Kasus African Swine Fever (ASF) di Asia sudah berjalan hampir 3 tahun ini sejak pertama kali ditemukan di China Agustus 2018 lalu. Namun demikian, tanda-tanda perkembangan penelitian vaksin sepertinya masih belum sesuai harapan dan peternak dibuat galau menunggu. Kenyataan bahwa ASF sudah ditemukan sejak tahun 1910 di Kenya Afrika tidak serta merta membuatnya menjadi prioritas utama dalam pengembangan vaksin. Negara-negara di Eropa lebih mengutamakan biosekuriti dalam upaya penaanggulangan ASF selama ini, sedangkan negara-negara di Asia harus berjuang ekstra keras untuk melawan ganasnya serangan virus ASF, termasuk negara kita. Perbedaan sistem pemeliharaan di Asia yang didominasi backyard farm membuat ASF seperti dengan mudahnya menyerang karena lemahnya biosekuriti dan juga kondisi peternakan yang umumnya saling berdekatan dalam suatu kompleks. Berikut adalah laporan update laporan perkembangan penyebaran kasus ASF periode 1-15 april 2021 :
Lalu apa sebenarnya yang membuat vaksin ASF belum ada sampai saat ini? Mari kita coba belajar bersama mengenai hal ini.
Epidemiologi. Periode panjang kejadian ASF di Afrika kemungkinan telah menyebabkan terjadinya variasi virus dengan berbagai tingkat virulensi / keganasan. Ada 23 Genotipe virus ASF yang berbeda telah berhasil di identifikasi oleh para ahli dengan area geografis yang berbeda dalam waktu yang lama di Afrika. Babi Hutan / liar di Afrika yang sudah terinfeksi ASF dalam jangka panjang akhirnya sudah “kebal” dengan virus ini. Babi ini walaupun terpapar oleh virus ASF tidak menunjukkan gejala klinis (subklinis dan asimptomatik).
ASF hanya mempengaruhi spesies dalam family suidae, baik babi liar maupun domestik dari semua ras dan usia. Saat ASF pertama masuk ke Eropa tahu 1950an, babi hutan / liarnya (Sus scrofa) dan babi domestiknya yang masih FREE ASF akhirnya mengalami wabah seperti yang dialami Asia saat ini. Babi hutan / liar di Eropa saat itu masih sangat rentan terhadap virus ASF dan menunjukkan gejala klinis yang sama dan mematikan seperti kejadian pada babi domestik. Saat itu, banyak negara di Eropa menerapkan startegi biosekuriti ketat dan depopulasi total untuk peternakan domestik yang terdampak ASF. Hal ini tentunya bertujuan untuk eliminasi virus ASF di lapangan dan menghindari adanya babi carrier yang berpotensi sebagai sumber penularan. Opsi penggunaan vaksin sempat dilakukan di Spanyol tetapi berakibat sulitnya eliminasi virus ASF tersebut. Karena penggunaan vaksin yang belum teruji keamanan dan keampuhannya ini, maka penyebaran virus menjadi sulit dikendalikan dan memerlukan waktu 30 tahun untuk proses eliminasinya. Oleh karena itu, penerapan strategi deteksi dini, depopulasi dan biosekuriti ketat menjadi pilihan negara-negara Eropa dan terbukti berhasil mengendalikan penyebaran ASF di peternakan domestik dalam jangka waktu yang cukup lama. Baca juga : Pengendalian Penyakit ASF di Masa Lalu.
Tahun 2007 ASF kembali muncul di Eropa (Georgia) dan dari tahun ke tahun ternyata kejadian ASF semakin meluas. Mengingat situasi yang semakin berbahaya ini, maka tahun 2017 diputuskanlah untuk memulai proyek pengembangan vaksin ASF oleh European Commission (Kesehatan dan keamanan pangan) dengan target 8-10 tahun. Artinya proses penemuan vaksin yang aman dan ampuh ini ditargetkan terwujud paling cepat pada tahun 2025. Penelitian ini melibatkan beberapa ahli dan laboratorium di seluruh dunia sebagai upaya untuk mendapatkan vaksin ASF yang aman dan ampuh. Semoga berhasil ya, karena kita sudah beberapa kali mendengar adanya informasi progress pengembangan vaksin yang baik dalam 2 tahun terakhir.
Terkait kejadian di peternakan babi domestik, ini umumnya terjadi pada kandang yang masih menerapkan sistem free range. Sistem ini tentunya lebih rentan dengan kontak langsung dengan babi hutan / liar yang kemungkinan besar sudah positif ASF. Jadi skenario epidemiologi yang terjadi di Eropa ini terjadi kemungkinan karena tidak adanya upaya pengendalian dan kontrol ASF terhadap babi hutan / liar. Penyebaran virus diantara babi hutan / liar sulit terdeteksi, sehingga terjadi peningkatan jumlah hewan pembawa yang menjadi reservoar / sumber penularan diantara populasi tersebut. Berikut adalah gambaran epidemiologi / perkembangan kasus ASF di Eropa yang memperlihatkan peningkatan kasus ASF dari tahun ke tahun.
Mutasi virus ASF di China. Dari update penelitian terbaru, dilaporkan bahwa pengawasan terhadap virus ASF di 7 propinsi Cina, dari periode Juni – Desember 2020 ditemukan ada sebanyak 22 virus ASF jenis baru. Semua virus ASF yang berhasil diisolasi ini dicirikan dan termasuk dalam genotipe II, tetapi menunjukkan gambaran mutasi, penghapusan, penyisipan, atau penggantian fragmen pendek yang terjadi di semua isolat. Hal ini berbeda dengan virus ASF yang berhasil diisolasi pada awal kejadian di Cina, yaitu Pig/HLJ/2018 (HLJ/18).
Proses panjang dan tantangan infeksi yang terus-menerus, mengakibatkan ternak babi bertindak sebagai reservoir virus dan menyebabkan infeksi terus-menerus selama hidupnya. Hal ini bisa terjadi dalam kondisi outbreak yang meninggalkan populasi yang selamat sebagai hewan carrier ataupun penggunaan vaksin yang belum terbukti keamanan dan keampuhannya. Inilah gambaran yang juga terjadi di Cina, dimana penelitian juga berhasil mengidentifikasi virus ASF yang kehilangan 2 gennya (double gen deleted). Proses ini tentunya bukan merupakan mutasi alamiah yang dimungkinkan terjadi pada virus, melainkan ini diyakini merupakan hasil intervensi manusia. Ada oknum yang berusaha memproduksi vaksin dengan memanipulasi gen virus ASF tetapi proses pembuatannya tidak sempurna sehingga mengakibatkan virus yang disuntikkan tersebut akhirnya “terlepas” ke lingkungan dan menjadi strain baru yang menyulitkan dalam monitoring dan pengendaliannya.
Temuan virus vaksin ilegal ini kemudian diteliti lebih jauh terkait dampaknya di peternakan. Vaksin double gene deleted ini menimbulkan efek samping berupa gejala yang mirip dengan penyakit PRRS (Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome). Gangguan yang ditimbulkan pada breeding meliputi stillbirth, mumifikasi, embryonic death, infertilitas dan aborsi, serta terkadang juga berakhir dengan kematian (walaupun sedikit). Untuk kejadian di anakan babi umumnya lahir lemah dan yang bisa bertahan sampai periode grower dan finisher akan mengeluarkan virus terus-menerus dan sehingga menjadi sumber penularan yang berbahaya. Peternak akhirnya juga mengalami kesulitan membedakan antara kasus PRRS dengan PRRS like karena vaksin ilegal ini. Bentuk kronis ini bisa mengganggu sistem kekebalan tubuh ternak. Lesi yang terlihat umumnya berupa infark dan juga perubahan pada limpoglandula dan ginjal, sedangkan secara mikroskopis akan terlihat kerusakan jaringan dan perdarahan pada berbagai organ.
Penggunaan ilegal vaksin secara umum memang bisa memunculkan antibodi untuk melawan ASF setelah 2-3 minggu pelaksanaan vaksinasi, tetapi ini ternyata terjadi hanya pada sebagian ternak babi saja. Kondisi outbreak ASF bisa meninggalkan 5-20% ternak yang selamat. Namun, selain terbentuknya antibodi dalam tubuh survival tadi ternyata didalam tubuh ternak tersebut juga ditemukan adanya virus ASF (wild type). Kondisi ini bisa terjadi dalam beberapa minggu bahkan beberapa bulan setelah paparan virus ASF. Selain ditemukan didalam darah, wild type virus ini juga bisa terdeteksi di jaringan.
Mekanisme sistem kekebalan yang belum sepenuhnya dipahami ini juga menjadi alasan mengapa vaksin ASF yang aman dan ampuh sampai saat ini belum bisa ditemukan. Harbin veterinary research juga sedang melakukan penelitian terkait vaksin attenuated dengan memotong 7 gen dari virus ASF, namun mereka tidak mau terburu-buru untuk melakukan produksi masal untuk komersial sebelum berhasil lolos uji keamanan yang diwajibkan oleh otoritas yang berwenang.
Februari lalu, Navetco National Veterinary JSC yang berada dibawah Departemen Pertanian Vietnam, juga mengumumkan hasil yang menggembirakan berkenaan dengan keberhasilan uji coba vaksin ASF mereka. Penelitian yang bekerja sama dengan USDA (Departemen Pertanian Amerika Serikat) ini mencatatkan 5x trial dengan tingkat proteksi 94,7%. Namun demikian, mereka menyatakan bahwa masih ada tantangan untuk memproduksi vaksin ini dalam skala besar. Selain terkait biaya produksi, memastikan kualitas produk yang konsisten dengan menjaga kemurnian untuk menghindari efek samping juga menjadi perhatian besar. Jadi, sekali lagi masalah safety / keamanan masih menjadi issue yang harus diselesaikan sebelum melangkah ke tahapan pengembangan vaksin selanjutnya.
ASF Alert. Setelah adanya publikasi bahwa ada mutasi virus ASF di China, maka FAO dan OIE mengeluarkan surat tentang adanya “atypical ASF Strain” ini pada tanggal 29 Maret 2021 untuk meningkatkan kewaspadaan para pelaku usaha peternakan babi, terutama terhadap bahaya penggunaan vaksin ilegal ini. Dengan tegas mereka menyatakan bahwa :
- BELUM ADA satupun vaksin ASF yang direstui di dunia ini, yang bisa membuktikan dengan kelengkapan bukti data safety dan efficacy. Jadi, jika dilapangan anda menemukan adanya vaksin ASF dalam bentuk apapun yang ditawarkan, maka itu adalah vaksin palsu ataupun vaksin yang berisi virus ASF yang tidak stabil / proses pelemahannya tidak sempurna yang beresiko mencemari lingkungan dan berpotesi menjadi sumber penyebaran virus ASF.
- BIOSEKURITI tetap menjadi strategi pengendalian dan kontrol ASF yang terbukti efektif. Kombinasi antara upaya deteksi dini dan respon cepat menjadi kunci dalam mencegah penyebaran virus ASF. Pengawasan ketat di perbatasan harus dimaksimalkan, sedangkan pengawasan lalu lintas pergerakan babi hutan / liar masih memerlukan usaha yang ekstra.
- Penggunaan vaksin yang belum teruji keefektifan dan keamanannya akan menimbulkan dampak besar bagi industri peternakan babi dan berpotensi mengganggu usaha pengendalian dan kontrol ASF di level negara dan internasional. Vaksin ASF yang saat ini beredar tidak akan mampu melindungi ternak babi secara penuh dan beresiko menjadi sumber penularan kepada peternakan lainnya. Efek buruk penggunaan vaksin ilegal ini bisa teramati di fase penggemukan dan breeding. Selain itu, angka kejadian kasus ASF bentuk kronis juga akan meningkat sehingga semakin menyulitkan dalam mengidentifikasi dan mengeliminasi virus ini. Jika ternyata proses pembuatan vaksin tidak benar maka juga akan berpotensi terjadinya kontaminasi patogen lain yang akan meningkatkan resiko penularan penyakit yang lain.
- Penggunaan vaksin ilegal ini akan meningkatkan resiko dalam jangka panjang. Semua vaksin harus melewati tahapan uji yang ketat untuk memastikan keamanan dan keampuhannya, serta harus melalui persetujuan dari pihak-pihak yang berwenang sebelum kemudian menjadi produk final yang berbukti klinis aman dan ampuh. Jika vaksin yang dibuat ini merupakan virus hidup yang dilemahkan (attenuated) tetapi tidak melewati uji keamanan dan keampuhan maka bisa mengakibatkan terulangnya sejarah kelam di Spanyol dan Portugal pada tahun 1960an, dimana vaksin ilegal akhirnya membuat proses eradikasi memakan waktu sekitar 30 tahun.
- Temuan ASF “jenis baru” ini entah karena penggunaan ilegal vaksin ataupun mutasi alami akan mengakibatkan kajian epidemiologi menjadi semakin sulit. Jika gejala klinis berubah menjadi bentuk kronis atau tanpa gejala maka tindakan deteksi dini, surveilence dan upaya pencegahan menjadi terlambat.
Terlampir adalah surat resmi berkenaan dengan ditemukannya mutasi virus ASF :
Nah, bagaimana…apakah kita sudah memiliki sudut pandang yang positif dari perkembangan vaksin ASF saat ini. Vaksin yang aman dan ampuh pasti akan ditemukan, namun kita memang harus lebih bersabar dan tetap menunggu dengan sikap optimis. Proses penelitian dan uji-uji klinis masih terus berjalan dan memerlukan waktu untuk memastikan industri ini mendapatkan vaksin yang aman dan ampuh tanpa efek samping yang membahayakan. Jangan tergoda untuk mencoba menggunakan vaksin ilegal demi kelangsungan industri babi yang berkelanjutan. Pastikan kita meningkatkan kemampuan deteksi dini dan juga meningkatkan fasilitas kandang terutama menyangkut biosekuriti, karena hanya dengan cara inilah kita bisa mengupayakan pengendalian dan kontrol ASF dengan cara yang baik. Baca juga : Pentingnya Biosekuriti pada Peternakan Babi. dan Bioosekuriti di Era New Normal.
Sukses selalu.
Referensi :
- Events detail (gf-tads.org)
- African_swine_fever_virus_virion_TEM.jpg (625×625) (wikimedia.org)
- Emergence and prevalence of naturally occurring lower virulent African swine fever viruses in domestic pigs in China in 2020 (sciengine.com)
- PigProgress – ASFv mutation in China: What does it mean on-farm?
- PigProgress – ASF China: Mutations confirmed by Chinese scientists
- ASF vaccine on track for unveiling (vir.com.vn)
- African Swine Fever – Generalized Conditions – Merck Veterinary Manual (merckvetmanual.com)
- African swine fever: OIE – World Organisation for Animal Health
- cff_animal_vet-progs_asf_blue-print-road-map.pdf (europa.eu)