kimia dan fisiologis oleh tubuh, serta kelarutan lipid dan sifat kimia obat lainnya akan mempengaruhi kemampuan obat untuk menembus jaringan yang terinfeksi dan kontak dengan patogen yang berada di cairan interstisial atau sel inang. Paparan awal patogen terhadap konsentrasi obat yang efektif / sensitif untuk periode waktu yang optimal secara langsung akan mempengaruhi tingkat keberhasilan klinis terapi obat antimikroba.
Penggunaan antimikrobia, terutama antibiotik saat ini sudah menjadi issue global terkait dengan AMR (antimicrobial resistance). Di eropa, aturan mengenai pembatasan penggunaan antibiotik sudah diberlakukan untuk mengantisipasi kejadian resistensi ini. AMR terjadi ketika bakteri, virus, jamur dan parasit berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespon obat-obatan sehingga membuat infeksi lebih sulit untuk ditangani dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, penyakit menjadi parah dan bisa berakhir dengan kematian. Obat-obatan menjadi tidak efektif dan infeksi tetap ada di dalam tubuh sehingga berpotensi meningkatkan risiko penyebaran.
Antimikroba – termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, dan antiparasit adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Mikroorganisme yang mengembangkan resistensinya terhadap antimikroba sering ita kenal dengan istilah “superbug”.
Terkait dengan usaha peternakan yang baik, program pengendalian penyakit umumnya meliputi 3 hal, yaitu biosekuriti, vaksinasi dan medikasi. Kebersihan lokasi kandang adalah landasan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan hewan di peternakan kita, dan kita juga perlu merawat hewan peliharaan/ternak kita secara bertanggung jawab. Program pencegahan penyakit saat ini lebih ditekankan dengan pelaksanaan vaksinasi, sedangkan jika muncul kejadian penyakit maka medikasi baru bisa dilakukan dengan antibiotik atau support terapi lainnya tergantung dengan hasil diagnosa yang ditegakkan. Baca juga : Animal welfare
Terkait dengan AMR, maka para peternak, dokter hewan, dan semua yang terlibat dalam perawatan kesehatan hewan memiliki kewajiban moral dan hukum untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan hewan di bawah pengawasan mereka. Hal itu sekali lagi termasuk penggunaan antibiotik yang bijaksana. Aspek penting lain dari penggunaan antibiotik yang bijak adalah peran kita dalam memproduksi bahan makanan asal hewan yang aman dan sehat. Tanpa penggunaan antibiotik yang tepat, hewan peliharaan dan ternak akan menanggung rasa sakit dan penderitaan, serta produksi makanan yang aman dapat terancam dan beresiko meningkatkan kejadian AMR. Baca juga : Kontrol Penyakit pada ternak babi
WHO merekomendasikan agar para peternak dan industri makanan berhenti menggunakan antibiotik secara rutin sebagai growth promotor untuk mendorong pertumbuhan dan mencegah penyakit pada hewan yang sehat. Hal ini bertujuan untuk membantu melestarikan efektivitas antibiotik yang penting untuk pengobatan manusia dengan mengurangi penggunaan yang tidak perlu pada hewan. Di beberapa negara, sekitar 80% dari total konsumsi antibiotik yang penting secara medis adalah di sektor hewan. Baca juga : Biosekuriti di era new normal
Yuk perduli AMR, dengan bijak dalam menggunakan terapi antimikrobia, mengoptimalkan program vaksinasi dan perbaikan managemen kandang serta biosekuriti yang baik…
Tahun baru 2022 sudah kita jalani saat ini. Bagi sebagian besar pelaku usaha peternakan, situasi sekarang ini mungkin masih belum jauh berbeda dengan kondisi yang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir. Pandemi covid-19 masih menjadi tantangan yang cukup mengganggu stabilitas usaha, disamping faktor lain seperti penyakit African Swine Fever (ASF) pada ternak babi dunia dan juga kenaikan bahan baku pakan yang signifikan.
Menilik laporan akhir tahun 2021, tentang “Prospek Protein Hewan Global 2022” dari Justin Sherrard, ahli strategi global untuk protein hewani di RaboResearch Food & Agribusiness, memprediksi kemungkinan berlanjutnya volatilitas pasar untuk sektor protein global. Harga akan tetap kuat pada 2022, didukung oleh permintaan dan batasan pasokan yang berkelanjutan. Tetapi harga yang lebih tinggi itu tidak selalu berarti produsen akan memiliki banyak ruang bernapas yang luas mengingat adanya perubahan biaya produksi.
Di Amerikan Utara, harga pakan untuk tahun 2022 diproyeksikan akan tetap tinggi dibandingkan dengan 5 tahun terakhir. Monitor harga pakan Rabobank menunjukkan indeks harga unggas dan indeks harga daging babi berada pada level yang sama atau di bawah indeks pakan, sedangkan indeks harga daging sapi lebih positif. Inflasi akan terus mendorong harga pangan dan harga daging global pada titik tertinggi sejak 2014. Masalah utama lainnya untuk sektor ini adalah kendala tenaga kerja, biaya pengiriman yang tinggi, dan biaya energi.
Secara global, protein hewani berkelanjutan terus mendapatkan momentum. Rabobank melaporkan bahwa tahun 2021 (Januari – Agustus), penerbitan pinjaman/obligasi melanjutkan pertumbuhannya yang stabil. Laporan tersebut mencatat bahwa sementara konsumen “belum menunjukkan kesediaan untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk bahan makanan yang lebih berkelanjutan.” Selain itu, ada juga tekanan di bidang peningkatan efisiensi, reputasi brand, modal dan peraturan akan terus berlanjut dan memotivasi rantai pasokan protein untuk menekankan dan menumbuhkan usaha yang berkelanjutan.
Berikut adalah market analisis yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture Foreign Agricultural Service pada tanggal 12 January 2022 lalu. Kita bisa menggunakan ini sebagai gambaran situasi yang terjadi pada usaha peternakan di dunia pada tahun 2021 dan juga potensi yang ada di tahun 2022 :
Kita awali dari Cina, negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yang tentunya menjanjikan pasar yang luar biasa besar. Total pasokan daging China pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 79 juta ton. Hal ini naik 7 % dari perkiraan sebelumnya dan melebihi total pasokan daging sebelum munculnya kasus ASF. Produksi daging babi diperkirakan akan tumbuh untuk tahun kedua berturut-turut, sementara harga babi sudah terkoreksi turun dari level rekor yang terjadi beberapa tahun terakhir (menguat sejak mencapai titik terendah pada musim gugur).
Untuk produsen dengan skala yang lebih kecil, kemungkinan besar masih akan terus berjuang dalam situasi harga saat ini. Namun, bagi produsen skala besar yang masih mempunyai dukungan dana kemungkinan masih bisa menutup biaya produksi dan bahkan melakukan ekspansi dan modernisasi agar bisa meningkatkan market share. Dukungan pemerintah Cina yang cukup besar juga diharapkan dapat mempercepat tren menuju kelanjutan konsolidasi pasca ASF, dan juga memberikan insentif/stimulus bagi pelaku usaha untuk terus memelihara dan memasarkan babi.
Dengan asumsi Cina mampu keluar dari situasi sulit ini, maka diprediksi pasokan daging babi domestik akan melimpah sehingga menyebabkan impor daging babi tahun 2022 turun 12 % dari perkiraan sebelumnya. Walupun demikian, tahun 2022 impor tetap tinggi menurut standar historis yang sudah terjadi. Secara keseluruhan, pasokan daging babi diperkirakan akan mencapai 53,7 juta ton pada tahun 2022 di Cina.
Beralih ke segmen poultry di Cina, total pasokan daging ayam pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 15,1 juta ton, turun 1% dari proyeksi bulan Oktober 2021. Pada saat outbreak ASF terjadi beberapa tahun lalu, populasi ayam terus meningkat signifikan sehingga diperkirakan akan menekan angka import tahun ini sampai 11 %. Pasokan daging sapi juga diperkirakan turun hampir 1 % tahun 2022 menjadi 10,2 juta ton karena ekspektasi impor yang stabil dan perkiraan produksi yang sedikit lebih rendah. Impor di Cina kemungkinan masih menjadi menjadi bagian dari proses pemenuhan konsumsi masyarakat yang juga terus meningkat. Produk dalam negeri juga terus berjuang untuk bersaing baik dalam harga maupun kualitasnya.
Setelah kita mengetahui gambaran pasar di Cina, berikut adalah analisa pasar global yang bisa kita cermati bersama :
Daging sapi
Produksi daging sapi global tahun 2022 meningkat dari Oktober 2021 sebesar 58,2 juta ton. Produksi daging sapi Brasil turun 2 % tahun 2021 karena terganggunya penjualan ke Cina pada kuartal keempat. Selain itu, bulan September 2021 Brasil juga melaporkan deteksi atipikal bovine spongiform encephalopathy (BSE) yang menyebabkan Cina untuk sementara membatasi impor daging sapi. Saat ini, masalah sudah terselesaikan dan permintaan dari Cina diharapkan dapat membantu kembali memacu produksi daging sapi Brasil pada tahun 2022.
Di Australia, produksi tahun 2022 diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan adanya pemulihan dan pembangunan kembali populasi yang berjalan dengan baik serta beberapa penundaan pemotongan pada bulan Desember karena cuaca buruk yang mempengaruhi transportasi. Perubahan ini cukup mampu mengimbangi pemotongan ke Uni Eropa (UE) dan Cina, dengan memoderasi pertumbuhan produksi yang berimbas pada kecukupan pasokan daging sapi secara global.
Ekspor daging sapi global untuk tahun 2022 diprediksi juga mengalami kenaikan 1 % menjadi 12 juta ton. Hal ini terjadi karena kenaikan populasi di Argentina, Australia, dan Brasil lebih banyak daripada penurunan yang terjadi di Uni Eropa dan Jepang. Impor global kemungkinan besar tidak akan berubah signifikan. Dengan adanya resolusi masalah penyakit BSE antara Brasil dan Cina, maka impor daging sapi Cina tidak berubah karena permintaan yang cukup tinggi dari tahu ke tahun.
Uraian dari Josh Maples dari Mississippi State University menyatakan bahwa pasar sapi di akhir tahun 2021 jauh lebih kuat daripada beberapa tahun terakhir. Optimisme untuk harga yang lebih tinggi pada tahun 2022 telah dibangun selama berbulan-bulan dan aktivitas pasar yang terjadi juga menambah optimisme untuk itu. Harga kontrak berjangka sapi untuk tahun 2022 yang diperdagangkan di CME juga mencerminkan optimisme akan harga yang lebih tinggi. Awal tahun baru ini adalah saat yang tepat untuk mempertimbangkan peluang dan manajemen risiko yang mungkin berguna di beberapa titik sepanjang tahun. Sebagai pelaku pasar, dengan prospek optimis tahun 2022 ini tetap harus diwaspadai risiko dan hambatan yang mungkin muncul yang berpotensi memberikan dampak pada pasar.
Daging Babi
Produksi daging babi global tahun 2022 kemungkinan akan naik 5 % dari Oktober 2021 menjadi 109,9 juta ton. Hal ini tentunya terjadi karena pemulihan produksi di Cina sendiri yang naik 13 % dari perkiraan sebelumnya menjadi 49,5 juta ton. Pemulihan breeding Cina dilaporkan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2021. Walaupun kemudian populasi kembali tertekan tetapi pada tahun 2022 ini diprediksi akan mampu memenuhi level kecukupan untuk persediaan di atas tahun lalu. Produktivitas ternak babi juga meningkat karena babi yang kurang efisien sudah digantikan dengan bibit yang baik. Dengan perbaikan kondisi ini diharapkan dapat mendukung ketersediaan pasar daging babi, terutama pada semester pertama tahun ini.
Ekspor daging babi global pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 12,3 juta ton, turun 3 % karena melemahnya permintaan impor dari China. Hal ini bisa mengimbangi permintaan yang lebih tinggi dari Jepang (+2 %) dan Korea Selatan (+3 %) di mana pemulihan ekonomi dan ketersediaan daging babi yang lebih besar di pasar internasional tentunya akan mendukung perdagangan. Impor Meksiko juga diperkirakan 4 % lebih tinggi dari perkiraan.
Lee Schulz, ekonom pemasaran peternakan di Iowa State University mengatakan bahwa kondisi harga yang membaik biasanya akan menarik pelaku usaha untuk memulai usaha dan melakukan ekspansi. Harga daging babi tahun 2021 adalah yang tertinggi sejak 2014, dan ada kemungkinan akan turun tahun 2022. Yang menjadi perhatian besar sekali lagi adalah biaya produksi, dimana ternyata tahun 2021 lebih tinggi 30% dibandingkan pada tahun 2020. Faktor yang bisa mempengaruhi harga adalah penyebaran kasus ASF, kondisi ekonomi domestik dan global, dan harga biji-bijian/bahan baku. Baca juga : Biosekuriti di era new Normal
Daging ayam
Produksi daging ayam global tahun 2022 diperkirakan sebesar 100,8 juta ton, hampir tidak berubah dari Oktober 2021. Sebuah prospek yang lebih baik untuk produksi di Amerika Serikat umumnya diimbangi oleh ekspektasi yang lebih rendah dari pertumbuhan di UE yang terus dihantui oleh wabah Flu Burung (HPAI). Produksi di Brasil meningkat sedikit ke rekor 14,8 juta ton karena adanya permintaan luar negeri dan domestik yang relatif kuat. Prospek untuk Cina tetap tidak berubah karena perusahaan integrator masih mampu mengatasi fluktuasi harga daging broiler yang lebih rendah karena tingkat profitabilitas yang relatif baik di hatchery/usaha penetasan dan hasil olahannya.
Ekspor daging ayam dunia untuk tahun 2022 naik 1 % menjadi 13,4 juta ton. Eksportir di Brasil diperkirakan mencapai rekor 4,3 juta ton meskipun ada penurunan permintaan dari Cina. Amerika Serikat diperkirakan naik < 1 %, yaitu 3,4 juta ton karena prospek yang lebih baik untuk pasar utama mereka ke Meksiko, Kuba, dan Angola. Sementara itu, ekspor Thailand kemungkinan lebih rendah karena industrinya terus pulih dari COVID-19, walaupun belum bisa kembali ke level yang sama sebelum pandemi.
Setelah kita mendapatkan update dari analisa pasar global, lalu bagaimana dengan prospek peternakan di Indonesia tahun ini?? Pada 16 Desember 2021 lalu, ASOHI mengadakan webinar mengenai “Outlook Bisnis Peternakan” yang melibatkan hampir semua pelaku usaha di bidang perunggasan, ruminansia, babi dan juga industri obat hewan. Secara singkat, berikut adalah gambaran evaluasi dan potensi yang disampaikan dalam agenda nasional tersebut :
Poultry. Potret industri perunggasan pada tahun 2018-2021 menunjukkan fluktuasi harga livebird ayam ras pedaging yang sangat tinggi, sedangkan harga telor relatif stabil walaupun dalam beberapa waktu juga mengalami koreksi yang lumayan dalam. Dilain pihak, tren harga yang cinderung mengalami penurunan ini diikuti dengan peningkatan beban biaya produksi (terutama biaya pakan) sehingga kondisi perunggasan sangat merugikan bagi pelaku usaha.
Dengan situasi tantangan ini, banyak peternak rakyat mandiri yang tidak mampu bertahan sedangkan perusahaan integrator yang mempunyai dana besar relatif aman dan mampu bertahan, bahkan melakukan ekspansi.
Bulan Juli 2021 adalah titik terendah harga livebird, dimana terjadi penurunan permintaan dan juga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4. Hal ini membuat penyerapan di sektor perhotelan, restoran, rumah makan dan rumah tangga mengalami koreksi sampai dibawah harga pokok produksi yang sudah mencapai 19,000. Pengembangan rumah potong ayam dengan cold storage menjadi alternatif untuk menampung over supplai yang terjadi, namun demikian hal ini tentunya harus diimbangi dengan kebijakan yang tepat. Surplus day old chick (DOC) pada tahun 2021 berimbas juga pada kebijakan cutting HE dan afkir dini untuk menstabilkan harga pasar.
Tahun 2022 sepertinya kondisi tidak akan berbeda jauh. Pengaturan suplai dan demand pasar broiler harus benar-benar dijalankan agar situasi bisnis lebih kondusif dan menguntungkan, sedangkan untuk pasar petelor diharapkan juga bisa meningkat dan para peternak tetap optimis walaupun dimasa yang sulit.
Sapi. Jika melihat kondisi saat ini, ketergantungan import untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri masih relatif tinggi. Namun demikian, tingginya ketergantungan kita terhadap pasokan dari Australia akhirnya menjadi masalah besar di negara kita ketika supplai mengalami gangguan sehingga import daging kerbau beku dari India juga sempat dilakukan. Realisasi import bakalan para feedlotter bahkan mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir karena ketersediaan yang terbatas.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan populasi ternak dan produksi daging sapi dan kerbau sebenarnya sudah cukup banyak. Program Sikomandan, desa korporasi sapi, pengembangan breed baru dll. Namun pada kenyataanya, peningkatan populasi yang sudah dilakukan setiap tahun ternyata tidak mampu menurunkan gab konsumsi nasional jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri. Jadi, secara potensi pasar sebenarnya ada peluang, hanya saja kondisi pelemahan ekonomi akibat pandemi dan biaya produksi yang tinggi membuat para pelaku usaha juga masih harus menghitung ulang dalam menjalankan usahanya. Baca juga : Tantangan peternakan sapi potong
Industri sapi perah juga tidak kalah menarik. Populasi dalam negeri yang cinderung berjalan ditempat membuat pemenuhan air susu masih tergantung juga dari import. Peluang cukup terbuka untuk segmen ini, sehingga diperlukan banyak investor yang mau mengembangkan usaha peternakan sapi perah demi meningkatkan produksi air susu guna pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Baca juga : Peternakan sapi perah di Indonesia
Babi. Peternakan babi di Indonesia saat ini secara populasi mengalami penurunan yang sangat tajam akibat dari wabah ASF. Dalam kondisi ini, peternak yang kandangnya aman dari serangan ASF tentunya mendapatkan keuntungan yang relatif besar, mengingat harga saat ini cukup tinggi. Jika estimasi pemulihan populasi ternak babi saat ini berkisar 10 %/tahun, maka diperlukan waktu minimal 6 tahun lagi untuk kembali ke posisi sebelum outbreak ASF. Baca juga : Proses repopulasi pasca ASF
Vaksin ASF yang sampai saat ini masih dalam proses development membuat banyak pelaku usaha yang menunggu atau beralih ke usaha lainnya. Kondisi peternakan babi di Indonesia, terutama backyard farm umumnya berada dalam 1 komplek peternakan memerlukan kerja sama dan keterbukaan antar peternak. Hal yang sampai saat ini relatif sulit untuk dilakukan. Jika belajar dari kasus ASF kemarin, ketika biosekuriti tidak dilakukan dengan standart yang ketat maka virus akan dengan mudah menyerang dan menghabiskan semua populasi babi di suatu wilayah.
Jika kita pelaku usaha yang mempunyai profil resiko yang moderat, maka usaha peternakan babi ini memiliki potensi keuntungan yang cukup baik. Namun, semuanya harus dipersiapkan dengan baik. Investasi di fasilitas kandang terutama biosekuriti memegang peran yang paling penting dalam pencegahan penyakit ASF. Perlu upaya bersama dalam usaha mengembalikan populasi ternak babi di Indonesia. Baca juga : Kontrol penyakit pada ternak Babi
Apa yang bisa kita dapatkan dari analisa ini? Tahun 2022 adalah momentum pemulihan ekonomi dimana pandemi sudah mulai relatif lebih terkendali. Tantangan usaha tentunya masih akan terus ada, baik itu dari sisi penyakit maupun biaya produksi yang tinggi sehingga setiap pelaku usaha harus melakukan analisa kembali untuk bisa bertahan ataupun berkembang disituasi yang sulit saat ini.
Semoga bermanfaat. Tetap semangat dan optimis. Maju terus peternakan Indonesia!!
Animal welfare atau kesejahteraan hewan menurut Kode Terestrial OIE berarti keadaan fisik dan mental hewan dalam kaitannya dengan kondisi di mana ia hidup dan mati. Sedangkan konsep kesejahteraan hewan mencakup 3 elemen, yaitu fungsi biologis normal hewan (memastikan hewan itu sehat dan bergizi baik), keadaan emosinya (tidak ada emosi negatif seperti rasa sakit dan ketakutan kronis), dan kemampuannya untuk mengekspresikan perilaku normal tertentu. Tidak semua perilaku sama pentingnya dalam hal kesejahteraan hewan. Dari sudut pandang praktis, kita bisa melihat dari ada tidaknya respons stres atau perilaku abnormal ketika hewan mendapatkan suatu perlakuan.
Prinsip kesejahteraan hewan meliputi ‘5 FREEDOM’. Sejak tahun 1965 kebebasan ini sudah diakui secara luas dan menggambarkan harapan masyarakat terhadap kondisi yang harus dialami hewan ketika berada di bawah kendali manusia, yaitu bebas dari kelaparan, kekurangan gizi dan kehausan; bebas dari ketakutan dan kesusahan; bebas dari tekanan panas atau ketidaknyamanan fisik; kebebasan dari rasa sakit, cedera dan penyakit; dan bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normalnya.
Nutrisi. Faktor yang melibatkan akses hewan ke makanan dan air yang cukup, seimbang, bervariasi, dan bersih. Hal ini berarti kita sebagai peternak/pemilik hewan harus menjamin ternak/hewan yang kita pelihara tidak merasakan kelaparan dan kehausan yang berkepanjangan. Kita bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Lingkungan. Faktor yang menimbulkan kenyamanan melalui suhu, substrat, ruang, udara, bau, kebisingan, dan prediktabilitas. Artinya kita harus menyediakan tempat/kandang yang baik, nyaman untuk istirahat dan beraktifitas. Kesehatan. Faktor yang memungkinkan terjaganya kondisi kesehatan. Tidak adanya penyakit, cedera dan gangguan kesehatan lainnya dengan tingkat kebugaran yang baik. Jadi kita bertanggung jawab untuk melaksanakan manajemen pemeliharaan yang baik, baik itu dengan pemberian vaksin ataupun vitamin. Selain itu, jika kita harus melakukan prosedur kebiri, potong ekor/gigi/tanduk, operasi sesar maka harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan menimbulkan rasa sakit yang minimal. Perilaku. Faktor yang memberikan tantangan lingkungan yang bervariasi, baru dan menarik. Ternak/hewan yang kita pelihara bisa tetap berekspresi sesuai dengan habitat aslinya sehingga ada keseimbangan dari aspek negatif dan positif saat mereka didomestikasi. Hubungan antara manusia dan ternak/hewan idealnya harus baik, sehingga mereka tidak ada rasa takut dengan kehadiran kita. Keadaan Mental. Jika kita sebagai peternak/pemilik hewan yang mampu menghadirkan situasi positif dalam empat domain fungsional sebelumnya, maka keadaan mental ternak/hewan juga akan mendapat manfaat dari sebagian besar keadaan positif. Kita harus mampu menghadirkan kesenangan, kenyamanan, atau vitalitas sambil mengurangi keadaan negatif seperti ketakutan, frustrasi, kelaparan, rasa sakit, atau kebosanan.
Istilah “kesejahteraan hewan” semakin banyak digunakan oleh perusahaan, konsumen, dokter hewan, politisi, dan lainnya, namun bisa memiliki arti yang berbeda satu sama lain tergantung sudut pandangnya. Di masa lalu, dokter hewan dan peternak melihat kesejahteraan hewan terutama dari segi tubuh dan lingkungan fisik, yang mencakup perkandangan dan pakan misalnya.
Penelitian tentang aspek kesejahteraan hewan juga berfokus pada tubuh untuk memeriksa bagaimana hewan mengatasi lingkungannya, namun ada batasan terkait genetika. Kita mungkin bisa menghasilkan fisik/perbaikan genetik yang diinginkan, tetapi kondisi mental ternak/hewan sebenarnya terganggu. Selain itu, dalam menilai apakah status kesejahteraan yang diberikan dapat diterima secara moral atau tidak, ilmuwan kesejahteraan hewan juga harus menyadari bahwa berdasarkan ilmiah, definisi operasional kesejahteraan hewan tentu akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman moral masyarakat juga.
Kesejahteraan hewan tidak hanya mencakup keadaan tubuh ternak/hewan, tetapi juga perasaannya. Sebagian besar akan setuju bahwa hewan juga memiliki perasaan (senang, takut, frustrasi) dan ini adalah kondisi penting yang harus dipenuhi jika kita memutuskan untuk memelihara mereka. Ketika kita menjalankan usaha peternakan (unggas, ruminansia, babi dll), jika semua aspek pemeliharaan yang meliputi perkandangan, vaksinasi dan medikasi, pakan, biosekuriti dan lainnya dipenuhi maka ternak akan memberikan performa yang baik. Namun, jika kita memelihara asal-asalan, maka ternak/hewan akan tidak nyaman dan akhirnya terserang penyakit. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal.
Terkait dengan pendekatan berbasis perasaan, pada dasarnya hewan akan hidup dengan baik jika mereka dapat berprilaku sesuai dengan kodratnya. Ketika kita memutuskan untuk memelihara mereka di lingkungan kita, penderitaan fisik (kepanasan/kedinginan) dan penderitaan mental (ketakutan, stress) adalah aspek yang harus ditimbangkan sehingga kita mampu memenuhi 5 kebebasan yang diperlukan ternak/hewan kita. Jika kita adalah peternak atau pemilik hewan, maka kita sekali lagi harus harus menjamin kesehatan hewan yang kita pelihara. Kita bisa juga berperan dalam menjaga kesejahteraan hewan dengan minimal tidak menyiksa hewan-hewan liar/terlantar, memberikan pakan atau mengadopsi.
Penerapan animal welfare di Indonesia. Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa peraturan mengenai kesejahteraan hewan ini, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Pada pasal 66A dijelaskan bahwa “Setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”. Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan ancaman pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan”. Dari peraturan tersebut, jelaslah bahwa kita harus memenuhi kesejaahteraan hewan dan dilarang berperilaku buruk terhadap hewan.
Hukum kesejahteraan hewan Indonesia memiliki banyak aspek positif. UU 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang merupakan bagian utama dari undang-undang kesejahteraan hewan, banyak didukung oleh peraturan atau bekerja sama dengan undang-undang lain yang mengatur industri yang berbeda dan spesies hewan. Peraturan 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Hewan, dan UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan mereka Ekosistem adalah salah satunya.
Banyak bagian dari undang-undang kesejahteraan hewan Indonesia selaras dengan 5 Kebebasan, atau standar internasional lainnya yang diakui, seperti standar kesejahteraan hewan OIE. Hal ini terutama lazim dalam undang-undang tentang peternakan. Demikian pula, Unit Kejahatan Satwa Liar Indonesia yang berdedikasi dan pertemuan kesejahteraan hewan dua tahunan patut diapresiasi. Pemerintah Indonesia juga menunjukkan partisipasi aktif dalam isu kesejahteraan hewan regional melalui keanggotaannya di ASEAN. Pemerintah Indonesia juga memperbarui KUHP mereka tentang hukuman atas kekejaman terhadap hewan, menunjukkan adanya kemauan politik di tingkat nasional untuk perubahan positif bagi kesejahteraan hewan.
Dalam keseharian kita mungkin mengalami kekesalan akibat dari hama tikus. Keberadaan tikus dapat menyebabkan kerusakan struktural pada rumah dan bangunan. Dalam membangun sarang, tikus akan menggerogoti dan mengunyah apa pun (kertas, kayu, plastik, baju/kain, kabel dll), lalu juga menggali lobang. Jika kita mempunyai gudang tempat barang-barang yang sudah jarang dipakai, disitulah biasanya tikus akan bersarang karena semakin tersembunyi suatu tempat maka semakin menarik untuk tikus tinggal dan berkembang biak. Saat tikus sudah bersarang di rumah kita, maka resiko kerusakan akan meningkat dan mereka juga akan meninggalkan jejak urin dan kotoran yang beresiko menyebarkan penyakit. Pada manusia, penyakit yang bisa disebabkan oleh karena kontaminasi tikus antara lain adalah Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS), Leptospirosis, Lymphocytic Chorio-meningitis (LCM), Plague, Rat-bite fever, dan salmonellosis.
Tikus adalah hewan nocturnal, artinya hewan yang aktif dimalam hari. Oleh karena itu, jika kita melihat tikus pada siang hari, maka bisa dipastikan populasi tikus disekitar anda cukup banyak dan sebaiknya segera lakukan tindakan pengendalian atau memanggil tenaga profesional. Bagaimana kita tahu keberadaan tikus di lingkungan?Tanda-tanda yang bisa kita amati adalah adanya kotoran (ukuran relatif kecil, lonjong berwarna gelap dan lembab di lantai, wastafel tempat sisa makanan, atau tempat-tempat yang tersembunyi), kertas/baju dan barang-barang yang robek karena gigitan, bau busuk karena urin tikus, noda/jejak kaki (coba taburkan tepung/bedak bubuk disekitar lokasi yang kita curigai untuk menganalisa jejak yang terbentuk), dan adanya sarang tikus.
Selain di rumah, tikus juga telah lama menjadi masalah di lokasi peternakan karena adanya pakan ternak yang mengundang selera. Tikus adalah vektor pembawa banyak penyakit pada ternak karena urin dan kotorannya yang mencemari sumber pakan, air ataupun benda-benda yang dipakai dilokasi peternakan. Sebagai gambaran dan perbandingan, secara umum jika kita melihat 1 ekor tikus di lingkungan maka ada sekitar 25 tikus lainnya yang sedang bersembunyi. Banyak bukan?
Lalu apa yang harus kita lakukan jika rumah/lokasi peternakan kita ada infestasi hama tikus? Minimal ada 3 hal yang bisa kita lakukan dalam praktek manajemen dan program pengendalian tikus, yaitu membuat struktur bangunan yang tahan hewan pengerat, sanitasi/kebersihan, pengendalian populasi tikus. Langkah pertama mungkin relatif sulit, mengingat tikus dapat masuk melalui lubang apapun asal kepalanya bisa masuk. Selain itu, tikus juga dapat memanjat melalui pipa, melompat secara vertikal setinggi tiga kaki, secara horizontal sejauh empat kaki, memanjat kabel, tembok, tanaman/pohon untuk memasuki sebuah gedung/bangunan. Pastikan kita sudah melakukan evaluasi terhadap kemungkinan pintu masuk tikus dan jenis hewan pengerat yang ada.
Setelah kita mengidentifikasi kondisi lingkungan dan jenis populasi tikus yang mendominasi, maka selanjutnya kita juga harus melakukan tindakan terhadap lingkungan untuk mencari dimana dia bersarang. Kita bisa mulai dari gudang, lokasi tempat penyimpan makanan (baik pakan ternak atau dapur), tumpukan kardus/sak pakan, tempat sampah dan lobang-lobang atau area tersembunyi lainnya. Temukan jejak tikus melalui keberadaan kotorannya, lubang aktif, jejak lain dari bulu tubuhnya yang mengandung substan seperti lilin dan kondisi menggaris pada pinggir tembok. Lubang aktif dapat kita deteksi dengan menyumbatnya menggunakan kertas koran pada sore hari, kemudian amati pada pagi harinya (jika penyumbat esok harinya berpindah tempat dapat dipastikan didalamnya ada koloni tikus yang tinggal). Setelah itu, kita sebaiknya segera melakukan pembersihan dan pemblokiran jalan masuk tikus agar mereka tidak kembali membuat sarang disitu, dan juga menyusun strategi pengendalian selanjutnya. Untuk gudang penampungan pakan di kandang, sebaiknya segera lakukan pembersihan setelah selesai melakukan aktifitas pencampuran bahan baku dan minimalkan tumpahan pakan agar tidak mengundang tikus. Sampah dan bangkai hewan yang mati juga harus diperhatikan. Baca Juga : Biosekuriti di era New Normal.
Langkah pengendalian populasi tikus bisa kita lakukan dengan berbagai cara, yaitu predator alami, lem, perangkat suara ultrasonik, jebakan tikus dan racun umpan. Perlu digaris bawahi, tikus adalah hewan pengerat dengan wilayah jelajah yang kecil (30-100 kaki dari sarangnya), sehingga seharusnya kombinasi dari semua metode pengendalian bisa berjalan efektif, cepat dan ekonomis jika dilakukan dengan terus-menerus dan konsisten. 1.) Memelihara kucing / anjing bisa menjadi opsi untuk membantu pengendalian jika populasi tikus tidak banyak, seperti di rumah. Jika kita memelihara anjing/kucing di lokasi kandang akan ada resiko membawa patogen penyebab penyakit jika dibebasliarkan, karena bisa saja bangkai tikus dibawa masuk ke lokasi kandang. 2.) Menggunakan papan lem bisa dilakukan, namun terkadang kurang optimal jika ada banyak debu atau materi organik lainnya. Pastikan kita berhati-hati saat membuang bangkai tikus karena kemungkinan membawa agen penyakit. Pakailah sarung tangan dan buang hewan pengerat yang mati dalam kantong plastik tertutup rapat. 3.) Perangkat suara ultrasonik bekerja untuk menakuti tikus. Namun, alat ini tidak terlalu efektif karena tikus relatif cepat beradaptasi dengan suara ini. 4.) Jebakan tikus berupa jepitan atau jebakan kotak umumnya cukup baik untuk membasmi hewan pengerat pada awal penggunaan, akan tetapi dalam jangka panjang alat ini kurang efektif karena tikus juga cepat beradaptasi. 5.) Racun umpan adalah cara yang paling umum dilakukan dalam program pengendalian tikus. Ada dua jenis rodentisida yang bisa kita pilih, yaitu racun akut dan antikoagulan.
Terkait racun umpan tikus, ada banyak jenis rodentisida di pasaran yang umumnya diformulasikan sebagai umpan batangan, pelet, konsentrat, atau bubuk. Umumnya, racun umpan komersial yang siap pakai lebih disukai daripada umpan yang harus mencampur sendiri. Umpan batangan diformulasikan dengan kandungan lilin yang tinggi untuk penggunaan di luar ruangan dan area dengan kelembapan tinggi, sedangkan umpan pellet diformulasikan dengan butiran dan pengikat yang menahan pelet untuk digunakan di dalam ruangan. Untuk umpan konsentrat dan bubuk kadang-kadang digunakan oleh operator pengendalian hama profesional. Rodentisida diklasifikasikan menjadi dua kelompok kimia besar, yaitu antikoagulan/kronis dan non-antikoagulan/akut. Antikoagulan generasi I pertama kali ditemukan pada tahun 1940-an. Warfarin adalah yang pertama dan terkenal di pasaran, namun sekarang mungkin terbatas karena isu resistensi dan adanya antikoagulan generasi baru yang lebih kuat. Sebagian besar antikoagulan generasi pertama adalah umpan dosis ganda, artinya racun akan menyebabkan kematian hanya setelah dimakan tikus beberapa hari berturut-turut, sedangkan antikoagulan generasi II (brodifacoum, bromadiolone, dan difethialone) efektif walaupun hanya satu dosis. Antikoagulan generasi II (dosis tunggal) bisa menjadi alternatif yang umumnya efektif melawan hewan pengerat yang resisten terhadap senyawa antikoagulan generasi I (multi dosis). Secara umum, racun kronis biasanya cukup efektif dalam waktu lama karena tikus akan mati secara perlahan tanpa menyadari penyebabnya sehingga populasi tikus yang lain tidak curiga dengan umpan yang kita pakai dan akan terus memakannya ketika umpan kita pasang kembali.
Racun umpan non-antikoagulan/akut yang paling umum adalah brometalin dan Cholecalciferol atau vitamin D³. Bromethalin membunuh hewan pengerat dengan dosis tunggal dalam 1-3 hari. Jika anda memilih menggunakan racut akut ini, maka harus mewaspadai adanya ancaman kecil terjadinya keracunan sekunder, karena saat tikus akan mati sebagian besar dari racun yang dimakan akan dikeluarkan kembali sehingga ada kemungkinan di makan oleh hewan peliharaan kita. Selain itu, racun jenis ini umumnya efisien beberapa kali pemakaian saja karena racun yang dimuntahkan tikus yang akan mati tadi juga sebagai alarm bahaya bagi populasi tikus yang lain untuk tidak memakan umpan yang sama. Jadi tikus itu hewan yang cerdas dan memorinya bertahan cukup lama, sehingga perlu waktu bagi kita untuk menggunakan kembali racun ini dan kembali efektif (penggantian idealnya dijeda setiap 6 bulan). Cholecalciferol adalah racun umpan yang bekerja melepaskan kalsium yang berlebih ke dalam darah sehingga mengganggu fungsi tubuh. Cholecalciferol membunuh hewan pengerat yang tahan terhadap racun antikoagulan, namun tidak ada isu mengenai masalah keracunan sekunder pada hewan peliharaan atau satwa liar yang kebetulan memakan hewan pengerat yang diracuni. Cholecalciferol akan bertindak sebagai racun dosis tunggal jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh hewan pengerat dalam sekali makan, tetapi akan bertindak sebagai racun dosis ganda jika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih sedikit selama beberapa hari. Zinc Phosphide adalah racun umpan dosis tunggal yang telah digunakan selama bertahun-tahun namun penggunaannya terbatas dilakukan oleh profesional, karena reaksinya yang super cepat dan adanya resiko keracunan sekunder sehingga tidak aman diaplikasikan pada lingkungan yang banyak anak-anak, hewan peliharaan, atau ternak.
Jadi, kita sekarang tahu bahwa hama tikus cukup merugikan baik di lingkungan rumah tangga ataupun peternakan. Oleh karena itu, program pengendalian bisa kita terapkan agar populasi tikus bisa dikendalikan. Evaluasi dan monitoring dengan menggunakan teknik aplikasi racun umpan umumnya memang menjadi pilihan terbaik, namun demikian semua itu harus juga diimbangi dengan upaya sanitasi/kebersihan lingkungan agar lebih optimal. Jika kita mengaplikasikan umpan diluar lubang aktif, sebaiknya menggunakan kotak (bait stations) agar umpan tidak cepat rusak, lalu letakkan pada jalur lalu lintas tikus yang sudah kita deteksi sebelumnya. Pastikan kita juga mewaspadai situasi seperti pasca afkir ternak atau sawah lepas panen, karena biasanya akan terjadi migrasi tikus besar-besaran. Terakhir, untuk program pengendalian yang terus-menerus dan konsisten mungkin sebaiknya dipilih racun tikus yang bekerja secara kronis untuk menghindari tikus yang lain jera, karena tikus termasuk hewan malam yang pandai. Namun jika kondisi infestasi tikus cukup parah, kita bisa lakukan kombinasi antara racun akut dan kronis atau menggunakan jasa dari profesional. Jika anda membutuhkan konsultasi lebih lanjut mengenai pengendalian hama tikus ini, silahkan bisa menghubungi kami di contact yang tersedia atau klik DISINI.
Biosekuriti adalah pendekatan strategis dan terintegrasi yang mencakup kerangka kebijakan dan peraturan untuk menganalisis dan mengelola resiko yang relevan terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan, serta kesehatan dan lingkungan. Biosekuriti meliputi keamanan pangan, zoonosis, dan pengenalan penyakit serta hama hewan dan tumbuhan, pengenalan dan evaluasi hasil modifikasi organisme hidup (living modified organisms – LMOs) dan produknya (genetik organisme yang dimodifikasi atau genetically modified organisms – GMOs), dan managemen pengelolaan terhadap spesies asing. Jadi biosekuriti adalah konsep holistik yang memiliki relevansi langsung, keberlanjutan dan secara luas meliputi beraneka ragam aspek dalam kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati. Goal dari biosekuriti secara luas meliputi human life and health (manusia, termasuk keamanan pangan), animal life and health (hewan, termasuk ikan), plant life (tanaman, termasuk hutan), dan environmental protection (lingkungan).
Dalam dunia peternakan, penyakit dapat ditularkan melalui paparan hewan ke hewan, kendaraan, peralatan, pakaian, dan sepatu pengunjung atau karyawan yang pernah kontak dengan kawanan, kontak dengan hewan lain (kuda, anjing, kucing, satwa liar, hewan pengerat, burung, serangga), dan kontaminan yang lainnya termasuk makanan dan pengelolaan kotoran. Pencegahan penyebaran penyakit infeksi di peternakan dan lingkungannya dilakukan dengan menggunakan tindakan biosekuriti yang meliputi kondisi higienis dan iklim pemeliharaan ternak, perawatan, nutrisi, surveilans, regenerasi dan penularan penyakit, pengendalian wabah, perawatan peralatan dan proses produksi. Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi lingkungan dan sejarah kasus penyakit untuk memetakan tantangan, menganalisa serta menyusun strategi yang sesuai agar usaha peternakan kita menguntungkan. Oleh karena itu, dalam perencanaan program biosekuriti umumnya meliputi kondisi aktual berdasarkan data rekording yang baik, isolasi peternakan (keseluruhan atau individu, termasuk ternak baru dalam kawanan), status kesehatan ternak, evaluasi peralatan kandang dan pegawai, pengendalian lalu lintas (manusia, sumber air dan pakan, pupuk kandang, dan kendaraan, penanganan bangkai), lokasi (kemungkinan kontak dengan hewan liar dan hewan pengerat, burung) serta sanitasi.
Terlepas ada tidaknya program vaksinasi dalam menjalankan usaha peternakan, program biosekuriti menjadi komponen penting untuk mencegah penularan penyakit. Peternakan yang menjalankan manajemen dengan baik dengan didukung program biosekuriti dan vaksinasi yang sesuai dengan tantangan lapangan mempunyai resiko yang lebih kecil terhadap kejadian penyakit. Baca juga : Penyakit Pernafasan pada Babi. Terkait dengan penyakit yang sudah ada vaksinnya, peternak idealnya bisa memaksimalkan imunitas dengan melakukan program vaksinasi. Vaksinasi tentunya tidak menjamin ternak kita aman dari serangan penyakit, akan tetapi dengan vaksinasi kita meminimalkan resiko ternak kita dari kerugian yang parah jika sampai ada outbreak penyakit. Akan tetapi, jika terjadi wabah dimana belum ditemukan vaksin seperti halnya African Swine Fever (ASF) saat ini maka menajemen dan biosekuriti menjadi tumpuan dalam menghadapi resiko serangan penyakit tersebut. Contoh biosekuriti di negara eropa terkait pengendalian ASF adalah pembuatan pagar sebagai barrier fisik untuk mencegah ternak berinteraksi dengan babi hutan/liar dan hewan liar lainnya, pelarangan praktek swill feeding di peternakan babi, kontrol lalu lintas kendaraan dan manusia dengan menempatkan rambu-rambu dilarang masuk/biosecurity allert di pintu masuk lokasi kandang. Pengendalian hewan liar seperti anjing, kucing, burung dan hama (tikus, lalat, nyamuk, serangga) juga menjadi bagian penting dalam program biosekuriti karena bisa jadi vektor penularan penyakit. Baca juga : Pentingnya biosekuriti pada peternakan babi
Terkait praktek biosekuriti di peternakan babi, Johnna S. Seaman dan Thomas J. Fangman dari Departemen Kedokteran Hewan Universitas Missouri menyampaikan bahwa pengendalian penyakit adalah bagian yang paling menantang bagi produsen/peternak dan dokter hewan. Biosekuriti sering dianggap sebagai upaya menjauhkan penyakit dari kawanan babi. Hal ini menurut saya mungkin benar jika kita mengacu pada kasus ASF, dimana kita tidak ingin ternak kita yang masih “bersih” dari ASF akhirnya terpapar dan berakibat kematian karena ternak kita belum memiliki imunitas terhadap ASF. Namun, dalam konteks penyakit yang sudah ada di lingkungan kandang, program biosekuriti ini lebih ditujukan untuk mencegah patogen tersebut menginfeksi ternak atau jika sampai terinfeksi kejadiannya tidak menular ke kawanan ternak yang lainnya sehingga meminimalkan resiko kerugian. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya, proses mengeliminasi/menghilangkan patogen dalam suatu kandang bukanlah pekerjaan mudah karena faktor alami keberadaan patogen, kondisi endemik suatu kawasan, dan adanya populasi ternak itu sendiri sebagai target dari patogen tersebut. Oleh sebab itu, jika suatu kandang terpapar ASF maka tindakan yang dilakukan saat ini adalah depopulasi, yaitu mengosongkan kandang, proses sanitasi dan desinfeksi, serta istirahat kandang yang relatif lama untuk memastikan virus ASF sudah tidak terdeteksi lagi, baru kemudian memulai proses repopulasi dengan serangkaian uji laboratorium. Secara umum, dengan program biosekuriti yang baik maka pertumbuhan optimal dalam usaha peternakan dapat dicapai dengan meminimalkan efek negatif penyakit dan produktivitas yang tinggi. Prinsipnya adalah bagaimana kita menekan kasus reproduksi di breeding seperti kawin berulang, aborsi, mummifikasi, lahir lemah/mati sehingga jumlah anakan yang dihasilkan induk banyak serta bagaimana kita menekan deplesi di anakan di fase menyusi dan sapihan sehingga angka panen juga tinggi. Untuk bisa mencapai hal itu dan memaksimalkan potensi genetik ternak babi kita, maka paparan terhadap patogen harus diminimalkan dengan manajemen, biosekuriti dan vaksinasi yang baik. Paparan patogen yang minimum ini adalah tujuan dari program biosekuriti di peternakan sehingga penghasilan peternak bisa optimal. Baca juga : Bagaimana-menjalankan-usaha-peternakan-babi-yang-menguntungkan?
Di masa sekarang ini, biosekuriti juga dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan antibiotik di peternakan sehingga mengurangi resiko resistensi antibiotik pada manusia. Elemen biosekuriti seharusnya mencakup :
Pembersihan semua ruangan secara menyeluruh dengan mesin bertekanan tinggi dan desinfektan berspektrum luas.
Konstruksi bangunan kandang yang optimal untuk menghindari kontak fisik atau udara bersama di antara kelompok umur babi yang dipelihara.
Jika dalam kandang terdapat banyak ruangan/pen dan populasi babi dari berbagai umur, maka harus diatur urutan pemelihaannya sehingga babi dengan status kesehatan tertinggi (biasanya babi yang lebih muda) harus ditangani terlebih dahulu. Lalu lintas pekerja juga kandang diatur jika dia harus memelihara beberapa kelompok umur.
Pekerja sebelum masuk ke area kandang idealnya harus mandi dan selalu mengenakan pakaian bersih dan alas kaki/sepatu bot khusus untuk aktifitas di dalam kandang serta lakukan pembersihan dan sanitasi pakaian/sepatu bot tersebut dengan baik.
Bangunan kandang harus tahan terhadap hewan pengerat dan lakukan pembasmian/kontrol hama dengan baik
Kendaraan tidak boleh memasuki lokasi kecuali telah dibersihkan dan di desinfeksi.
Tempatkan hewan mati di luar (tempat penampungan khusus) untuk kemudian dipindahkan atau dikuburkan.
Sediakan tempat untuk fasilitas pemuatan saat panen di sekitar kandang – akan lebih baik jika lokasinya agak jauh sehingga tidak ada mobil panen yang masuk dalam lokasi kandang
Minimalkan jumlah pengunjung, dan minta mereka mengenakan pakaian dan sepatu bot yang bersih yang disediakan khusus untuk tamu.
Pasang pagar pembatas di sekitar kandang untuk mencegah kontak yang tidak diinginkan dari orang, hewan peliharaan, dan hewan liar.
Lokasi. Kawanan babi idealnya harus ditempatkan sejauh mungkin dari kawanan babi yang lain (jarak antar lokasi peternakan 1,5 mil). Selain itu, perhatian juga harus diberikan terhadap arah angin dan keberadaan babi hutan/satwa liar lain. Beberapa patogen dapat menyebar melalui udara, seperti Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS) dan Mycoplasma hyopneumoniae. Jika dalam lokasi peternakan terdapat hewan atau ternak lain, maka fasilitas ternak babi harus ditempatkan setidaknya 100 yard dari hewan lain. Jarak bangunan kandang dalam 1 lokasi peternakan yang sama sebaiknya sekitar 50 yard. Selain itu, bangunan harus terletak setidaknya 100 yard dari jalan umum terutama jika ada lalu lintas/transportasi babi di jalan tersebut untuk meminimalkan paparan. Pagar/pembatas kandang juga idealnya harus dibuat mengelilingi lokasi peternakan untuk menjaga lalu lintas dan interaksi hewan liar/manusia yang tidak berkepentingan. Selain itu, pintu masuk harus dipagari dan dikunci serta memiliki tanda peringatan bahwa peternakan kita memiliki kebijakan biosekuriti.
Orang. Kantor dan pintu masuk utama peternakan sebaiknya terletak di dekat pagar / perimeter dan harus memiliki dapur umum sehingga karyawan dapat makan tanpa harus meninggalkan fasilitas selama hari kerja. Pekerja kandang tidak boleh tinggal di lokasi peternakan babi lain atau bersentuhan dengan babi di luar peternakan tempat mereka bekerja. Sangat disarankan juga untuk menempatkan orang khusus untuk mengawasi lalu lintas orang dan kendaraan dalam aktivitas di peternakan. Jika ada tamu/dokter hewan yang harus masuk ke lokasi kandang, harus dipastikan tidak boleh ada kontak dengan babi setidaknya selama 24 jam sebelum tiba di kandang kita. Buku tamu pengunjung penting untuk menyimpan catatan siapa saja yang telah melakukan kontak dengan ternak kita sehingga jika ada penyakit muncul, dimungkinkan untuk melakukan evaluasi dari mana patogen itu berasal. Pintu harus senantiasa ditutup terutama saat karyawan tidak berada di lokasi, dan selain itu juga bisa berfungsi sebagai penghalang masuknya hewan liar ke dalam lokasi kandang. Semua karyawan dan pengunjung harus mandi sebelum memasuki fasilitas peternakan dan berganti seragam/baju dan alas kaki khusus untuk aktifitas di dalam kandang. Setelah selesai, segera bersihkan alas kaki dan baju kemudian dicuci. Pekerjaan harian harus diselesaikan dalam urutan status kesehatan tertinggi ke status kesehatan terendah untuk mencegah penyebaran patogen dari kawanan ternak ke babi yang lebih muda/rentan.
Pig Flow. Babi seharusnya dipindahkan secara all-in / all-out (AIAO), artinya konsep memindahkan babi dengan usia sama pada waktu yang bersamaan juga. Hal ini bertujuan untuk menghindari resiko penularan penyakit dari babi yang lebih tua ke muda, selain itu hal ini juga bisa meningkatkan efisiensi pakan. Sering kali peternak “meninggalkan” babi yang pertumbuhannya lambat ke kelompok yang lebih kecil. Praktek ini sebaiknya dihindari karena ketika sebuah kelompok dipindahkan dari fasilitas mana pun, area yang ditinggalkan tersebut perlu dibersihkan, dicuci dan di desinfeksi dengan benar (minimal 6-8 jam sebelum kembali diisi hewan baru flok selanjutnya). Jika kandang yang akan dipakai tidak ada perlakuan dan masih ada kelompok umur yang lain tersisa disitu, maka resiko kejadian penyakit akan lebih tinggi. Jadi pengelompokan untuk anak babi yang baru lahir, sapihan, grower, finisher perlu ditempatkan secara terpisah karena tingkat kesehatan dan biosekuriti yang berbeda untuk setiap kelompok umur. Sering ditemukan bahwa agen penyakit mungkin tidak menyebabkan sakit pada satu kelompok usia, tetapi sangat patogen bagi kelompok lain karena perbedaan status imunitas. Untuk pemeliharaan di kandang melahirkan (farrowing house), sebaiknya batasi akses orang yang tidak berkepentingan dan tempatkan indukan bunting yang prediksi kelahirannya berada dalam interval dibawah 14 hari. Karena perbedaan status kekebalan dan paparan patogen, sekali lagi sebaiknya jangan mencampur babi dari kelompok/peternakan yang berbeda dan jika ada babi mati harus segera disingkirkan untuk menghindari cemaran, hewan liar ataupun lalat.
Fasilitas. Semua bangunan, terutama bangunan berventilasi alami / kandang terbuka, harus memiliki sekat/barrier untuk mencegah masuknya serangga, burung, dan hewan peliharaan atau hewan liar. Selalu jaga kebersihan agar lalat, tikus dan hewan pengerat lainnya tidak memiliki akses ke lokasi pakan atau air. Lakukan pembersihan untuk menghilangkan bahan organik yang dapat menghambat kerja sebagian besar disinfektan. Pencucian dengan air panas adalah cara yang baik untuk menjaga kebersihan fasilitas, penggunaan deterjen dan desinfektan akan semakin mengurangi kemungkinan patogen bertahan hidup di dalam lokasi peternakan. Usahakan untuk memilih bahan kandang yang tahan lama dan mudah dicuci. Jika kita menggunakan peralatan bekas pakai sebaiknya didesinfeksi dahulu sebelum memasuki fasilitas. Pastikan kita mempunyai protokol biosekuriti yang baik dan dipahami oleh semua personel di dalam lokasi peternakan kita. Footbath / celup kaki dengan desintektan idealnya ditempatkan di pintu masuk setiap ruangan sehingga meminimalkan resiko penularan jika kondisi karyawan kita terpaksa harus memelihara lebih dari satu kelompok umur babi, dan lakukan penggantian larutan desinfektan tersebut secara teratur.
Fasilitas bongkar muat/panen. Fasilitas ini sebaiknya terletak di luar kandang sehingga kendaraan tidak masuk ke dalam lokasi peternakan. Jika memungkinkan, fasilitas ini bisa berada minimal satu mil dari kandang dengan jalan yang hanya bisa diakses terbatas. Hal ini mungkin memerlukan investasi kendaraan pengangkut dan lokasi meeting point untuk pemindahan ternak, akan tetapi kita lebih aman karena akses ke lokasi peternakan kita bisa minimal. Kendaraan untuk aktifitas transportasi ternak harus dicuci dan didesinfeksi terlebih dahulu untuk meminimalkan resiko. Jika lokasi panen masih di lokasi kandang, pastikan kita mengantisipasi resiko kontaknya. Selain kendaraan, sopir / orang luar yang terlibat dalam proses transportasi ternak ini harus mengenakan pakaian yang bersih dan sepatu bot serta tidak boleh memasuki area dalam kandang. Jadi karena fase panen ini relatif beresiko, maka idealnya kita harus melakukan proses panen dengan meminimalkan kontak antara pegawai kandang dan orang luar. Fasilitas pemuatan harus dicuci dan didisinfeksi segera setelah digunakan, dan pastikan aliran airnya tidak mengarah masuk kembali ke lokasi kandang. Setelah aktifitas panen ini, jika pekerja akan kembali beraktifitas di dalam kandang sangat disarankan untuk mandi dan ganti baju dahulu.
Babi sakit/mati. Pisahkan babi yang sakit dengan membuat kandang isolasi untuk meminimalkan kontak dengan kawanan lainnya. Jika ada masalah penyakit dalam kawanan, pemeriksaan postmortem dan uji laboratorium sangat bermanfaat dalam memberikan informasi status kesehatan ternak kita. Dalam menjalankan usaha peternakan, tentunya kita akan dihadapkan dengan resiko kematian ternak entah karena kesalahan managemen ataupun penyakit. Oleh karena itu, kita seharusnya mempunyai tempat khusus untuk menangani masalah ini. Metode pembuangan bangkai hewan yang diterapkan harus seminimal mungkin mencemari lingkungan kandang untuk menjamin kesehatan ternak kita (dikubur, dibakar, atau menggunakan jasa dari luar). Pastikan hewan pengerat dan lalat ataupun hewan lain tidak memiliki akses ke babi mati karena dikhawatirkan akan membawa agen penyakit kembali ke dalam lokasi kandang.
Pakandan pengolahan limbah. Gudang pakan jika memungkinkan harus ditempatkan diluar lokasi kandang untuk mengurangi resiko kontaminasi dari truk dari luar / transportasi pengangkut bahan baku pakan. Investasi kendaraan khusus pengangkut pakan ke lokasi farm bisa dipertimbangkan. Pelaksanaan pengiriman pakan bisa dikondisikan dilakukan pagi hari setelah dibersihkan hari sebelumnya (dicuci pada sore/malam setelah aktifitas kandang selesai). Pembuangan limbah feses di kandang juga penting. Feses bisa ditampung di lokasi khusus untuk kemudian diolah menjadi pupuk. Pastikan peralatan yang dipakai tidak dicampur dengan peralatan yang dipakai dalam aktifitas di dalam kandang untuk mengurangi resiko pencemaran.
Membeli dan memasukkan hewan baru ke dalam kawanan. Jika kita mempertimbangkan untuk membeli bibit/anakan dari luar, maka harus dipastikan berasal dari satu sumber yang terpercaya dan jelas status kesehatannya. Kandang breeding memiliki level biosekuriti dan tingkat kesehatan paling tinggi karena merupakan “mesin” uang para peternak agar bisa menghasilkan anakan yang banyak tanpa gangguan penyakit. Oleh karena itu, sangatlah disarankan untuk melakukan proses karantina dan aklimatisasi dahulu minimal 60 hari terhadap calon indukan yang akan dimasukkan ke dalam breeding. Untuk memastikan status kesehatannya, maka calon induk biasanya akan dimonitor tanda-tanda klinis, di uji laboratorium (Elisa dan PCR), cek parasit dan pemberian obat cacing serta disiapkan imunitasnya dengan program vaksinasi yang sesuai dengan tantangan penyakit yang sudah teridentifikasi di kandang. Baca juga : Pentingkah Vaksinasi di Peternakan Babi? Beberapa peternak terkandang juga “mengenalkan” patogen ke hewan baru dengan menggunakan feses / gerusan organ (feedback) dan mencampurkan indukan/babi yang akan diafkir. Jika kita menggunakan inseminasi buatan dan membeli semen dari sumber luar kita juga harus memastikan sumbernya dari farm yang sehat untuk mengurangi resiko penularan penyakit yang berpotensi menimbulkan mengganggu reproduksi breeding kita. Biosekuriti untuk babi pejantan penerapannya hampir sama dengan program biosekuriti unit produksi, termasuk proses isolasi dan aklimatisasi.
Demikianlah uraian mengenai tindakan biosekuriti yang penting untuk diterapkan dalam usaha peternakan kita. Saya mungkin banyak memberikan contoh aplikasi di peternakan babi ya, akan tetapi pada prinsipnya hal ini bisa diterapkan pada peternakan lainnya. Silahkan bisa di modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Jika peternakan babi anda terkena ASF dan merencanakan untuk memulai usaha kembali, silahkan baca dahulu : Proses Repopulasi Pasca Outbreak ASF atau lihat videonya disini.
Dalam dunia kedokteran hewan, Ivermectin merupakan salah satu obat antiparasit yang paling banyak digunakan di seluruh dunia karena keampuhannya dan berspektrum luas. Ivermectin mampu mengatasi masalah nematoda (cacing gilig/gelang), termasuk sebagian besar stadium larva, dewasa dan juga sangat efektif melawan banyak parasit arthropoda pada hewan ternak. Hampir semua ektoparasit rentan terhadap ivermectin, termasuk tungau, kutu, dan lalat penggigit. Penggunaan Ivermectin ini bertujuan untuk mengurangi resiko ternak kehilangan berat badan, penurunan asupan pakan, penurunan efisiensi pakan dan penurunan kekebalan tubuh akibat gangguan parasit ini. Namun demikian, penggunaan Ivermectin harus memperhatikan dosis rekomendasinya. Keracunan ivermectin jarang ditemukan pada hewan ternak, kecuali jika pemberiannya melebihi dosis rekomendasi (overdosis). Tanda-tanda toksikosis yang bisa diamati pada ternak yang overdosis antara lain adalah midriasis dan depresi, diikuti oleh ataksia, posisi berbaring, dan kematian. Terapi simtomatik dan suportif dapat diberikan untuk menekan efek keracunan, namun pengobatan yang paling tepat adalah pemberian antidot seperti picrotoxin atau physostigmine.
Ivermectin adalah anti-parasit yang disetujui FDA (Food and Drugs Administration). Dalam perkembangannya, sebuah penelitian di Australia membuktikan bahwa ivermectin ini memiliki aktivitas anti-virus spektrum luas secara in vitro. Penelitian secara In vitro artinya dalam pengujian yang tidak melibatkan mahluk hidup. Intinya, ivermectin dalam penelitian ini memang terdeteksi mampu menghambat virus SARS-CoV-2, namun sekali lagi ditegaskan bahwa penelitian ini belum di uji ke hewan percobaan apalagi ke manusia sehingga dari sisi keamanan masih belum ada datanya. Jadi penelitian ini sebenarnya adalah tahap awal pengembangan obat. Oleh karena itu, penggunaan Ivermectin pada manusia yang menderita Covid-19 adalah “offlabel” karena memang belum ada rekomendasi untuk ini dan masih memerlukan tambahan pengujian untuk menentukan apakah Ivermectin ini memang aman dan efektif dalam mencegah / mengobati virus Covid-19 pada manusia.
Jika kita mengacu pada informasi dari FDA, pemerintah Amerika Serikat merekomendasikan sedian tablet Ivermectin untuk digunakan pada manusia tetapi dalam kaitannya dengan proses pengobatan beberapa cacing / parasit (strongyloidiasis dan onchocerciasis). Selain itu, formulasi topikal ivermectin juga disetujui untuk digunakan pada manusia (dokter akan memberikan resep untuk pengobatan parasit eksternal). Sedangkan Ivermectin pada dunia kesehatan hewan disetujui FDA untuk digunakan dalam pencegahan penyakit cacing jantung pada beberapa spesies hewan kecil, serta pengobatan parasit internal dan eksternal tertentu pada berbagai spesies hewan. Walaupun zat aktifnya sama, penggunaan ivermectin harus mengacu kepada aturan yang direkomendasikan, jangan sampai ada pemahaman menggunakan ivermectin yang peruntukannya sebagai obat hewan kemudian menjadi pengganti ivermectin yang ditujukan untuk manusia. FDA juga sudah mengeluarkan surat pelarangan penggunaan Ivermectin untuk Covid-19 karena memang sampai saat ini belum ada rekomendasinya.
Manusia dilarang mengonsumsi obat hewan, karena FDA hanya mengevaluasi keamanan dan efektivitasnya pada spesies hewan tertentu yang kemudian disetujui dan tercantum pada label produk. Obat-obatan hewan ini mungkin dapat menyebabkan bahaya serius jika dikonsumsi oleh manusia. Beberapa efek samping yang mungkin terkait dengan penggunaan ivermectin adalah terjadinya ruam kulit, mual, muntah, diare, sakit perut, pembengkakan pada wajah atau anggota tubuh, efek neurologis (pusing, kejang, kebingungan), penurunan tekanan darah secara tiba-tiba. Pada kejadian ruam kulit yang parah berpotensi membutuhkan rawat inap dan kerusakan hati / hepatitis. Mengingat efek samping ini, maka setiap penggunaan ivermectin untuk pencegahan atau pengobatan COVID-19 pada manusia HARUS DIHINDARI karena manfaat dan keamanannya untuk tujuan ini belum ditetapkan. Masih diperlukan data uji klinis lanjutan untuk menentukan apakah ivermectin benar-benar aman dan efektif dalam mengobati atau mencegah COVID-19. Terkait dengan peredaran produk, FDA dalam menjalankan kewenangannya juga mengeluarkan surat peringatan kepada perusahaan yang menjual produk palsu dengan klaim untuk mencegah, mengobati, memitigasi, mendiagnosis, atau menyembuhkan penyakit COVID-19. Baca juga : Bagaimana proses eradikasi di masa lalu dan update perkembangan vaksin saat ini?
Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari penggunaan ivermectin ini? Pada dunia kedokteran hewan, Ivermectin sudah terdapat aturan dan rekomendasi yang jelas terkait penggunaannya, yaitu untuk pengendalian ektoparasit maupun endoparasit. Namun pada kenyataannya, penggunaan yang tidak sesuai aturan memiliki risiko terjadinya keracunan sehingga dapat memberikan dampak yang buruk terhadap hewan. Terkait informasi yang menyatakan Ivermectin bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19 pada manusia, seharusnya kita lebih waspada dan mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Jika penggunaan pada hewan yang sudah jelas direkomendasikan saja masih ada resiko keracunan saat aplikasi yang tidak benar, apalagi jika Ivermectin digunakan pada manusia yangmana sampai saat ini belum ada rekomendasi untuk pengobatan Covid-19. Semua kembali kepada anda dan kita semua sebagai konsumen karena itu adalah pilihan. Bijaklah dalam mengambil keputusan agar tidak menyesal dikemudian hari. Semoga bermanfaat.
Coronaviruses (CoV) adalah virus RNA yang tersebar di seluruh dunia yang mempengaruhi beberapa spesies, termasuk manusia dan menyebabkan spektrum penyakit yang luas. Secara historis, ancaman serius bagi kesehatan masyarakat baru disadari saat kejadian kasus pneumonia manusia terkait CoV yang berasal dari inang hewan muncul pada 2002 dan 2012. Kekhawatiran terkait infeksi CoV meningkat secara dramatis setelah wabah global COVID-19, yang kemungkinan besar juga terjadi dari hewan liar. Mengingat risiko zoonosis CoV ini, dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan spesies baru dan menyebar secara dramatis, tampaknya penting untuk memahami patofisiologi dan mekanisme kerusakan jaringan CoV yang diketahui dalam konsep “one health”. Menyelidiki lesi dan distribusi CoV dapat menjadi penting untuk memahami/memantau evolusi virus ini serta patogen lain, untuk lebih memperdalam patogenesis dan penularan penyakit ini, membantu tindakan pencegahan dan terapi kesehatan masyarakat.
Infeksi virus korona bisa ditemukan pada babi, sapi, kuda, kucing, anjing, tikus, burung, kelelawar, kelinci, musang, cerpelai, dan berbagai spesies satwa liar, meskipun banyak infeksi virus corona bersifat subklinis atau asimtomatik. Famili Coronaviridae termasuk dalam famili Arteriviridae dan Roniviridae dalam ordo Nidovirales dimana virus di ketiga keluarga ini memiliki strategi replikasi yang berbeda. Genus Coronavirus mengandung sejumlah besar patogen mamalia dan burung yang secara individual menyebabkan berbagai macam penyakit, termasuk pneumonia, penyakit reproduksi, enteritis, polyserositis, sialodacryoadenitis, hepatitis, encephalomyelitis, nephritis, dan berbagai gangguan lainnya.
Genus Coronavirus dibagi setidaknya tiga kelompok cluster berdasarkan sifat genetik dan serologis. Kelompok 1a meliputi virus gastroenteritis babi yang dapat menular, virus korona pernapasan babi, virus corona anjing, virus korona enterik kucing, virus korona musang dan cerpelai, dan virus corona hyena tutul. Kelompok 1b meliputi virus korona manusia tertentu, virus diare epidemik babi, dan virus korona kelelawar. Kelompok 2a meliputi virus hepatitis tikus, virus corona sapi, virus sialodacryoadenitis tikus, virus babi hemagglutinating encephalomyelitis, virus corona pernapasan anjing, dan virus corona manusia lainnya. Kelompok 2b termasuk virus korona SARS manusia dan musang kucing, anjing rakun, dan virus corona kelelawar. Kelompok 3 mencakup virus bronkitis menular burung/unggas, virus corona kalkun, dan beberapa spesies baru yang potensial tetapi sebagian besar masih belum dicirikan dari bebek, angsa, dan merpati.
Bagaimana dengan virus korona pada ayam? Spesies burung/unggas yang terinfeksi virus korona pada umumnya digolongkan dalam coronavirus kelompok 3. Virus ini juga menyerang unggas domestik (Gallus gallus), kalkun (Meleagris gallopavo) dan burung pegar (Phasianus colchicus). Virus korona pada unggas domestik mengakibatkan penyakit infectious bronchitis (IB). Penyakit ini sangat menular dan menyebar dengan cepat melalui aerosol. Kotoran, litter dan bahan yang terkontaminasi menyebarkan virus ini dan menjadikan IB sebagai agen penyebab gangguan pernafasan yang paling menular pada unggas. Gejala klinis yang teramati adalah bersin dan mata berair diikuti oleh depresi, batuk, dan ingus. Kualitas cangkang telur yang buruk, albumen encer, bulu kusut, dan kotoran basah terlihat pada unggas petelor. Gangguan produksi telur, penurunan berat badan, gangguan pernafasan dan diare dengan asam urat juga dapat diamati.
Jika kita melakukan bedah bangkai, maka perubahan yang teramati antara lain adalah eksudat di trakea, kantung udara menebal atau berbusa dan pneumonia dapat terlihat. Pada unggas muda cacat sel telur dan saluran telur serta adanya kuning telur di rongga perut juga bisa menjadi indikasi IB, selain juga ginjal yang membengkak dengan akumulasi asam urat.
Diagnosa dengan uji Netralisasi virus, tes HI atau ELISA untuk mengukur antibodi sangat membantu. Isolasi virus dalam embrio atau kultur sel ginjal ayam dan / atau PCR diperlukan untuk diagnosis yang pasti. Pengeritingan, pengerdilan dan kematian embrio dapat dilihat pada telur berembrio yang diinokulasi. Tanda dan lesi pernapasan dengan lesi ginjal juga bisa membantu tentatif diagnosa di lapangan sehingga minimal ada perlakuan awal yang dilakukan. Namun demikian, diagnosa laboratorium sebaiknya dilakukan mengingat gejala klinis yang nampak di lapangan terkadang mirip dengan kasus Newcastle Disease (ND), Mikoplasmosis, Avian Influenza (AI), Infectious Laringotracheitis (ILT), atau reaksi post vaksinal saja,
Pencegahan dengan vaksinasi dirasa masih cukup baik manfaatnya, hanya saja diperlukan surveilans terhadap serotipe yang ada dilapangan agar bisa memberikan proteksi terbaik dengan melakukan pemilihan strain vaksin yang sesuai. Vaksinasi dengan H120 atau clone dan varian penggunaannya harus benar-benar berdasarkan kondisi tantangan di kandang. Maternal antibodi induk (MAb) secara teori bisa bertahan dan memberikan perlindungan ke anak ayam sampai usia 2-3 minggu, sedangkan kekebalan humoral yang terbentuk dari vaksinasi biasanya muncul 10-14 hari setelah dilakukan vaksinasi. Kombinasi dengan penggunaan vaksin IB kill juga lazim dilakukan para peternak (ND + IB kill, ND EDS IB) untuk mendapatkan kekebalan seluler yang durasi proteksinya relatif lebih lama daripada vaksin hidup. Jika terjadi kasus IB akut di lapangan, pemberian sodium salicylate 1gm / liter bisa dilakukan untuk mengurangi keparahan dan antibiotik diindikasikan untuk mengontrol infeksi sekunder. Baca juga : Program vaksin di peternakan Ayam.
Virus IBD adalah salah satu anggota Birnaviridae, genus Avibirnavirus. IBD juga dikenal dengan nama penyakit Gumboro, karena ditemukan pertama kali di Gumboro, Delaware, AS. IBD menyebabkan imunosupresif melalui infeksi limfosit B di bursa fabricius ayam dan menyebabkan infeksi sekunder dari patogen oportunistik yang memperburuk penyakit. Selain itu, kondisi imunosupresif ini juga bisa mengakibatkan respon kekebalan akibat pemberian vaksin menjadi tidak optimal sehingga meningkatkan resiko terjadinya kasus penyakit. Kerugian ekonomi juga signifikan karena angka morbiditas, mortalitas, efisiensi pakan yang buruk, pertumbuhan yang lebih lambat, bobot unggas yang tidak merata, waktu yang lebih lama untuk dipasarkan dan peningkatan resiko infeksi sekunder yang tinggi.
IBD biasanya terlihat pada unggas berumur 4-6 minggu. Rute infeksi biasanya oral, tetapi bisa melalui konjungtiva atau saluran pernapasan dengan masa inkubasi 2-3 hari dan sangat menular. Virus ini sangat resisten, bertahan lama dalam kandang dan feses. Infeksi subklinis pada anak ayam menyebabkan respons imun yang kurang terhadap penyakit Newcastle Disease, penyakit Marek dan IB. Selain itu kerentanan terhadap Inclusion Body Hepatitis (IBH), dermatitis dan kasus CRD juga biasanya meningkat. Baca juga : Klasifikasi Penyakit Unggas.
Gejala klinis IBD yang umumnya terlihat adalah depresi, nafsu makan turun, gemetar, bergerombol dan diare dengan diikuti asam urat berwarna putih. Jika kita lakukan bedah bangkai, lesi yang bisa diamati adalah edema bursa fabricius yang terkadang diikuti perdarahan perdarahan dan melanjut atrofi, perdarahan otot dada dan paha, dehidrasi dan ginjal membengkak dengan akumulasi asam urat. Jika unggas terkena IBD, penggunaan suplemen multivitamin, air gula dan parasetamol biasanya membantu. Pengobatan antibiotik dapat diindikasikan jika terjadi infeksi bakteri sekunder.
Untuk pencegahan, vaksinasi sudah umum dilakukan dengan keberhasilan tergantung tingkat keganasan virus dan posisioning program vaksin saat awal pemeliharaan. Vaksinasi adalah metode utama untuk mengendalikan penyakit IBD pada ayam pedaging komersial di seluruh dunia. Hambatan utama dalam proses vaksinasi adalah antibodi yang diturunkan dari induk (Maternal Antibodi/MAb). Baca juga : Program vaksin di Peternakan Ayam.
Vaksin IBD konvensional/generasi I adalah vaksin hidup dilemahkan mengandung strain virus klasik/varian dan vaksin mati tersedia secara komersial dan paling umum digunakan di seluruh dunia. Vaksin konvensional ini diklasifikasikan dalam bentuk IBD mild, intermediet (plus) dan hot strain dimana vaksin mild dan intermediet lebih aman daripada strain intermediet plus dan hot karena hanya menyebabkan kerusakan bursa fabricius yang ringan. Namun demikian, strain mild dan intermediet ini mudah dinetralkan oleh MAb yang tinggi. Sedangkan penggunaan strain intermediet plus dan hot mungkin masih bisa menembus level MAb yang tinggi namun juga disertai dengan kerusakan bursa fabricius yang parah. Hal ini beresiko mengingat bursa fabricius adalah organ pertahanan bagi anak ayam, jika ada patogen lain yang menyerang kemungkinan akan terjadi masalah. Dilematis bukan ?
Dengan kemajuan teknologi telah dikembangkan vaksin generasi selanjutnya dengan keunggulan mengatasi MAb. Munculnya strain varian baru IBD juga menjadi alasan lain para ahli mengembangkan strategi vaksinasi baru terhadap IBD ini, agar keberhasilan vaksinasi lebih terjamin. Vaksin Immune-complex merupakan kombinasi strain intermediet plus yang dilemahkan dengan antibodi spesifik terhadap IBD. Bila dibandingkan dengan vaksin generasi I, vaksin ini mempunyai beberapa keuntungan dimana level dan variasi titer MAB IBD anak ayam tidak lagi menjadi tantangan dalam penentuan waktu vaksinasi yang tepat, peternak tidak perlu melakukan pemeriksaan titer MAb IBD sebelum vaksinasi dilaksanakan. Karena vaksin IBD immune complex menggunakan virus vaksin live intermediate plus, replikasi virus vaksin IBD di bursa fabrisius masih meninggalkan resiko kerusakan yang mengarah pada kondisi immunosupresi juga tidak maksimalnya respon imun pada vaksin yang lain.
Vaksin IBD generasi terbaru adalah vektor vaksin IBD dengan menggunakan turkey herpes virus (HVT) sebagai vektor untuk protein virus IBD (VP2 gen). Gen VP2 dari virus IBD adalah gen yang bersifat immunogenik atau gen yang merangsang timbulnya respon imun. Metode ini menciptakan vaksin yang baru yaitu vaksin Marek disease yang telah disisipi oleh gen virus IBD. Keunggulan vektor vaksin ini adalah VP2 tidak akan dikenali MAb karena hanya struktur proteinnya saja yang digunakan sehingga bisa segera bekerja untuk membentuk respon kekebalan tanpa merusak bursa fabricius.
Vaksin imun komplex dan vektor vaksin biasanya diaplikasikan di hatchery sehingga juga meringankan beban peternak di kandang. Jika kita membandingkan kinerja jenis vaksin yang ada dan faktor interferensi MAb maka vektor vaksin adalah pilihan yang paling baik, diikuti vaksin imun komplex dan konvensional (atau kombinasi dengan vaksin kill). Parameter yang bisa diamati adalah angka kematian, konversi pakan/FCR, indeks bursa dan limpa, skor lesi bursa dan hasil uji serologis.
Jadi, anda sudah menggunakan vaksin IBD yang mana?