Tantangan Masa Menyusui Ternak Babi

Tantangan Masa Menyusui Ternak Babi

Sering menemukan kasus diare pada anak babi setelah proses kelahiran? Apakah treatment yang anda lakukan selama ini sudah benar? Ini sebenarnya adalah kondisi klasik yang hampir selalu dihadapi oleh para peternak babi. Kebanyakan peternak  menanggapinya dengan biasa karena itu seperti sudah menjadi “agenda” yang harus dihadapi setiap periode menyusui. Nah, melanjutkan artikel kita sebelumnya, kita saat ini akan belajar bersama mengenai masalah yang dihadapi saat fase ikut induk ini.

Sebenarnya relatif sulit untuk menentukan satu penyakit “utama” pada anak babi yang menyusui karena memang ada beberapa kondisi umum dapat menyebabkan masalah yang signifikan yang tidak jarang berujung pada kematian anak babi.

Jika melihat bagan diatas, maka yang mendominasi kasus pada anak babi sebelum sapih antara lain adalah :

Porcine Epidemic Diarrhea (PED).

Penyakit virus yang sangat menular ini dapat menyebabkan diare parah, muntah, dehidrasi, dan kematian pada anak babi yang berusia < 5 hari. Tingkat kematian bisa sangat buruk karena bisa mencapai hampir 100% pada kelompok yang naif (ternak yang belum pernah terpapar).

PED ini dapat diatasi dengan praktek biosekuriti yang baik dan vaksinasi pada induk. Saat kondisi outbreak beberapa tahu lalu dimana vaksin belum tersedia, peternak melakukan penguatan terhadap induk dengan memberikan gerusan usus dari anak babi yang terkena PED. Dengan paparan menggunakan gerusan usus ini, diharapkan induk mendapatkan kekebalan yang nantinya penting untuk diturunkan ke anak babi yang akan dilahirkan pada kebuntingan selanjutnya.

Colibacillosis.

Penyakit bakteri yang disebabkan oleh strain Eschericia coli tertentu ini dapat menyebabkan diare, lesu, dan kematian pada anak babi yang sedang menyusui. Angka kematian tidak sehebat PED, namun demikian cukup moderat untuk mendapatkan perhatian lebih dari peternak. Kondisi ini biasanya bisa diatasi dengan perbaikan management pemeliharaan, sanitasi lingkungan atau vaksinasi di induk.

Ada 2 jenis Collibacilosis yaitu :

  1. Enterotoxigeni E.coli (ETEC) : Jenis ini menyebabkan diare cair yang parah dalam beberapa jam setelah lahir.
  2. Enterophatogenic E.coli (EPEC) : Jenis ini menyebabkan diare ringan beberapa hari setelah lahir.

Swine colibacillosis bertanggung jawab atas berbagai masalah, seperti diare neonatal, post weaning diarrhea (PWD), edema disease (ED), septikemia, poliserositis, mastitis coliform, dan infeksi saluran kemih. Di antara keragaman yang sangat besar, strain E. coli enterotoksigenik (ETEC) mampu menyebabkan penyakit pencernaan yang mengakibatkan diare pada anak babi yang baru lahir, PWD dan ED. Infeksi babi ini merupakan ancaman paling besar bagi industri peternakan babi di seluruh dunia karena kerugian ekonomi yang signifikan terkait dengan morbiditas, mortalitas, penurunan berat badan, meningkatnya biaya perawatan, vaksinasi, dan suplemen pakan.

PWD dan ED dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Dalam waktu 2-3 minggu setelah disapih, anak babi lebih rentan terhadap infeksi mikroba. Oleh karena itu, periode ini sangat penting dan biasanya berhubungan dengan tantangan bentuk infeksi E. coli  yang paling parah, yang diwujudkan dengan kematian mendadak atau diare berat.

Diatas adalah model infeksi Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) pada sel epitel usus. (1) anak babi menelan ETEC, sehingga memungkinkan peralihannya ke saluran pencernaan. (2) Fimbriae yang diekspresikan oleh ETEC memungkinkan bakteri menempel pada reseptor spesifik yang ada di sel epitel usus. (3) Kolonisasi terjadi pada mukosa usus kecil, yang menyebabkan produksi racun. (4) Enterotoksin ini menyebabkan hilangnya air dan elektrolit ke dalam lumen usus, sehingga meningkatkan permeabilitas usus. (5) Akibat peningkatan permeabilitas usus dan kehilangan banyak air, diare, penurunan berat badan, dan kematian dapat terjadi.

Baca juga : Diare pada Babi

Selain 2 penyakit diatas, gangguan pada fase laktasi ini bisa juga disebabkan oleh :

  1. Rotavirus
  2. Transmissible gastroenteritis (TGE)
  3. Clostridium sp
  4. Coccidiosis  
  5. Enterococcus sp
  6. Salmonellosis  

Karena diare bisa disebabkan oleh beberapa jenis patogen, maka selalu berkonsultasilah dengan dokter hewan untuk melakukan tahapan diagnosa yang benar sehingga program kontrol dan pengendalian penyakit sesuai dengan tantangan yang ada di lapangan. Biosekuriti dan vaksinasi mungkin bisa menjadi solusi untuk menyempurnakan managemen pemeliharaan yang sudah dijalankan. Baca juga : Biosekuriti Pada Peternakan Babi

Referensi :

  1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10135039/#:~:text=Porcine%20infection%20caused%20by%20Escherichia,urinary%20tract%20infection%20%5B1%5D. swine colibacillosis
  2. https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/diarrheal-diseases
  3. https://www.mdpi.com/2076-2615/13/3/338 Diagnostic approach to enteric disorders in pigs
Fakta tentang Kolostrum untuk Anak Babi

Fakta tentang Kolostrum untuk Anak Babi

Apakah kematian anak babi ikut induk di peternakan anda cukup tinggi? Mungkin salah satu penyebabnya adalah managemen kolostrum yang kurang tepat sehingga membahayakan kelangsungan hidup dan kesehatan anak babi. Atau jika ada lebih sering membeli sapihan dan bermasalah, kita juga perlu curiga jika anak babi saat di peternakan asal tidak mendapatkan kolostrum yang cukup.

Saat anak babi dilahirkan, mereka memasuki babak baru kehidupan yang berbahaya karena banyak tantangan yang bisa berakibat fatal. Cadangan energi relatif kecil sehingga anak babi harus segera mendapatkan makanan karena tubuh kehilangan panas dengan cepat. Jika anak babi tidak mendapatkan kolostrum, suhu tubuh akan segera turun dan membuat pergerakan menjadi lamban dan tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pada induk yang jumlah anaknya banyak, setiap induvidu anak babi harus bersaing  untuk mendapatkan ambing induk babi. Kondisi ini juga sangat beresiko jika peternak tidak melakukan intervensi.

Kondisi lain yang juga berbahaya adalah, jika anak babi dilahirkan tanpa adanya kekebalan yang cukup sehingga menjadi rentan terhadap berbagai virus, bakteri, dan parasit. Status kesehatan induk babi disini memegang peran yang sangat penting, sehingga peternak juga harus memperhatikan nutrisi dan program vaksinasi yang tepat. Jadi, cara sederhana dan alami bagi anak babi untuk mengatasi bahaya pada masa neonatal adalah kolostrum, ‘air susu pertama’ yang kaya akan energi dan antibodi dari induk sebagai imunitas pasif.

Apakah anak babi lahir tanpa kekebalan? Jawabanya adalah TIDAK. Kita perlu memahami lebih banyak tentang sistem kekebalan tubuh, yangmana sistem imun dibagi menjadi tiga subsistem, yaitu imunitas bawaan (innate imunity), imunitas non-spesifik, dan imunitas spesifik.

Imunitas bawaan.
Tidak sepenuhnya benar bahwa anak babi dilahirkan tanpa pertahanan sama sekali. Kulit adalah pertahanan yang mampu  menghalangi patogen menyerang jaringan di bawahnya, mukosa menghasilkan lendir yang untuk menangkap bakteri, silia di trakea membersihkan/menyaring saluran udara dari kotoran dan mikroorganisme, dan pH asam di lambung juga berfungsi sebagai penghalang. Secara keseluruhan, seluruh mekanisme perlindungan ini disebut ‘imunitas bawaan’.

Kekebalan non spesifik
Sistem kekebalan tubuh yang tepat memiliki jaringan yang dapat melawan dan menonaktifkan mekanisme keganasan patogen yang menyerang. Makrofag dapat melahap partikel yang dianggap asing dan mencurigakan. Terdapat imunoglobulin (IgG dan IgA) yang menempel pada patogen yang masuk ke tubuh, kemudian ia akan memberi sinyal pada makrofag bahwa ada benda asing menyerang. Proses ini disebut aglutinasi, dimana imunoglobulin ini menggumpal di sekitar patogen dan menonaktifkannya.

Imunitas spesifik
Ternak pada umumnya  telah mengembangkan mekanisme pertahanan yang sangat rumit untuk mengenali dan menghancurkan patogen yang menyerang. Limfosit adalah sel yang dapat mengenali patogen berbahaya dan menyebabkan patogen tersebut menghancurkan dirinya sendiri. Limfosit lain memanfaatkan kekuatan sistem kekebalan tubuh dan mengarahkannya sel T untuk dihancurkanm, sedangkan sel B akan menghasilkan antibodi yang nantinya akan mengenali protein spesifik (antigen) di dinding sel patogen. Terbentuknya sel memori ini akan membantu sistem kekebalan dalam bereaksi ketika patogen yang sama datang menyerang lagi.

Jadi, imunitas spesifik bisa bekerja setelah terjadi paparan patogen tertentu atau pemberian vaksinansi sehingga tubuh akhirnya mengenalinya sehingga ketika suatu saat patogen itu datang lagi tubuh bisa langsung dengan cepat bereaksi untuk melawan karena sudah terbentuk antibodi yang siap melawan.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa anak babi di masa laktasi ikut induk masih rawan kematian jika sudah ada kekebalan di dalam tubuhnya? Anak babi yang dilahirkan dari induk yang sehat, setelah mendapatkan kolostrum akan memiliki yang namanya pasif imunity untuk bertahan dari serangan patogen penyebab penyakit. Jika status kesehatan breeding anda tidak baik, maka imunitas dari induk mungkin tidak terbentuk dengan baik sehingga ketika tantangan datang, anak babi tidak cukup kuat untuk melawan dan akhirnya mati.

Nah, disinilah peran kolostrum. ‘Air susu pertama’ dari induk babi ini mengandung antibodi IgG dan IgM yang memungkinkan anak babi menangkis sebagian besar serangan sampai mereka mampu mengembangkan respon kekebalannya sendiri. Kolostrum mengandung antibodi yang dimiliki induk babi yang umumnya sudah “berpengalaman” melawan patogen baik secara alami ataupun intervensi dengan program vaksinasi  sehingga antibodi ini spesifik terhadap patogen yang beredar di peternakan tersebut.

Jadi, mulai sekarang lakukan evaluasi terhadap status kesehatan farm anda, apa saja patogen yang bersirkulasi, untuk kemudian lakukan tindakan pencegahan dengan program vaksinasi dan biosekuriti yang baik, sesuai dengan kondisi di lapangan. Walaupun anak babi memiliki sistem kekebalan yang matang di dalam rahim, meraka tidak akan mampu menghasilkan antibodi terhadap patogen yang akan mereka hadapi di dunia luar diawal kehidupan mereka. Oleh karena itu, dengan mendapatkan antibodi spesifik dari induk, anak babi ini diberi kesempatan untuk bertahan hidup karena adanya kolostrum tidak hanya mengandung antibodi, tetapi juga sel kekebalan dan faktor lain yang penting untuk mekanisme pertahanan anak babi yang baru lahir.

Perlu diingat, plasenta babi desainnya berbeda. Pada primata dan hewan pengerat terdapat kontak signifikan antara jaringan induk dan janin sehingga terdapat lebih banyak transfer kekebalan pasif dari dalam rahim. Namun pada sapi, kuda, dan babi, plasentanya sangat efisien dan praktis sehingga tidak ada transfer kekebalan pasif sama sekali saat masih didalam rahim. Inilah alasan mengapa asupan kolostrum adalah persoalan hidup dan mati yang harus diperhatikan. Anak babi yang baru lahir yang tidak minum cukup kolostrum dengan alasan apapun, maka  tidak akan mendapat manfaat dari antibodi induknya karena proses pasif imunity gagal. Baca juga : Kunci pemeliharaan anak babi 

Berikut adalah beberapa hal penting yang perlu kita ketahui terkait managemen kolostrum antara lain adalah :

Nutrisi dan Kesehatan Induk

Perawatan Pra-farrowing.

Pastikan induk babi menerima nutrisi dan air minum yang cukup pada minggu-minggu menjelang farrowing. Hal ini akan membantu mereka menghasilkan kolostrum berkualitas baik dalam jumlah yang cukup.

Program Vaksinasi

Vaksinasi induk babi dilakukan sesuai dengan rekomendasi dokter hewan. Hal ini memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka dan mentransfer antibodi ke anak babi melalui kolostrum.

Koleksi Kolostrum 

Seleksi

Kumpulkan kolostrum dari induk babi sehat pada parity akhir (sudah melahirkan 3-5x) dengan ambing yang berkembang dengan baik daripada gilt/dara.

Waktu

Kumpulkan kolostrum 1-3 jam setelah masa farrowing dimulai, setelah anak babi menerima menyusu awal. Idealnya anak babi harus mendapatkan kolostrum dari induk aslinya, sehingga hal ini penting dilakukan jika jumlah anakan yang dilahirkan banyak atau puting susu tidak cukup.

Stimulasi

Pemberian oksitosin (di bawah bimbingan dokter hewan) mungkin perlu dilakukan untuk merangsang keluarnya air susu sehingga mudah dikoleksi.

Kebersihan

Jaga kebersihan selama pengumpulan untuk mencegah kontaminasi. Pastikan lingkungan kandang sudah disanitasi dan desinfeksi unutk meminimalkan kontaminasi.

Pemberian Kolostrum

Waktu

Anak babi perlu mengonsumsi kolostrum dalam 6 jam pertama setelah lahir, atau lebih idealnya dalam 2 jam pertama lebih baik karena semakin lama jeda waktunya, maka kualitas kolostrum mungkin berbeda signifikan atau hanya seperti air susu biasa saja.

Jumlah

Usahakan agar anak babi mengonsumsi setidaknya 150 ml kolostrum per kg berat badannya dalam waktu 16 jam setelah lahir. Pastikan semua anak babi mendapatkan jatah kolostrum yang memadai agar pasif imunity dari induk optimal melindungi anak babi dari penyakit.

Anak Babi Lemah

Untuk anak babi yang lemah atau kecil, langsung berikan kolostrum menggunakan wadah atau botol. Peternak harus memperhatikan lebih khusus agar anak babi yang kecil juga mendapatkan kolostrum yang cukup. Jangan biarkan mereka berkompetisi sendiri, karena sudah pasti akan kalah. Ini adalah salah satu alasan mengapa kematian anak babi selama ini cinderung terjadi pada anak babi yang berat badannya kecil, karena mereka kalah bersaing dengan teman-temannya dalam mendapatkan kolostrum induk.

Praktis di Lapangan.

Cross fostering

Jika anak babi yang dilahirkan cukup banyak, pertimbangkan untuk memindahkan beberapa anak babi ke induk babi lain yang memiliki anak lebih sedikit setelah mereka mendapatkan kolostrum dari induk aslinya. Pengasuhan silang ini umum dilakukan para peternak untuk memastikan anak babi mendapatkan kolostrum tambahan dan air susu yang cukup untuk proses pertumbuhannya.

Menyusui terpisah

Jika terdapat ukuran anak babi yang tidak rata, maka untuk anak babi berukuran besar bisa disisihkan terlebih dahulu dan mengutamakan anak babi yang kecil/lemah untuk menyusu induk pertama sehingga tidak kalah dalam berkompetisi dengan anak babi yang besar/kuat.

Bank Kolostrum

Di peternakan babi modern yang lebih besar, menyimpan kolostrum berkualitas tinggi dari induk babi yang sehat dapat menjadi cadangan bagi anak babi yang mengalami gangguan. Penyimpanan dan penanganan yang tepat sangat penting agar kualitas tetap baik.

Referensi :

  1. https://ahdb.org.uk/pork
  2. https://swinehealth.ceva.com/blog/how-to-manage-colostrum-for-optimal-piglet-performance
Kunci Pemeliharaan Anak Babi

Kunci Pemeliharaan Anak Babi

Mulai bulan ini, kita akan mencoba mengulik tentang basic management pemeliharaan babi untuk merefresh kembali hal-hal penting yang mungkin kita lupakan. Kita akan mengawali dari management pemeliharaan piglet / anak babi terlebih dahulu ya…

Managemen pemeliharaan anak babi penting untuk dipahami karena kita dituntut untuk fokus pada status kesehatan dan kesejahteraan anak babi sejak dari lahir – disapih (6-8 minggu). Saat ini kita akan belajar bersama tentang apa saja yang menjadi point utama dalam tahap ini. Target yang idealnya dicapai pada tahap ini adalah angka kematian yang rendah, angka sapihan tinggi dan pertumbuhan berat badan yang ideal.

Berikut adalah point-point penting yang harus kita kuasai agar target kita tercapai, yaitu :

Pra-kelahiran.

  1. Hyperprolific. Induk babi mempunyai kecinderungan untuk memiliki anak yang banyak dengan lama waktu bunting sekitar 3 bulan 3 minggu 3 hari.
  2. Nutrisi. Formulasi pakan induk yang tepat selama periode kebuntingan  sangat penting untuk memastikan induk memiliki cadangan yang cukup untuk proses melahirkan anak babi yang sehat dan menghasilkan air susu yang cukup. Terlampir adalah strategi nutrisi dan konsep manajemen pemberian pakan untuk bisa menghasilkan produksi kolostrum yang maksimal.

Farrowing (saat kelahiran).

  1. Kehangatan. Anak babi umumnya dilahirkan dengan sedikit kandungan lemak dan tidak dapat mengatur suhu tubuhnya dengan baik. Oleh karena itu, kita harus menyediakan lampu/pemanas untuk menjaga suhu ideal  34°C dan mencegah hipotermia.
  2. Kebersihan. Lingkungan kandang kelahiran yang bersih dan kering akan mengurangi tingkat resiko penyebaran penyakit. Alas tidur harus kering dan sering diganti untuk menghindari penumpukan kotoran.
  3. Perawatan tali pusar. Desinfeksi tali pusar segera setelah lahir untuk mencegah infeksi.

Pasca kelahiran.

  1. Kolostrum. Air susu pertama yang dihasilkan oleh induk babi yang kaya akan antibodi untuk membantu anak babi melawan penyakit. Kita harus memastikan setiap anak babi menerima kolostrum yang cukup dalam 2-6 jam pertama, atau maksimal 24 jam pertama untuk kelangsungan hidup mereka. Jika jumlah anak terlalu banyak dibandingkan puting susu aktif, maka perlu tindakan intervensi dengan teknik menyusu secara terpisah. Kita bisa mengeluarkan beberapa anak babi untuk sementara waktu untuk “antri” mendapatkan asupan kolostrum induk. Anakan yang ukurannya lebih besar mungkin kita sisihkan terlebih dahulu agar anak babi yang lebih kecil memiliki angka kelangsungan hidup lebih baik.
  2. Pemberian zat Besi. Anak babi rentan terkena anemia, terutama yang dipelihara secara intensif. Suntikan zat besi idealnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan anak babi. Untuk anak babi yang dipelihara dengan alas tanah atau diumbar, mereka bisa mencari sendiri secara alami di tanah. Zat besi ini umumnya diberikan pada umur 2-5 hari awal kehidupan dan terkadang perlu diulang tergantung kondisi di lapangan.
  3. Potong gigi dan ekor. Gigi taring anak babi relatif tajan dan beresiko melukai puting susu induk dan anak babi lainnya jika terjadi perkelahian. Proses potong gigi umumnya dilakukan bersamaan dengan potong ekor. Ingat, pastikan proses ini dilakukan se-aseptik mungkin agar meminimalkan terjadinya infeksi dan juga minimal stres. Oleh karena itu, umumnya di peternakan proses ini dilakukan bersamaan dengan suntik zat besi sehingga anak babi tidak stres karena terlalu sering dipegang.

Performa anak babi di kandang pembibitan dapat bervariasi tergantung pada berat badan, usia saat disapih, pengelolaan, dan tantangan patogen di fasilitas peternakan babi. Pemeliharaan di awal kehidupan ini sangatlah penting dan mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang, karena pertumbuhan yang lambat menimbulkan kerugian yang signifikan dan peternakan menjadi tidak efisien.

Penelitian penting telah membuktikan bahwa ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan babi saat penyapihan. Serangkaian manajemen awal dan strategi nutrisi pakan yang kompleks perlu dilakukan pada induk dan anak babi yang masih menyusui untuk mencapai pertumbuhan anak babi yang optimal dan efisien setelah disapih.

Dari bagan diatas, terdapat korelasi pengaruh kelahiran dan berat penyapihan sampai panen.  Bobot badan pada tahapan produksi yang berbeda juga akan menentukan jumlah hari untuk mencapai bobot badan pasar 105 kg.

Setelah kita tahu secara garis besar proses persiapan kelahiran diatas, berikut ada beberapa tips yang mungkin berguna di lapangan terkait kondisi-kondisi yang memerlukan intervensi manusia.

Praktek manajemen praktis.

  1. Cross-fostering. Pengasuhan silang dilakukan jika induk  babi memiliki jumlah anak yang banyak dan beresiko tidak mendapatkan cukup asupan air susu untuk pertumbuhannya. Teknis ini dilakukan dengan cara  memindahkan beberapa anak babi ke induk babi lain yang memiliki jumlah anak lebih sedikit. Ingat, proses ini bisa  dilakukan setelah anak babi mendapatkan cukup kolostrum dari induk aslinya, sehingga maternal antibodi terpenuhi dahulu sebelum “dititipkan ke induk lainnya.
  2. Transisi Penyapihan. Sekitar 6-8 minggu, anak babi disapih dari induknya. Bahkan di peternakan modern, sapihan dilakukan sekitar 3 minggu untuk mengejar performa breeding. Anak babi idealnya diperkenalkan dengan pakan padat terlebih dahulu sebelum mereka berhenti menyusui sepenuhnya. Hal ini tentunya untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan pola pakan yang baru pasca penyapihan.
  3. Vaksinasi. Anak babi idealnya divaksinasi sesuai dengan tantangan penyakit yang terdeteksi di lapangan. Jadwal vaksinasi bisa dikomunikasikan dengan dokter hewan agar perlindungan terhadap anak ini bisa dioptimalkan dan  mereka lebih aman dari serangan penyakit. Program vaksin yang umumnya dilakukan adalah Classical swine fever, PCV2, PRRS, Mycoplasma hyopneumoniae, Glasser’s Disease dan vaksin lainnya yang dirasa diperlukan dan sesuai dengan tantangan yang ada. Oleh karena itu, penting bagi setiap peternak untuk memiliki catatan yang jelas terkait penyakit yang sering muncul di kandang untuk kemudian dilakukan antisipasi dengan vaksinasi.
  4. Minimalkan stres. Kondisi stres yang mungkin terjadi dilapangan dapat berdampak negatif pada kesehatan anak babi. Oleh karena itu, pastikan kita menyediakan ruang yang cukup, tangani dengan hati-hati, dan hindari perubahan yang tiba-tiba.
  5. Monitoring/Pemantauan. Periksa tanda-tanda penyakit pada anak babi secara teratur, seperti lesu, kehilangan nafsu makan, atau batuk. Deteksi dan pengobatan dini sangat penting untuk segera melakukan tindakan agar resiko penyakit bisa diminimalkan.

Dengan mengikuti point penting praktek-praktek dan tips diatas, maka diharapkan peternak bisa memenuhi target pemeliharaan di awal kelahiran – sapih ini dengan menekan angka kematian anak babi, jumlah sapihan lebih banyak dan pertumbuhan yang baik.

Referensi :

  1. https://gb.pic.com/resources/piglet-management-around-weaning/
  2. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/small-piglet-management
  3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7911825/ Management and Feeding Strategies in Early Life to Increase Piglet Performance and Welfare around Weaning: A Review
Fase Pemeliharaan Ternak Babi

Fase Pemeliharaan Ternak Babi

Saat ini kita akan belajar bersama mengenai siklus produksi atau pemeliharaan di peternakan babi. Mungkin materi ini lebih cocok untuk para pemula yang sedang berencana untuk memulai usaha peternakan babi ya. Namun jika anda sudah berkecimpung di bisnis ini dan ada waktu longgar, ya silahkan saja meneruskan membaca untuk sekedar merefresh kembali apa yang selama ini dilakukan…

Secara garis besar, siklus hidup dimulai dari kelahiran anak babi yang biasanya memiliki berat 1,5-2 kg. Induk umumnya melahirkan 8-12 ekor anak babi, meskipun bisa juga ditemui anak sekelahiran > 20 ekor. Jika jumlah anak yang dilahirkan banyak, kecinderungannya anak babi yang dilahirkan memiliki berat badan yang relatif kecil dan pertumbuhannya juga lebih lambat dibandingkan  dengan induk yang memiliki anak <10 ekor. Hal ini penting untuk diantisipasi agar resiko kematian dapat ditekan.

Fase ikut induk ini umumnya berlangsung sekitar 21-42 hari,  tergantung pada praktek pengelolaan babi di peternakan. Anak babi disapih dengan cara mengeluarkan babi dari kandangnya. Setelah itu, mereka diberi pakan hasil formulasi. Sebelum dipisahkan dari induknya, anak babi harus diperkenalkan dahulu dengan pakan padat yang nantinya akan mereka konsumsi setelah tidak mendapatkan air susu induk.

Periode sapih umumnya berlangsung 1-2 bulan dengan berat sekitar rata-rata 20 kg, baru kemudian dipindahkan lagi ke kandang penggemukan sampai bobot panen sekitar 100 kg. Proses ini umumnya berlangsung selama 150-230 hari sejak lahir hingga rumah potong hewan tergantung kualitas bibit dan pakan yang diberikan. Daging babi yang dihasilkan umumnya 70% dari bobot hidupnya.

Berikut secara rinci adalah periode/siklus pemeliharaan ternak babi yang umumnya dibagi menjadi empat tahap utama :

Breeding/Gestation

Fase ini berfokus pada proses reproduksi, yaitu mengawinkan, menjaga kebuntingan sampai  melahirkan anak. Pada peternakan modern, anak babi akan disapih lebih awal dengan support managemen pemeliharaan dan kualitas nutrisi yang baik. Hal ini tentunya menjadi upaya agar peternakan menjadi lebih efektif dan efisien, karena semakin cepat proses sapih, induk juga akan semakin cepat untuk kawin dan bunting kembali.

Jika kondisinya normal, biasanya induk akan estrus segera setelah menyapih anaknya sekitar 3-7 hari, sedangkan masa kebuntingan berlangsung sekitar 113-116 hari atau kita lebih mudah “menghafal” angka 333 (3 bulan 3 minggu 3 hari). Intervensi dengan menggunakan preparat hormon juga umum dilakukan di peternakan skala besar untuk memudahkan pengaturan batch anakan babi sesuai dengan target produksi yang dicanangkan atau pada saat ada gangguan reproduksi, seperti induk kesulitan dalam proses melahirkan atau kejadian kawin berulang.

Selama masa kebuntingan, induk babi akan ditempatkan pada kandang secara individual untuk mencegah perkelahian dengan induk babi lainnya, membatasi aktivitas dan konsumsi pakannya. Angka kebuntingan yang baik di peternakan idealnya diatas 90% dengan kondisi umumnya 80% terjadi kebuntingan setelah perkawinan pertama (tidak diulang).

Siklus estrus pada induk babi adalah 21 hari. Jika induk babi gagal bunting dalam waktu 28 hari setelah proses sapih, umumnya peternak akan melakukan evaluasi terkait kondisi induk tersebut, apakah masih bisa diperbaiki atau harus di culling. Idealnya, jika induk melewati proses perkawinan 2-3x dan gagal maka akan dikeluarkan dari kawanan untuk digantikan dengan calon induk yang baru.

Setiap proses kawin yang gagal memberikan konsekwensi bagi peternak untuk tetap memberikan pakan selama 21 hari untuk mencapai estrus selanjutnya. Jika ini terjadi, maka induk babi harus menghasilkan 2 ekor anak babi ekstra untuk membayar kompensasi waktu dan biaya pakan yang telah dikonsumsinya.

Untuk melindungi calon anakan yang nantinya dilahirkan, biasanya induk akan mendapatkan beberapa suntikan vaksinasi sebelum proses melahirkan. Jenis vaksin tentunya tergantung dengan tantangan penyakit yang ada dilapangan. Program vaksin yang umumnya dimasukkan adalah PRRS, PCV2, Mycoplasma hyopneumoniae, Glasser’s disease, Porcine Parvo Virus, Foot and Mouth disease, Psudorabies. Hal ini penting untuk memastikan kecukupan maternal antibodi induk yang diturunkan ke anak lewat kolostrum. Baca juga : Mengapa breeding performance ternak babi itu penting?

Farrowing/Lactation 

Fase ini meliputi proses melahirkan, periode menyusui dan merawat anakan sampai waktu sapih dan evaluasi induk pasca sapih. Sekitar seminggu sebelum induk babi dijadwalkan melahirkan akan dipindahkan ke kandang farrowing individu untuk mendapatkan perawatan dan perhatian khusus. Masa sejak lahir sampai penyapihan disebut masa laktasi/menyusui.

Idealnya induk mampu menjalani proses persalinannya sendiri, namun terkadang juga ada yang memerlukan bantuan. Oleh karena itu, tenaga kandang sebaiknya stand by untuk antisipasi jika ada induk yang kesulitan dalam proses melahirkan. Masa laktasi atau sucking piglet adalah masa menyusui induk babi yang dimulai saat ia beranak sampai 3-5 minggu, semakin cepat maka peternakan kita semakin efektif dan efisien karena memiliki tingkat produktivitas yang baik.

Gambar diatas adalah ilustrasi kandang melahirkan. (A) ada jeruji dimana ada saatnya induk dikekang (tahap R) dan dilepas (tahap F) untuk memungkinkan pergerakan bebas dan interaksi antara babi dan anak babinya. Pemberian tali dan potongan karung goni untuk “mainan” sebelum dan sesudah farrowing masing-masing ditandai dengan warna hijau dan biru. (B) Gambaran induk berinterkasi dengan anak-anaknya dengan bermain tali (CR) dan potongan karung goni (J).

Hal penting dari fase laktasi adalah memastikan setiap anak babi mendapatkan cukup kolostrum dari induk pada 1-2 hari pertama kehidupan. Kolostrum ini mengandung maternal antibodi yang nantinya akan membantu anak babi untuk bertahan hidup dari resiko serangan penyakit.

Ingat, kolostrum ini tidak bertahan lama sehingga anak babi harus diproteksi dengan program vaksinasi sesuai dengan tantangan penyakit yang pernah muncul di kandang agar bisa bertahan sampai panen. Di Indonesia, vaksin yang sudah resmi beredar adalah clasical swine fever/hog cholera, Mycoplasma Hyopneumoniae, PCV2, PRRS, Glasser’s disease dan Aujeszky’s disease. Peternak sebaiknya melakukan test terkait patogen apa saja yang sudah bersirkulasi di kandang, sehingga program vaksin yang dibuat sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Pemberian zat besi juga penting untuk mengurangi resiko anemia yang juga berbahaya bagi anak babi. Anak babi biasanya disapih pada umur 3-5 minggu sesuai dengan kemampuan dan kapasitas peternakan. Periode ikut induk ini memerlukan perhatian lebih agar angka sapihannya tinggi dan resiko kematian bisa ditekan. Anak babi juga harus mulai dikenalkan dengan pakan padat sebelum disapih agar mereka nantinya siap untuk lepas dari air susu induk.

Segera setelah masa laktasi berakhir, peternak akan mengevaluasi induk babi yang tua dan tidak produktif untuk digantikan calon induk yang baru. Oleh karena itu, peternak harus memikirkan untuk mempersiapkan calon induk pada setiap proses kelahiran yang dihasilkan agar produktivitas breeding tetap tinggi. Calon induk umumnya dipersiapkan sekitar 50-60% populasi breeding dalam setahun, atau  direkomendasikan agar 1 anakan dipilih untuk setiap 3-4 anak babi yang dilahirkan. Peternak juga bisa membeli calon induk dari peternak lain yang terpercaya untuk proses ini.

Calon induk umumnya disiapkan sekitar umur 5-6 bulan, dan mulai dikawinkan umur 8 bulan (estrus ke-2 atau 3). Proses isolasi dan aklimatisasi calon induk penting untuk dilakukan  agar mereka siap untuk digabungkan dengan kawanan yang sudah ada. Mengapa peternak sebaiknya menunggu siklus estrus yang ke-3 untuk calon induk mulai dikawinkan? Hal ini dikarenakan jumlah sel telur yang dihasilkan relatif masih sedikit, sehingga jumlah anak yang dihasilkan cinderung sedikit juga. Namun pada prakteknya, tidak sedikit juga peternak yang mengawinkan calon induknya di estrus ke-2 namun dengan memperhatikan resiko stres yang dapat berpotensi mengganggu pertumbuhannya dan mengakibatkan kesulitan dalam membesarkan anak. Baca juga : Management Calon Induk

Nursery.

Setelah disapih, anak-anak babi dipindahkan ke kandang  pembibitan yangmana mereka umumnya akan ditempatkan bersama dalam kelompok bersama anakan seumuran lainnya.  Nutrisi yang baik sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak babi. Periode ini berlangsung sampai anakan mencapai berat sekitar 35-60 pound (15-27kg). Setelah anak babi disapih, beberapa anak babi betina terbaik akan mulai dipilih dan dimonitor perkembangannya untuk nantinya disiapkan sebagai gilt/calon induk pengganti.

Masa penyapihan merupakan yang paling menegangkan bagi anak babi karena mereka diambil dari induknya, dipindahkan ke kandang yang baru dan beradaptasi dengan pakan padat/kering tanda air susu induk. Peternak harus mampu mengelola stres yang dialami anak babi sehingga pertumbuhannya tidak terganggu terlalu lama.

Kebanyakan peternak mengatur jadwal produksi dengan tetap menempatkan anak babi di kandang farrowing 3-7 hari setelah disapih untuk mengurangi stres lebih lanjut. Jika praktek ini ingin digunakan, maka peternak harus dipertimbangkan dalam tahap perencanaan pengembangan peternakan mereka, karena akan diperlukan lebih banyak kandang dilokasi peternakan. Kerugian dari skema ini adalah adanya biaya tambahan untuk kandang farrowing dan ruang tambahan yang dibutuhkan.

Gambar diatas adalah ilustrasi kondisi kandang weaning to finish. (A) Pen dengan lokasi yang disarankan untuk menggantung “mainan” di area aktif (X biru). (B) tali juga difungsikan sebagai media pengambilan sampel air liur karena anak babi suka mengunyahnya. (C) Pada kandang finisher, jerami bisa disediakan untuk alas dan tempat istirahat babi.

Baca juga : Managemen pemeliharaan anak babi

Grower Finisher.

Ini adalah fase terakhir dalam pemeliharaan ternak babi. Umumnya, babi ditempatkan dalam kelompok yang lebih besar dan diberi pakan yang diformulasikan untuk penambahan berat badan dengan cepat. Mereka tetap di sini sampai mencapai bobot pasar yang biasanya sekitar 250-275 pound (113-125kg   saat umur 5-6 bulan).

Demikian sedikit gambaran mengenai fase pemeliharaan ternak babi ya. Dilapangan mungkin penerapannya bervariasi  tergantung pada ukuran peternakan, model pengelolaan, dan jenis babi yang dipelihara.

Referensi :

  1. https://www.savewater-china.com/info/pig-production-cycle_i0026.html
  2. https://www.researchgate.net/figure/Environmental-enrichment-during-farrowing-and-lactation-period-A-Designed-farrowing_fig1_336168152
  3. https://porkcheckoff.org/pork-branding/facts-statistics/life-cycle-of-a-market-pig/
Prospek dan Tantangan Peternakan 2024

Prospek dan Tantangan Peternakan 2024

Prospek peternakan di Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan akan tetap positif. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,15% pada tahun 2024. Pertumbuhan ekonomi yang positif akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga permintaan akan produk peternakan juga akan meningkat.
  • Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Protein hewani merupakan sumber nutrisi yang penting bagi kesehatan, sehingga permintaan akan produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu, diperkirakan akan terus meningkat.
  • Pemerintah Indonesia yang terus mendorong pengembangan industri peternakan. Pemerintah telah menetapkan target swasembada daging sapi pada tahun 2026. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti penyediaan bibit ternak yang berkualitas, pemberian subsidi, dan pengembangan teknologi peternakan.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, komoditas peternakan yang diperkirakan akan memiliki prospek yang baik di tahun 2024 adalah:

  • Daging sapi. Permintaan akan daging sapi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.
  • Telur. Permintaan akan telur juga diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.
  • Susu. Permintaan akan susu juga diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani.

Selain komoditas-komoditas tersebut, komoditas peternakan lain yang juga memiliki prospek yang baik di tahun 2024 adalah:

  • Daging ayam
  • Daging kambing
  • Daging domba
  • Susu sapi
  • Susu kambing

Untuk memanfaatkan prospek yang baik tersebut, para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya. Selain itu, para pelaku usaha peternakan juga perlu berinovasi dan mengembangkan produk baru yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Selain prospek yang positif, industri peternakan juga menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

  • Harga pakan yang tinggi. Harga pakan merupakan salah satu biaya produksi yang paling besar dalam usaha peternakan. Harga pakan yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi juga menjadi tinggi, sehingga akan mengurangi keuntungan usaha peternakan.
    Image of Harga pakan yang tinggi
  • Kelangkaan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usaha peternakan. Namun, saat ini, tenaga kerja yang terampil di bidang peternakan masih terbatas. Hal ini akan menyebabkan kesulitan bagi pelaku usaha peternakan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas.
    Image of Kelangkaan tenaga kerja
  • Penyakit hewan. Penyakit hewan merupakan salah satu ancaman serius bagi industri peternakan. Penyakit hewan dapat menyebabkan kematian ternak, sehingga akan menurunkan produksi dan pendapatan usaha peternakan. Semua ternak memiliki resiko penyakit yang harus diwaspadai, seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumphy Skin Disease (LSD) pada ternak sapi, African Swine Fever (ASF) pada ternak babi, Newcastle Disease, Avian Influenza, Infectious Bursal Disease dan Infectious Coryza pada unggas.
  • Perubahan iklim. Perubahan iklim dapat berdampak negatif terhadap industri peternakan. Perubahan iklim dapat menyebabkan kekeringan, banjir, dan hama, sehingga akan mengganggu produksi ternak.
    Image of Perubahan iklim

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, para pelaku usaha peternakan perlu melakukan berbagai upaya, antara lain:

  • Mencari sumber pakan alternatif. Para pelaku usaha peternakan perlu mencari sumber pakan alternatif yang lebih murah dan tersedia secara lokal.
  • Meningkatkan produktivitas ternak. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan produktivitas ternak agar dapat mengurangi biaya produksi.
  • Meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha.
  • Meningkatkan biosekuriti. Para pelaku usaha peternakan perlu meningkatkan biosekuriti untuk mencegah penyebaran penyakit hewan. Vaksinasi juga menjadi faktor penting dalam program pengendalian penyakit. Baca juga : Biosekuriti di era new normal
  • Beradaptasi dengan perubahan iklim. Para pelaku usaha peternakan perlu beradaptasi dengan perubahan iklim dengan menerapkan praktik peternakan yang lebih ramah lingkungan.

Jadi peluang itu ada, hanya kita harus benar-benar berhitung dan mempersiapkan semuanya dengan matang. Dengan kita siap dan mampu menghadapi tantangan-tantangan yang ada saat ini, industri peternakan di Indonesia diharapkan dapat terus berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani.

Referensi :

  1. https://www.idxchannel.com/economics/harga-pakan-ternak-terlalu-tinggi-ternyata-ini-sebabnya
  2. https://buletin.bpdp.or.id/?p=1015 Isu kelangkaan tenaga kerja ditengah pandemi
Biosekuriti pada Peternakan Babi

Biosekuriti pada Peternakan Babi

Persepsi tentang pentingnya kesehatan hewan dan hubungannya dengan biosekuriti semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena adanya penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan Porcine Epidemic Diarrhoea (PED). Biosekuriti yang lebih baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan berkontribusi mengurangi penggunaan antibiotik. Biosekuriti dapat didefinisikan sebagai penerapan langkah-langkah yang bertujuan untuk mengurangi resiko kemungkinan masuknya patogen (eksternal) dan penyebaran patogen lebih lanjut di dalam peternakan (internal).

Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit idealnya menjadi referensi dalam menentukan strategi biosekuriti di lapangan. Dalam menyusun program biosekuriti yang efektif, dokter hewan harus mengetahui bagaimana penyakit ditularkan, resiko dan kepentingannya, tindakan mitigasi mana yang dianggap lebih efektif dan bagaimana mengevaluasi biosekuriti yang dijalankan dan perubahan yang mungkin diperlukan. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini kita akan belajar bersama tentang tinjauan teknis yang bisa menjadi sumber informasi mengenai langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal untuk mengurangi resiko penyakit pada peternakan babi, epidemiologi penyakit serta analisis resiko dan penilaian biosekuriti.

Pencegahan penyakit menular pada babi penting untuk kesejahteraan hewan dan produktivitas ekonomi. Selain itu, pencegahan juga penting untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat ketika patogen zoonosis menjadi perhatian. Biosecurity mencakup semua aspek pencegahan patogen masuk dan menyebar dalam kelompok hewan. Penerapan langkah-langkah biosekuriti di sepanjang rantai produksi meminimalkan risiko masuknya patogen baru ke dalam peternakan, serta penyebarannya di dalam peternakan. Namun demikian, implementasi program biosekuriti yang berkelanjutan dan peningkatannya yang berkelanjutan masih menjadi tantangan bagi banyak peternakan babi.

Konsep biosekuriti pada peternakan babi global ada sejak dekade 1960, dimana produksi babi bergeser secara progresif dari sistem peternakan kecil skala keluarga menuju industri skala besar.  Lalu pada dekade 1980, konsep “minimal disease” atau “specific-pathogen free farms” mulai umum dan mengarah pada konsep biosekuriti yang lebih modern. Definisi awal tentang biosekuriti adalah sebagai bentuk keamanan dari penularan penyakit menular, parasit dan hama. Konsep dan persepsi penyakit telah berubah dari level individu ke peternakan dan dari peternakan ke wilayah karena hal ini menjadi salah satu elemen kunci dalam keberhasilan produksi ternak babi.

BIOSEKURITI EKSTERNAL

Secara umum, biosekuriti eksternal dapat dipahami secara intuitif sebagai pemblokiran peternakan dari bahaya yang datang dari dunia luar. Tindakan ini berfungsi sebagai penghalang fisik yang melarang/membatasi masuknya hewan, manusia, atau kendaraan tertentu.

Lalu lintas ternak. Pengenalan induk pengganti/masuknya hewan baru atau penggunaan semen menjadi faktor resiko tertinggi dalam penularan patogen baru jika kita tidak mengerti asalnya. Untuk menjaga produktifitas ternak babi tetap baik, maka proses peremajaan induk harus dilakukan. Minimal dalam 2-2,5 tahun, umumnya populasi indukan akan berganti agar usaha peternakan tetap optimal. Calon induk bisa diperoleh dari produksi kandang sendiri dengan memilih anakan betina unggul yang dihasilkan, atau membeli dari peternakan lain yang terpercaya. Namun, membeli calon induk dari luar ini ada konsekwensi ganda, yaitu semakin tinggi frekuensi entri baru, semakin tinggi kemungkinan masuknya patogen baru dan semakin tinggi tingkat penggantian induk, semakin sulit mempertahankan level kekebalan dalam kawanan terhadap patogen yang sudah ada di kandang.

Dengan asumsi bahwa masih banyak peternakan yang bergantung pada calon induk eksternal, maka cara pengelolaan hewan baru tersebut akan menjadi kunci keberhasilan. Proses  karantina harus dilakukan untuk memastikan calon induk baru tidak menjadi sumber penularan patogen baru di kandang kita, baru kemudian dilanjutkan dengan proses aklimatisasi untuk mengenalkan calon induk dengan patogen yang sudah bersirkulasi dikandang dan beradaptasi sehingga saat nanti dimasukkan dalam kawanan sudah siap. Proses karantina yang dirancang dan dikelola dengan baik adalah tindakan paling efektif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan masuknya patogen eksternal.

Jika kita baru mengawali usaha peternakan babi, proses karantina harus dikelola dalam sistem all-in/all-out (AIAO) yang ketat untuk menghindari potensi penularan patogen antar batch calon induk yang berbeda. Peternak idealnya harus sudah menetapkan target produksi, kapasitas kandang dan memikirkan alur pemasukan ternak dengan baik agar performa yang dihasilkan stabil. Sistem AIAO ini bisa dilakukan dengan intervensi penggunaan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus pada calon induk. Ingat, semakin besar jumlah batch kawanan induk/calon induk, maka semakin besar ruang yang dibutuhkan untuk menampungnya.

Lokasi kandang karantina yang ideal adalah >1 km dari unit kandang babi lainnya. Jarak ini relatif aman untuk mengantisipasi penularan sebagian besar patogen, terutama yang melalui udara dan juga menurunkan resiko penularan karena vektor hewan pengerat, lalat, dll. Yang patut menjadikan perhatian adalah virus Aujeszky, virus penyakit mulut dan kuku (PMK), porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS), dan bakteri Mycoplasma hyopneumoniae karena telah dilaporkan berpotensi ditularkan melalui udara dari radius yang lebih jauh.

Peternakan modern telah menambahkan filter udara khusus untuk mengantisipasi tantangan ini. Filter HEPA adalah gold standard untuk penyaringan udara karena dapat menahan debu atau partikel yang berukuran mikron. Dalam kondisi laboratorium, kombinasi filter halus (EU kelas M dan F) menghasilkan efektifitas penyaringan > 98% terhadap virus equine arteritvis dan > 99,9% terhadap bakteri Actinobacillus pleuropneumoniae (APP), sedangkan filter MERV 14 (EU 8) atau filter polypropylene berlapis yang diperlakukan dengan senyawa mikrobiosidal sepenuhnya efisien untuk memblokir virus PRRS atau M. hyopneumoniae.

Lalu, berapa lama proses karantina yang baik? Hal ini tergantung 3 elemen, yaitu masa inkubasi penyakit yang terdeteksi, durasi penularan penyakitnya dan waktu untuk menegakkan diagnosa. Observasi status kesehatan ini dilakukan dengan pemeriksaan calon induk setiap hari, dan jika ditemukan hasil positif patogen yang tidak diinginkan, maka isolasi juga harus diperpanjang sampai status kesehatannya baik sebelum lanjut ke proses aklimatisasi.

Perlu dicatat bahwa proses karantina dan aklimatisasi adalah konsep yang agak bertentangan dan berbeda. Karantina bertujuan untuk menghindari masuknya patogen yang dibawa oleh hewan baru yang masuk sehingga mewajibkan meminimal kontak (lokasi sebaiknya terpisah), sedangkan aklimatisasi adalah proses lanjutannya yang dilakukan untuk mengembangkan kekebalan terhadap patogen yang ada di peternakan yang  membutuhkan kontak dekat antara hewan baru baru dan kawanan yang sudah ada di kandang ataupun dengan vaksinasi.

Lalu lintas Orang dan Kendaraan. Orang dan kendaraan dapat menjadi jalur penting untuk penularan penyakit di peternakan. Peternakan biasanya menerima kunjungan orang dan kendaraan baik itu pekerja kandang, dokter hewan, tukang, pengangkutan bahan pakan dan bangkai. Fomites (sepatu bot, pakaian, peralatan dll)  dan orang melalui kulit yang terkontaminasi dapat menyebarkan patogen seperti Salmonella, PRRS, PED, TGE, Brachyspira atau Lawsonia.

Risiko yang terkait dengan kunjungan dapat diminimalkan dengan kombinasi tindakan penghalangan dan peraturan yang membatasi lalu lintas ke area pemeliharaan ternak. Sebaiknya hanya yang berkepentingan saja yang memiliki akses ke dalam lokasi kandang atau jika memang harus masuk maka ada peraturan yang harus ditaati untuk meminimalkan risiko.

Penetapan batasan area bersih dan kotor sangatlah penting.  Bersihkan area yang berada di dalam perimeter peternakan dan  yang bersentuhan dengan ternak babi. Pintu masuk, dinding, kamar mandi, ruang ganti, jalur transportasi harus dibedakan dengan jelas sehingga tidak ada yang boleh melintasi area kotor menuju area bersih tanpa didekontaminasi.

Pagar pembatas dengan pintu tertutup permanen sebaiknya hanya bisa dibuka dari dalam lokasi peternakan, sedangkan pagar keliling juga penting untuk membatasi akses hewan liar seperti babi hutan, anjing, kucing dll. Area parkir sebaiknya ada diluar peternakan, terlebih kendaraan yang tamu.

Kendaraan, pengemudi dan pekerja yang terlibat pengiriman bahan pakan atau mengumpulkan hewan mati sebaiknya juga dipikirkan dengan matang agar kontak bisa diminimalkan. Penempatan gudang pakan/silo, sebaiknya diluar area kandang sehingga mobil tidak mempunyai akses untuk kontak dengan ternak. Sedangkan untuk penanganan hewan mati/bangkai, sebaiknya juga ada jalur khusus yang berbeda dan tidak melewati area ternak sehingga kendaraan pengangkut bangkai ini mudah dalam mengakses tempat penampungan bangkai yang ditempatkan di luar pagar pembatas dan menghindari truk pengumpul memasuki peternakan.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan aturan untuk memasuki fasilitas yang berhubungan langsung dengan ternak. Dalam kondisi apapun kendaraan, pengemudi, atau personel asisten lainnya tidak boleh melakukan kontak dengan hewan jika tidak ada keperluan, karena kotoran yang terkontaminasi dalam jumlah kecil di alas kaki/pakaian pengemudi cukup untuk menginfeksi peternakan. Jika ada dokter hewan luar yang perlu masuk ke lokasi kandang, sebaiknya sudah mendapatkan persetujuan terkait maksud dan tujuannya.

Idealnya, prosedur biosekuriti sebelum masuk ke lokasi ternak mewajibkan minimal 24-48 jam sebelumnya tamu tidak ada kontak dengan ternak lain. Di peternakan dengan standar yang baik membutuhkan setidaknya mencuci tangan/mandi, mengganti pakaian luar dan sepatu bot, semprot/celup desinfektan dan sinar UV untuk barang-barang bawaan (HP, laptop dll) karena  resiko penularan dari kontaminasi rambut atau adanya patogen di mukosa oronasal.

Terkait ancaman African Swine Fever (ASF) saat ini, maka konsumsi produk daging babi di peternakan harus dihindari.

Transportasi hewan. Walaupun masih termasuk kendaraan, akan tetapi kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut hewan antar peternakan atau ke rumah jagal dan pengemudinya dapat memiliki peran penting dalam transmisi patogen antar peternakan. Bagaimana sebaiknya pengaturannya?

Kendaraan ini sebaiknya memang diinvestasikan khusus untuk transportasi ternak yang aman saja. Sebaiknya truk yang ditujukan untuk pengangkutan calon induk, tidak boleh digunakan untuk mengangkut hewan ke rumah potong hewan.  Oleh karena itu, membuat daftar batasan untuk setiap kendaraan beserta desain rutenya akan menjadi langkah pertama yang krusial, kemudian penetapan prosedur proses pembersihan dan disinfeksi truk harus dilakukan secara terencana dan teliti.

Agar pembersihan dan disinfeksi kendaraan ini efektif, maka  prosesnya harus mencakup pembersihan bahan organik terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembersihan dengan air (sebaiknya air panas dan sabun/kerak), lalu dikeringkan dan terakhir baru proses desinfeksi dengan desinfektan. Jadi pastikan materi organik dari setiap sudut dan ceruk di bak truk bisa dibersihkan agar kinerja desinfektan bisa optimal. Tantangan terjadi di musim dingin, karena pengeringan truk secara alami bisa memakan waktu berhari-hari.

Proses transportasi ternak adalah salah satu situasi paling kritis karena terkait kontak hewan di peternakan dengan kendaraan dan atau orang dari luar peternakan. Dengan situasi tantangan ASF saat ini, pendekatan terbaik untuk meminimalkan risiko adalah membangun lokasi khusus untuk bongkar muat di lingkungan kandang (perbatasan area bersih/kandang dan kotor/area truk parkir) atau meeting point yang agak jauh dari area kandang (kendaraan penjual dan pembeli bertemu dengan tetap meminimalkan kontak).

Lingkungan. Lokasi peternakan yang saling berdekatan juga menjadi tantangan tersendiri. Probabilitas infeksi karena lokasi peternakan akan bervariasi dan dipengaruhi oleh populasi, jenis peternakan (pembibitan/penggemukan), keberadaan rumah pemotongan hewan (RPH), tempat pembuangan sampah atau bangkai dalam radius 1 km ke peternakan dapat meningkatkan kemungkinan tersebut.

Salah satu kemungkinan jalur penularan patogen antar tetangga adalah penyebaran melalui udara yangmana juga bervariasi tergantung kondisi cuaca dan kondisi tanah. PMK bisa menular hingga 10 km lebih, apalagi saat terjadi kelembaban tinggi > 60%, kecepatan angin rendah dengan arah stabil, suhu di < 27C dan tidak ada curah hujan. Untuk PRRSV, salah satu faktor utama kelangsungan hidup virus di aerosol adalah suhu dengan waktu paruh yang sangat singkat (kurang dari 30 menit) pada suhu 20C. Dalam kasus PRRSV, studi selama 2 tahun menunjukkan bahwa suhu dingin, tingkat sinar matahari yang rendah, angin dengan kecepatan rendah bersamaan dengan hembusan, peningkatan kelembaban dan tekanan adalah kondisi yang lebih mungkin mendukung transmisi via udara.

Jalur via udara, penularan patogen terkait dengan lingkungan adalah hewan pengerat, vektor mekanis seperti lalat, dan hewan lain (anjing, kucing) atau burung. Hewan pengerat, tikus, walaupun radius aksinya normal <150 m ternyata dapat menjadi pembawa banyak patogen yang menyerang babi, seperti beberapa serovar Salmonella, Leptospira, Yersinia pseudotuberculosis, Toxoplasma gondii, Campylobacter spp., Brachyspira spp., Lawsonia intracellularis atau virus encephalomyocarditis. Lalat yang mempunyai radius terbang 2-3 km dapat bertindak sebagai vektor mekanik untuk penularan PRRS, Streptococcus suis, atau Brachyspira spp. 

Beberapa spesies burung telah dikaitkan dengan wabah penyakit penyakit seperti TGE, Salmonella, Lawsonia intracellularis, Brachyspira hyopdisenteriae dan E. coli dan dapat bertindak sebagai reservoir. Penempatan jaring biasanya cukup membantu mengurangi resiko ini.

Pakan dan air. Bahan pakan itu sendiri umumnya tidak menimbulkan risiko karena kondisi higienis dalam produksi, terutama jika pakan tersebut diberi perlakuan panas. Misalnya, pembuatan pelet mampu menghilangkan porcine epidemic diarrhea virus (PED) dari bahan  pakan yang terkontaminasi. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa virus PED, ASF, senecavirus-A (SVA), CSF(classical swine fever/hog cholera), Pseudorabies (PRV), dan PMK dapat ditemukan didalam bungkil kedelai, suplemen vitamin D, lisin dan kolin.

Strategi mitigasi proaktif terkait rantai bahan baku bisa dilakukan dengan mengembangkan fasilitas penyimpanan dan menentukan jadwal sampling untuk bahan yang dianggap berisiko lebih tinggi. Batasi lalu lintas orang (karyawan di pabrik pakan dan pengunjung, seperti tamu, supir truk, dan orang subkontraktor) dan kendaraan yang beresiko mengkontaminasi fasilitas pembuatan pakan.

Penambahan aditif seperti asam organik (format, laktat atau propionat), asam lemak dan minyak esensial telah terbukti memiliki khasiat melawan patogen tertentu. Penambahan formaldehyde telah terbukti efektif dalam mencegah risiko yang terkait dengan PED dan Salmonella, selain juga dapat menyebabkan perpindahan bakteri yang merugikan pada usus babi.  Mengingat pentingnya pakan untuk ternak, maka sangat disarankan untuk membeli dari pemasok yang memiliki reputasi baik dengan sistem jaminan mutu yang diakui.

Terkait dengan kontaminasi air minum, penyakit yang secara klasik dikaitkan adalah leptospirosis. Leptospira dari tikus dan hewan lain dapat mencemari air. Sebagian besar patogen yang mengikuti siklus penularan fekal-oral berpotensi terbawa melalui air, oleh karena itu, kualitas bakteriologis air harus diperiksa secara rutin minimal 1x setahun. Biofilm pada tangki dan pipa harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur, selain juga pengolahan sumber air merupakan alat penting dalam manajemen risiko. Teknik pengolahan air umum yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan kontaminan kimia dan biotik secara fisik melalui filtrasi (sistem reverse osmosis dan/atau menonaktifkan patogen dengan menerapkan sinar ultraviolet atau disinfektan oksidan kimia seperti klorin, kloramin dan ozon.

BIOSEKURITI INTERNAL

Biosekuriti internal bertujuan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran patogen setelah peternakan terinfeksi. Hal ini meliputi langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan ternak, kebersihan umum fasilitas, pembersihan dan disinfeksi dan, dan juga personel.

Manajemen. Langkah-langkah terkait managemen ini bertujuan untuk mengelola ternak dengan mengontrol alur pemeliharaan untuk menghindari pencampuran babi dari kelompok umur yang berbeda. Pengaturan alur ini dapat dicapai dengan penerapan ketat sistem AIAO yang dilengkapi dengan pembersihan dan disinfeksi fasilitas untuk kelompok hewan baru.

Sistem AIAO dilaporkan efektif untuk mengurangi sirkulasi patogen sehingga mampu mengurangi jumlah dan variasi aplikasi penggunaan obat di peternakan. Walaupun demikian, kontrol alur ini ternyata belum cukup untuk kontrol semua penyakit, terutama untuk penyakit-penyakit yang penularannya dapat terjadi saat persalinan seperti PRRS, cross fostering, bahkan di antara ternak dalam satu kawanan yang sama.

Yang perlu kita pahami saat memelihara ternak babi adalah bahwa induk babi yang kita pelihara menjadi reservoir bagi banyak patogen yang ada di lokasi peternakan. Oleh karena itu, sejak akhir 1970-an sistem penyapihan dini mulai dipelajari dan dipraktekkan untuk mencegah penularan patogen sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu, walaupun hal ini sedikit mengabaikan aspek animal welfare.

Hal praktis lainnya yang juga harus diperhatikan adalah menetapkan rutinitas kerja bagi anak kandang untuk  mengatur lalu lintas orang. Rekomendasi yang ideal dalam handling ternak adalah membuat alur kerja mengikuti alur babi, yaitu dari yang umur muda ke yang lebih tua. Jadi pekerja yang sudah bekerja di unit penggemukan tidak boleh masuk ke kandang pembibitan untuk meminimalkan resiko.

Fasilitas Kandang. Desain dan bahan kandang, alas dan partisi/pembatas antar pen serta segala fasilitasnya harus berkontribusi mengurangi resiko penularan penyakit atau menghambat penyebarannya. Saat memulai usaha peternakan babi, maka sangat disarankan untuk merancang layout kandang yang baik sehingga alur pemeliharaan memungkinkan untuk ternak berpindah ke fase pemeliharaan selanjutnya tanpa melewati kandang bacth yang lebih muda.

Pengaturan untuk pekerja bisa dibedakan areanya dengan identitas yang berbeda (seragam, sepatu bot atau cat tembok yang berbeda antar fase pemeliharaan) sehingga pelanggaran wilayah kerja bisa diminimalkan karena pekerja dengan mudah akan teridentifikasi.

Contoh, lantai logam dan plastik lebih bersih baik digunakan untuk kandang melahirkan, walaupun mungkin sedikit kurang nyaman untuk ternak dan alas jerami mungkin lebih nyaman, tetapi meningkatkan risiko wabah diare. Sistem ventilasi juga harus ditambahkan agar sirkulasi lebih baik dan mengurangi jumlah mikroorganisme di lingkungan, terutama patogen pernapasan.

Pembersihan dan Desinfeksi Kandang. Mirip dengan proses pada truk, kandang juga harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah organik, lalu dicuci dengan air sabun/air panas, bilas dan dikeringkan, baru kemudian di desinfeksi.  Streptococcus suis dapat diantisipasi dengan penggunaan desinfektan yang mengandung senyawa fenil, klorin, dan yodium.

Kemudian terkait tindakan higienis saat pemberian vaksin dan obat-obatan, managemen jarum suntik harus dijalankan dengan baik. Seringkali pekerja melihat penggantian jarum sebagai pemborosan waktu sehingga perlu diingatkan dan dimonitor agar transmisi penyakit karena penggunaan jarum tidak dilakukan.  Idealnya adalah 1 induk 1 jarum, atau 1 jarum untuk 1 induk dan anak sekelahirannya.

Pekerja Kandang. Personel yang bekerja di peternakan juga memegang peran penting untuk menjaga biosekuriti internal. Misalnya, seorang pekerja di fase penggemukan tidak boleh pergi ke kandang breeding melahirkan. Untuk memudahkan, umumnya ada pewarnaan area dinding, alas kaki/bot dan pakaian seragam yang berbeda antar fase pemeliharaan.

Penggunaan sarung tangan, mencuci tangan secara berkala, dan perawatan footbath untuk merendam alas kaki akan mengurangi dampak pekerja yang bertindak sebagai sumber penularan. Khusus untuk foot bath membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk menghindari penumpukan bahan organik yang berlebihan yang berpotensi menurunkan kinerja desinfektan. Waktu kontak menjadi point utama dalam pemilihan disinfektan mengingat proses ini berjalan relatif cepat. Jika di lokasi peternakan tidak tersedia footbath, maka paling ideal adalah memiliki alas kaki khusus di setiap fase pemeliharaan.

Agar proses desinfeksi optimal, sangat disarankan untuk terlebih dahulu membersihkan sepatu bot dari material organik dengan menggunakan sikat dan air sabun, baru diikuti proses perendaman sepatu bot yang sudah bersih ke dalam larutan disinfektan minimal 5 menit. Larutan desinfektan sebaiknya juga diganti setiap hari.

PENILAIAN BIOSEKURITI.

Tidak ada sistem yang sempurna, oleh karena itu saat sebuah peternakan sudah merancang dan menerapkan program biosekuriti harus tetap dilakukan evaluasi secara berkala. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti mana yang harus ditingkatkan atau diterapkan terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan pengenalan dan/atau penyebaran penyakit. Evaluasi ini  memungkinkan untuk meningkatkan manajemen risiko yang terkait dengan penularan penyakit baik di tingkat peternakan maupun di tingkat wilayah sehingga juga mampu meningkatkan motivasi dan kesadaran pada peternak, pekerja dan dokter hewan.

Menilai list program biosekuriti juga termasuk mengukur rute potensial untuk penularan penyakit. Survei terkait epidemiologi termasuk pertanyaan yang mengevaluasi langkah-langkah biosekuriti eksternal dan internal yang diterapkan pada berbagai rute pengenalan dan penyebaran patogen dapat digunakan.

Penilaian Berdasarkan Skor. Penilaian biosekuriti ini yang paling umum dilakukan yang didasarkan pada nilai standart yang ditetapkan tenaga ahli biosekuriti.

Beberapa sistem penilaian sudah dikembangkan, antara lain adalah yang dikembangkan peneliti  dari Universitas Ghent (Biocheck UGent™), dimana nilai praktik biosekuriti dan jalur yang berbeda untuk penularan penyakit dikalikan dengan faktor bobot yang memperhitungkan kepentingan relatifnya, sehingga memperoleh skor berbasis risiko. Sistem evaluasi diatas serupa dengan sistem BioAsseT. Selain evaluasi yang bersifat umum, ada juga dilaporkan sistem yang secara khusus mengevaluasi untuk patogen tertentu (PRRS, Brachyspira hyodysenteriae, Mycoplasma hyopneumoniae). Beberapa metode statistik untuk mengembangkan skor biosekuriti berdasarkan peringkat praktik biosekuriti menurut kepentingannya juga jamak diterapkan di peternakan.

Penilaian Biosecurity dengan Probabilitas. Model statistik multivariat, Bayesian Belief Networks dan mesin algoritma adalah beberapa model statistik yang digunakan untuk mengukur kemungkinan terjadinya penyakit dan untuk mengevaluasi dampak penerapan program biosekuriti. Metode ini mungkin berguna untuk pengembangan alat untuk mengukur, membandingkan, dan mengelola praktek biosekuriti.

Penilaian resiko kuantitatif yang dijelaskan oleh OIE mungkin juga berguna untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit dan untuk memprioritaskan tindakan biosekuriti berdasarkan dampaknya terhadap kemungkinan penularan penyakit. Tujuan akhir dari analisis risiko adalah untuk memberikan bukti yang mendukung keputusan yang diambil untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit. Model ini mempertimbangkan jalur dan peristiwa yang berbeda dimana patogen dapat diperkenalkan dan ditransmisikan. Probabilitas didasarkan pada pengetahuan terbaik saat itu dengan mempertimbangkan ketidakpastian/variabilitas, dan kemudian ditentukan probabilitas untuk setiap jalur dan secara global dengan indikasi interval kepercayaan. Model penilaian risiko kuantitatif terutama digunakan untuk memperkirakan probabilitas pengenalan penyakit di tingkat negara dan untuk penyakit tertentu.

Model penilaian resiko kuantitatif juga memiliki beberapa keterbatasan karena rumit, memakan waktu dan membutuhkan banyak data yang tidak selalu tersedia. Namun demikian, metode ini membantu dalam memperkirakan kemungkinan masuknya penyakit berdasarkan praktek biosekuriti yang ada sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan mengenai tindakan biosekuriti apa saja yang harus diprioritaskan.

Desain dan Implementasi Program Biosekuriti. Program biosekuriti dapat dirancang untuk penyakit tertentu dan fokus pada langkah-langkah terhadap penyakit itu, atau bisa lebih umum dan dapat dirancang untuk mengurangi resiko yang umum terhadap beberapa penyakit yang berbeda. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daftar penyakit yang bersirkulasi di peternakan dan resiko penyakit lain tidak diinginkan, untuk kemudian dilakukan identifikasi rute penularan yang mungkin terjadi sehingga tindakan pencegahan dapat disiapkan di tempat yang paling efektif.

Setelah program disepakati, maka untuk pelaksanaanya harus dibuat aturan yang detail yang menjelaskan langkah demi langkah tindakan yang akan diterapkan serta disosialisasikan ke seluruh pekerja yang terlibat di peternakan. Training dan pelatihan biosekuriti ini idealnya dilakukan secara periodik untuk menjaga level kewaspadaan tetap tinggi, karena jika program berhasil terkadang bisa membuat kita lengah dan terjadi pelonggaran dalam penerapannya dilapangan. Program ini harus dipahami oleh semua tanpa terkecuali dan ada team khusus yang mengawasi.

Faktor lain yang berdampak besar dalam penerapan langkah-langkah biosekuriti adalah persepsi resiko penyakit dan konsekuensinya di peternakan. Tantangan terbesar praktek biosekuriti ini umumnya terjadi di lingkungan komplek peternakan, dimana tidak semua peternak memiliki pemahaman dan level biosekuriti yang sama. Kekompakan seringnya baru terwujud ketika wabah sudah terlanjur masuk ke area peternakan.  Seharusnya, program biosekuriti dalam suatu komplek peternakan bisa disinergikan sehingga potensi penularan penyakit antar tetangga bisa diminimalkan saat ada wabah terjadi.  Jadi semua peternak harus berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit.

Kesimpulan
Biosekuriti menjadi elemen penting dalam produksi ternak, khususnya dalam sistem pemeliharaan intensif di peternakan skala industri. Upaya menghindari pengenalan patogen baru dan membatasi penyebarannya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan babi, produktivitas peternakan dan juga akan berkontribusi pada kesehatan masyarakat.  Pengetahuan yang lebih baik tentang epidemiologi penyakit babi akan berkontribusi pada desain program biosekuriti yang tepat sasaarn. Pastikan semua pihak yang terkait ikut berpartisipasi dan terlibat, serta lakukan evaluasi dan training berkelanjutan untuk menjaga tingkat kewaspadaan tetap tinggi. Baca juga : Biosekuriti di Era New Normal

Referensi :

  1. https://link.springer.com/article/10.1186/s40813-020-00181-z Biosecurity in Pig Farm : a review
Inseminasi Buatan pada Peternakan Babi

Inseminasi Buatan pada Peternakan Babi

Teknologi reproduksi terus mengalami perkembangan, termasuk inseminasi buatan (IB) yang telah berhasil digunakan pada peternakan babi selama beberapa dekade. IB sangat penting untuk mengatasi tantangan masa depan dalam industri babi dan untuk meningkatkan produktivitas. Kita saat ini akan belajar bersama terkait IB, baik dari sisi sejarah, managemen reproduksi dan teknik aplikasinya.

https://www.researchgate.net/publication/298938043_An_overview_of_swine_artificial_insemination_Retrospective_current_and_prospective_aspects

 

Perkembangan IB di Dunia

Keberhasilan beternak babi dengan inseminasi buatan (IB) dapat dikaitkan dengan peningkatan fertilitas, efisiensi tenaga kerja, genetika, dan produksi. Metode IB pada peternakan babi telah dimulai tahun 1926 – 1940 di Rusia, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Peralihan industri produksi babi dari proses kawin alami ke IB dilaporkan di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya pada tahun 1960-an dan 50-75% peternakan komersial sudah menggunakan IB pada tahun 1980-an, dimana tahun itu juga telah didirikan pusat IB dengan sejumlah besar babi ditempatkan untuk produksi semen. Pada tahun 1990-an, sebagian besar babi komersial di Eropa telah dihasilkan melalui penggunaan proses IB. Pada tahun 2000, peningkatan penggunaan IB di seluruh dunia telah terjadi dengan beberapa negara membiakkan hampir semua babi dengan IB. Adopsi di banyak negara berkembang juga terjadi meskipun ada keterbatasan infrastruktur yang signifikan.

Perkembangan yang signifikan memang terlihat dari penggunaan IB. Catatan industri yang melibatkan ratusan ribu induk babi menunjukkan bahwa sejak tahun 1990  tingkat reproduksi untuk farrowing mencapai 80-90% dengan jumlah anakan 11-13 ekor. Sedangkan tahun 2014, untuk 1,3 juta induk babi menunjukkan tingkat farrowing 86% dengan jumlah anakan 14 ekor.  Saat ini, IB juga berfungsi sebagai pintu gerbang teknologi reproduksi baru seperti sexed semen, cryopreserved sperm, dan metode baru untuk transfer gen.

Keunggulan IB

Untuk produksi ternak, keunggulan IB telah diketahui pada tahun 1950-an. Teknik IB ini memungkinkan pengumpulan pejantan unggul di satu lokasi untuk memproduksi ratusan dosis semen IB yang dapat disimpan untuk waktu yang lama sebelum dikirim ke peternakan yang berbeda pada jarak yang jauh. Semen dapat disimpan dalam bentuk beku selama berbulan-bulan sampai  bertahun-tahun. Keuntungan menggunakan IB pada peternakan babi yaitu 1) hanya sedikit atau tidak ada pejantan  yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya pakan, kandang, dan medis. 2) dapat menghemat waktu dan tenaga selama musim kawin jika dibarengi dengan sinkronisasi estrus. 3) dengan manajemen yang tepat, biosekuriti yang baik, komitmen waktu, dan keterampilan operator kandang akan mampu meningkatkan kualitas ternak karena proses perbaikan genetik yang terjadi.

Program perbaikan genetik sangat mungkin dilakukan dengan metode IB, karena kita bisa melakukan kawin silang sesuai dengan tujuan peternakan kita. Fondasi dari sistem ini bergantung pada pemeliharaan breed murni dan seleksi di dalamnya untuk perbaikan dan distribusi gen-gen pilihan tersebut di seluruh rantai produksi. Pada tahun 1960-an, sistem piramida genetik dikembangkan di Inggris dan kemudian diadopsi di tempat lain. Baca juga : Ras Babi Dunia

Salah satu tujuan awal IB adalah untuk mengurangi kejadian penularan penyakit kelamin pada breeding dan juga penyakit reproduksi penting yang bisa ditularkan melalui kontak langsung. Jadi point penting yang harus diperhatikan adalah kita sebagai peternak harus tahu reputasi dari sumber semen yang akan kita beli, untuk memastikan kualitasnya. Kita harus memastikan IB yang kita lakukan ini aman dari penularan penyakit yang dapat menyebabkan masalah yang terkait dengan kerusakan sperma, kegagalan kehamilan, aborsi, kehilangan embrio, dan endometritis. Ingat, semen bisa menjadi sumber penularan ya, jadi pastikan kita memiliki sumber yang terpercaya dan reputasi baik.

Efisiensi tenaga kerja dan produksi juga dapat dirasakan jika kita melakukan IB di breeding kita. Tenaga kerja dan efisiensi produksi yang terkait dengan IB telah berubah secara dramatis dari kawin alami yang umumnya membutuhkan 22 menit/induk untuk mendeteksi estrus dan proses kawin menjadi hanya 1-2 menit untuk deteksi estrus dan 4 menit untuk IB/induk. Namun demikian, kita tetap harus memiliki tenaga kandang yang berkualitas agar hasil bisa optimal. Deteksi estrus, pemilihan pejantan dan proses pelaksanana kawin secara IB memerlukan kecakapan dan sebaiknya operator disiapkan dengan baik dengan mengikuti pelatihan-pelatihan.

Kualitas semen yang dihasilkan pejantan unggul juga tergantung dengan fasilitas dan manajemen pemeliharaan pejantan yang baik. Evaluasi kesuburan babi untuk mengontrol kualitas semen yang dihasilkan umumnya dilakukan dengan melibatkan tes menggunakan spermiogram. Evaluasi mikroskopis untuk motilitas, kelainan ejakulasi dan evaluasi mikroskopis atau fotometrik untuk konsentrasi sperma ini telah berhasil selama bertahun-tahun dan penting untuk dilakukan. Semen babi telah dikoleksi dan dikembangkan dalam bentuk cair (fresh/segar) untuk IB komersial selama >40 tahun. Penggunaan extender berfungsi untuk menjaga kualitas semen, baik itu volume, pH, keseimbangan osmotik, dan stabilitas. Hingga tahun 1990, extender ini mampu mempertahankan kesuburan in vitro selama 3 hari sebelum terjadi penurunan yang signifikan.

Gambar diatas menunjukkan bagaimana proses IB dilakukan. Paling tidak, ada 4 metode yang sudah bisa dilakukan terkait IB di peternakan, yaitu cervical insemination, post-cervical insemination, deep intrauterin insemination dan intraoviductal insemination. Pada prinsipnya aplikasi ini berbeda tempat meletakkan semen di saluran reproduksi betina saja, namun kali ini kita akan fokus dengan cervical insemination mengingat kebanyakan peternak sudah bisa melakukannya. Baca juga : Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal 

Lalu, hal apa saja yang penting dalam pelaksanaan IB untuk memperbaiki performa reproduksi di peternakan kita? Berikut adalah kunci sukses aplikas IB yang harus kita perhatikan :

Deteksi Estrus

Kunci keberhasilan program IB adalah mendeteksi estrus (standing heat) pada gilt atau induk. Siklus birahi babi umumnya terjadi 21 hari, tetapi siklus ini dapat bervariasi antara 16-25 hari. Tanda-tanda estrus yang wajib kita ketahui adalah pembengkakan vulva berwarna merah, peningkatan vokalisasi, nafsu makan menurun, menjepit telinga, keluar lendir dari vulva, gelisah, menaiki betina lain dan standing heat.

Idealnya, pemeriksaan estrus dilakukan setiap 12 jam dengan menggunakan pejantan dewasa atau sex odor sprayer. Sebaiknya fasilitas kandang memungkinkan untuk pejantan bisa berjalan dan kontak langsung dengan betina atau biarkan pejantan berdiri di luar kandang sehingga betina bisa mencium keberadaannya. Kita harus melihat respon betina yang bereaksi “mendekat” terhadap kehadiran  pejantan, kita coba tekan punggungnya dengan mendorong atau duduk dengan lembut di atasnya untuk mendeteksi estrus. Jika betina ini “mengunci” ke posisinya dengan menjadi tidak bergerak dan menjepit telinganya dengan posisi tegak ke depan, maka inilah yang disebut dengan standing heat. Sebailknya, jika betina yang tidak dalam keadaan berahi akan berusaha melarikan diri saat tekanan diberikan ke punggungnya. Gilt atau calon induk biasanya menunjukkan estrus rata-rata selama 38 jam, sedangkan indukan selama 53 jam. Sebaiknya, lakukan pencatatan siklus estrus pada setiap betina untuk memaksimalkan tingkat keberhasilan kawin/pembuahan.

Sinkronisasi Siklus Estrus

Menyinkronkan betina dalam peternakan babi dapat bermanfaat untuk manajemen waktu dan keuangan selama sehingga kontinuitas produksi bisa dipertahankan. Ada metode alami dan sintetis untuk menyinkronkan induk babi dan gilt. Baca juga : All in All out System

Proses penyapihan anak babi yang menyusu dari induk babi biasanya dilakukan pada umur 3-4 minggu. Pada peternakan yang sudah modern dan menerapkan pig flow management yang baik, proses penyapihan ini dilakukan pada hari yang sama sehingga nantinya induk-induk ini bisa  mengalami estrus relatif bersamaan dalam 4-7 hari setelah sapih. Mendeteksi estrus pada induk ini lebih mudah dibandingkan pada calon induk sehingga intervensi yang biasanya dilakukan adalah penggunaan preparat hormon untuk menyerentakkan birahi pada calon induk. Usia dewasa  saluran reproduksi babi adalah sekitar 160 hari, tetapi calon induk umumnya baru mengalami pubertas sekitar umur 200 hari.

Untuk memancing birahi pada calon induk babi, maka pada saat prapubertas (160-180 hari) bisa dilakukan beberapa alternatif metode, yaitu : metode transport (memindahkan calon induk dari kandang ke kandang atau pencampuran gilt prapubertas yang dapat menyebabkan estrus dalam 5-7 hari, metode boar (mengekspos gilt dengan penglihatan, aroma, suara, dan kehadiran fisik pejantan dewasa yang berumur >12 bulan selama 5-15 menit setiap hari – estrus biasanya akan terjadi dalam 10-14 hari), metoda intervensi preparat hormon gonadotropin (gilts akan menunjukkan tanda-tanda estrus dalam waktu 5-10 hari setelah aplikasi) atau yang terbaru menggunakan altrenogest (bacth farrowing yang memungkinkan pengaturan jadwal kawin dan melahirkan sehingga sistem all in all out lebih optimal).

Kondisi peternakan babi saat ini masih berjuang melawan African Swine Fever dan juga Penyakit Mulut dan Kuku, maka perbaikan managemen pasca outbreak sangat penting untuk memastikan proses repopulasi berjalan dengan baik. Metode deteksi estrus diatas bisa dikombinasikan untuk  mengoptimalkan hasilnya. Hal lain yang yang penting terkait calon induk, sebaiknya kita mengawinkannya paling cepat pada estrus yang ke-2 untuk memaksimalkan jumlah ovulasi dan meningkatkan jumlah anak sekelahiran.

Proses Inseminasi Buatan 

Betina hanya boleh dikawinkan saat sedang estrus/birahi, yaitu sebelum terjadinya ovulasi agar terjadi pembuahan dan kebuntingan yang diharapkan. Karena waktu ovulasi ini sulit dideteksi dengan tepat (umumnya terjadi diakhir fase estrus), maka dianjurkan untuk melakukan IB 2x selama masa subur agar tingkat konsepsi yang lebih tinggi dan jumlah anak lebih banyak. Pedoman yang disarankan untuk IB pada gilt adalah 12 jam setelah deteksi estrus pertama dan diulangi 12 jam kemudian. Jika betina kemudian terdeteksi standing heat selama 3 hari, IB ketiga mungkin bermanfaat untuk waktu optimal ovulasi dan keberhasilan pembuahan.

Hal-hal yang yang disiapkan dalam proses IB adalah alat kateter seperti gambar diatas (foam-tipped/busa, spiral, deep uterine), pelumas non-spermisida, semen/air mani, gunting, lap atau tisu basah, pejantan dewasa/sprayer bau pejantan. Untuk alatnya, sebaiknya pilih mana yang paling cocok untuk pengoperasian dan preferensi anda di kandang.

Langkah-langkah melakukan IB (Cervical Insemination) adalah :

  1. Ambil pejantan dan letakkan berdekatan dengan betina yang terdeteksi estrus untuk saling kontak. Amati perilaku betina yang bereaksi terhadap adanya pejantan, lalu lakukan tindakan seperti mendorong bahu, samping tubuh dan punggungnya. Jika saat kita tekan dan dinaiki punggungnya diam, maka betina tersebut terdeteksi standing heat dimana hal ini akan memungkinkan pelepasan hormon oksitosin, kontraksi rahim yang akan membantu membawa semen ke dalam rahim dan saluran telur untuk kemudian terjadi pembuahan jika ovulasi terjadi.
  2. Bersihkan vulva dengan lap atau tisu basah untuk mencegah kotoran masuk ke saluran reproduksi.
  3. Lumasi ujung alat IB dengan pelumas non-spermisida atau beberapa tetes semen.
  4. Masukkan alat IB melalui vulva secara perlahan sampai kedalaman 8-10 inchi, sedikit miring ke atas ke arah punggung betina untuk mencegah masuk ke dalam kandung kemih. Jika menggunakan alat yang berbentuk spiral, putar dengan hati-hati berlawanan arah jarum jam sambil didorong masuk ke dalam vagina dan leher rahim sampai mengunci ke dalam serviks (coba cek dengan memutar berlawanan arah jarum jam dan lepaskan – jika alat kemudian berputar kembali 1/4 putaran searah jarum jam artinya sudah terkunci). Jika menggunakan alat berujung busa, maka tidak perlu memutar berlawanan arah jarum jam. Masukkan ujung busa dengan lembut dengan cara yang sama sampai Anda merasakan “letupan”. Tarik perlahan untuk memastikannya terkunci di serviks.
  5. Setelah yakin alat terkunci, siapkan kemasan semen dengan lembut. Gunting ujungnya dan masukkan ke ujung alat IB, cek apakah semen mengalir leher rahim (kontraksi akan membantu aliran semen ke dalam tanpa perlu dibantu). Proses ini umumnya memakan waktu sekitar 5 menit.
  6. Perlakukan betina dengan lembut dan lakukan pengecekan terhadap kemungkinan semen mengalir kembali keluar. Jika semen yang keluar cukup banyak, hentikan dan posisikan ulang alat IB dan coba lagi.
  7. Setelah semen dalam kemasan sudah habis, lepaskan alat IB secara perlahan (ujung spiral dengan menarik perlahan sambil memutarnya searah jarum jam, sedangkan ujung busa bisa ditarik keluar dengan lembut).
  8. Setelah alat IB dilepas, terus berikan tekanan pada punggung betina dengan pejantan yang masih berada didekatnya untuk memungkinkan kontraksi lanjutan.
  9. Lakukan pencatatan dan periksa standing heat pada 12 dan 24 jam kemudian setelah IB. Jika betina sudah tidak terdeteksi lagi setelah 12 jam, maka kemungkinan waktu optimal telah tercapai dan kita tidak perlu melakukan IB lagi. Tetapi, jika betina masih terdeteksi lagi maka kita sebaiknya lakukan proses IB kembali. Namun, jika setelah 24 jam ternyata masih terdeteksi dan kita sudah tidak mempunyai semen lagi, maka waktu yang optimal kemungkinan besar sudah terlewatkan.

Handling Semen 

Dengan perkembangan tehnologi reproduksi saat ini, ada beberapa alternatif semen yang bisa dipilih peternak sesuai kemampuan dan fasilitas di kandang yaitu liquid store semen (with extender), encapsulated spermatozoa, filtered sperm, semen quality assessment, frozen-thawed spermatozoa, sex semen dan sperm mediated gene transfer (SMGT). Kita saat ini akan lebih fokus aplikasi IB dengan menggunakan liquid store semen dahulu ya, yang sudah umum dilakukan di peternakan kita. Jika ingin mempelajari lebih lanjut metode IB dan jenis semennya, silahkan bisa membaca referensi yang saya lampirkan dibawah.

Penanganan dan penyimpanan semen yang tepat sangat penting untuk menjaga kualitas semen agar tingkat pembuahan tetap tinggi. Semen yang kita pakai sebaiknya diperoleh dari pejantan unggul atau penjual semen yang memiliki reputasi baik. Semen pejantan umumnya akan dikoleksi 2x seminggu untuk menjaga dan memastikan semen berkualitas tinggi. Campur semen dengan extender untuk memungkinkan semen bisa bertahan lebih lama (semen segar tanpa extender hanya akan hidup sekitar 30 menit).

Pastikan operator kandang kita menyimpan semen yang dicampur dengan extender dengan benar.  Pertahankan penyimpanan semen pada suhu 60-65 F (idealnya 63 F) dan jangan taruh semen di lemari es atau freezer karena akan menyebabkan semen mengalami cold shock. Fluktuasi suhu yang ekstrim akan mengakibatkan umur semen lebih pendek. Beberapa produsen menggunakan alat pendingin wine atau menempatkan kontainer di ruangan tertentu dengan menyertakan  termometer untuk mengontrol suhu yang tepat.

Tips lain untuk menjaga kualitas semen saat penyimpanan adalah dengan memutar semen 2x/hari secara lembut tanpa dikocok, jangan terkena langsung sinar matahari. Semen dengan extender  biasanya dapat bertahan 7-9 hari, namun demikian sebaiknya tetap lakukan pemeriksaan semen dengan mikroskop sebelum digunakan untuk IB.

Kesimpulan

Inseminasi buatan (IB) menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan pembibitan dengan kawin alami. IB memungkinkan terjadinya perbaikan genetik, kita bisa memilih breed yang sesuai dengan tujuan kita. Selain itu, dengan IB peternak tidak memerlukan investasi yang terlalu banyak untuk pengadaan pejantan. Kunci keberhasilan program IB adalah akurasi deteksi estrus dan recording reproduksi terkait siklus estrus serta penanganan semen yang tepat. Intervensi dengan preparat hormon untuk proses sinkronisasi estrus juga memungkinkan banyak betina dikawinkan pada saat yang bersamaan sehingga pig flow bisa diatur sedemikian rupa.  Prosedur IB sebenarnya relatif sederhana, terutama metode konvensional yang sudah umumnya dijalankan, tetapi aplikasi ini tetap memerlukan pelatihan khusus juga agar operator kandang kita lebih efisien. Selain itu, pastikan bahwa kita juga membeli semen dari penjual yang terpercaya untuk menghindari resiko penularan penyakit. Baca juga : Mengapa breeding performance pada peternakan babi itu penting?

Referensi :

  1. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0093691X15003519 Artificial Insemination in Pigs Today
  2. https://extension.wvu.edu/agriculture/livestock/swine/swine-ai-guidelines-for-beginners
  3. https://www.researchgate.net/publication/298938043_An_overview_of_swine_artificial_insemination_Retrospective_current_and_prospective_aspects
  4. https://livestockconservancy.org/swine-insemination/
  5. https://jasbsci.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40104-019-0313-1 A new device for deep cervical artificial insemination in gilts reduces the number of sperm per dose without impairing final reproductive performance
Prospek Peternakan Tahun 2023

Prospek Peternakan Tahun 2023

Tahun 2022 telah berlalu dengan segala tantangan yang ada. Lalu bagaimana dengan prospek peternakan pada tahun 2023 ini. Jika mengacu pada prediksi prospek protein hewani global 2023 dari Rabobank, berikut beberapa informasi penting yang bisa menjadi referensi kita dalam mengarungi tantangan sektor peternakan di tahun ini :

Meskipun produksi protein hewani global diperkirakan akan tumbuh secara moderat pada tahun 2023, tahun ini akan menjadi tahun perubahan bagi sektor ini. Industri peternakan akan menghadapi biaya tinggi di sepanjang rantai pasokan, tingkat konsumsi masyarakat yang belum stabil, dan area ketidakpastian lainnya bagi produsen (tekanan penyakit yang meningkat serta perubahan regulasi dan hal lain yang digerakkan oleh pasar). Akibatnya, margin akan terjepit karena pembeli akan menekan biaya produksi yang lebih tinggi lagi akibat menurunnya daya beli. Dengan kata lain, peluang tetap ada, meski akan lebih dibatasi.

Ringkasan global.
Kami melihat pertumbuhan yang mendukung produk “value for money“, perusahaan produsen dan pemrosesan yang efisien, perusahaan yang gesit, eksportir yang diuntungkan oleh pergerakan nilai tukar mata uang, dan produsen yang aman.

“Beberapa perusahaan protein hewani akan melihat tahun 2023 sebagai tahun untuk mengkalibrasi ulang ekspektasi dan rencana pertumbuhan mereka,” kata Justin Sherrard, Pakar Strategi Global – Protein Hewani. “Beberapa perusahaan akan mempertahankan fokus jangka pendek dan memperkuat ketangkasan sehingga mereka dapat mengikuti perubahan siklus yang terjadi. Perusahaan protein hewani lainnya akan fokus pada pertumbuhan jangka panjang dan mulai berinvestasi dan memposisikan diri untuk sukses mengingat perubahan struktural di masa depan.”

Tren keseluruhan untuk tahun 2023 adalah pertumbuhan produksi yang cinderung melambat  dengan keuntungan kecil di beberapa wilayah tetapi kontraksi di wilayah lain. Pertumbuhan yang lambat ini diperkirakan terjadi di Cina pada semua kelompok spesies, dan pertumbuhan berkelanjutan diperkirakan terjadi di Brasil dan Asia Tenggara. Oseania akan mengalami pertumbuhan yang lambat, sementara produksi Amerika Utara dan Eropa akan menyusut.

Akuakultur memimpin pertumbuhan global di seluruh kelompok spesies, dan perluasannya yang berkelanjutan didukung oleh kemandirian relatif dari harga komoditas pertanian. Unggas akan mempertahankan pola pertumbuhannya yang konsisten, tangkapan liar akan sedikit meningkat, produksi daging sapi akan sedikit menurun, dan daging babi juga diprediksi akan mengalami penurunan.

Berikut adalah beberapa poin penting dari prospek protein hewani pada tahun 2023 :

Amerika Utara: Daging sapi akan berkontraksi saat siklus AS berubah dan memasuki penurunan, unggas akan berkembang karena permintaan yang kuat, meskipun ada tekanan penyakit, sementara daging babi akan cinderung stabil.

Eropa: Produksi akan berada di bawah tekanan untuk semua spesies karena resiko penyakit, perubahan yang didorong oleh pasar dan peraturan, dan pengurangan kapasitas ekspor. Konsumsi diharapkan tetap stabil, dengan unggas kemungkinana lebih diuntungkan sementara daging babi dan sapi akan sedikit menurun.

Cina: Produksi daging babi akan mengalami pertumbuhan marjinal, dengan pembatasan layanan makanan masih berpotensi menekan permintaan. Unggas diperkirakan akan sedikit berkembang namun tertahan oleh biaya tinggi dan ketidakpastian. Daging sapi cinderung akan lebih mudah.

Brazil: Produksi daging sapi akan terus meningkat dan didukung oleh aktivitas ekspor. Produksi ayam dan babi juga ditetapkan untuk tujuan ekspansi dan berpotensi mendapatkan keuntungan ekspor.

Asia Tenggara: Produksi daging babi diperkirakan akan pulih di Vietnam dan Filipina karena risiko ASF berkurang. Produksi unggas juga berkembang secara perlahan, karena permintaan terus pulih.

Australia & Selandia Baru: Produksi daging sapi dan domba Australia diperkirakan akan berkembang dengan dinamika kawanan yang terjadi. Namun, di Selandia Baru produksi daging sapi dan domba diperkirakan akan menurun akibat tekanan pasar.

Ikan salmon
Kehadiran ritel yang kuat akan mendukung harga pada tahun 2023, meskipun fundamental ekonomi makro melemah.

Udang
Pasokan tetap kuat, meskipun harga lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Ekuador dan Amerika Latin diperkirakan akan terus mendorong pasokan udang tambak pada tahun 2023.

Tepung Ikan dan Minyak Ikan
Harga komoditas yang bersaing mendukung harga keduanya, yang mungkin sedikit menurun pada tahun 2023.

Protein Alternatif
Tahun 2023 akan menjadi tahun konsolidasi. Pertumbuhan luar biasa produk nabati baru-baru ini tertahan dan investor mengalihkan fokus.

Lalu bagaimana dengan prospek peternakan di Indonesia ?

Industri peternakan di Indonesia pastinya juga akan mengalami hal yang kurang lebih sama dengan tantangan yang ada di global. Fluktuasi harga kemungkinan masih akan menjadi tantangan bagi para pengusaha/peternak pada kondisi ekonomi yang saat ini relatif belum stabil. Selain itu, tantangan penyakit adalah hal yang mungkin harus ditanggapi dengan serius jika ingin hasil yang kita harapkan optimal.

Di sektor peternakan babi, African Swine Fever (ASF) masih menjadi tantangan terberat selain juga penyakit-penyakit lainnya seperti Hog Cholera, Mycoplasma hyopneumoniae (Enzootic Pneumonia), Porcine Circovirus tipe 2 (PCV2), Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS), Glaesserella (Haemophilus) parasuis. Terkait ASF, peternak babi dituntut untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya biosekuriti mengingat vaksin yang aman dan efektif sampai saat ini belum tersedia. Selain itu, program vaksinasi terhadap tantangan penyakit lain dan juga praktek managemen pemeliharaan yang baik juga akan menjadi faktor pembeda yang menentukan keberhasilan dalam beternak. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal

Di sektor peternakan Sapi, outbreak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tahun lalu menjadi pukulan berat bagi para pelaku usaha disaat kondisi peternakan sebenarnya juga sedang tidak baik-baik saja. PMK ini selain berdampak besar pada peternakan sapi, juga bisa menyerang peternakan kambing/domba dan peternakan babi. Selain itu, Lumpy Skin Disease (LSD) baru-baru ini juga kembali merebak dan membutuhkan penanganan yang terbaik guna menyelamatkan peternakan sapi. Untuk vaksin PMK dan LSD, saat ini para peternak bisa mendapatkannya dari support pemerintah. Diharapkan, dengan adanya vaksin dan upgrade biosekuriti dan managemen pemeliharaan maka resiko serangan penyakit bisa diminimalkan.

Dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 25 Januari 2023, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong pengembangan peternakan modern berbasis teknologi presisi yang mampu memproduksi kebutuhan dalam negeri secara konsisten. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah mengatakan bahwa pemerintah telah menyusun strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia. Di antaranya peningkatan kapasitas produksi pangan untuk komoditas daging sapi, kerbau, ayam ras, ayam buras, dan babi.

Pemerintah akan melakukan pengembangan terhadap pangan substitusi impor seperti daging domba/kambing dan itik untuk substitusi daging sapi. Disisi lain, kementan juga terus meningkatan kapasitas produksi dan peningkatan laju ekspor seperti produk sarang burung walet, ayam, dan telur ayam ke berbagai negara di Asia. Pengembangan komoditas ternak prioritas berbasis korporasi, presisi dan terintegrasi ini dilakukan melalui sinergi pelaku usaha dengan program penyediaan ternak 10 juta ekor melalui pengembangan kambing/domba, itik dan ayam.

Semoga dengan peran semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, peternakan di Indonesia bisa kuat dalam menghadapi tantangan di tahun 2023 ini dan ketersediaan protein hewani boleh tetap terjaga dengan baik.

Referensi :

  1. https://research.rabobank.com/far/en/sectors/animal-protein/ap-outlook-2023.html
  2. https://pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=5217
Mengapa Breeding Performance pada Peternakan Babi itu Penting?

Mengapa Breeding Performance pada Peternakan Babi itu Penting?

Performa reproduksi merupakan faktor penting untuk unit babi yang sukses. Pada artikel kali ini, kita akan melanjutkan pembahasan mengenai managemen breeding yang tentunya merupakan kunci dari usaha peternakan babi. Kita akan belajar bersama mengenai body condition score (BCS),  waktu kawin/servis, dan inseminasi buatan.

Kembali ke pertanyaan kita, “mengapa performa breeding itu penting?” Untuk menjalankan usaha peternakan yang berkelanjutan, maka breeding harus bisa konsisten menghasilkan anakan dan meminimalkan gangguan yang berpotensi menimbulkan kerugian. Intervensi tidak jarang dilakukan di peternakan modern untuk memastikan pig flow management berjalan dengan baik. Hal ini tentunya berhubungan dengan efektifitas farm yang berkorelasi terhadap biaya produksi.  Usaha peternakan yang baik tentunya akan menekan biaya produksi seminimal mungkin agar dapat memaksimalkan keuntungan saat penjualan.

Dengan kita mengetahui bagaimana kinerja breeding farm, maka kita lebih mudah dalam  mengidentifikasi apakah program yang sedang dijalankan berjalan dengan baik atau masih perlu ada perbaikan. Berikut hal-hal penting yang harus kita perhatikan agar performa kandang breeding kita lebih optimal :

Body Condition Score (BCS)

Mempertahankan kondisi optimal sepanjang masa hidup induk  dengan fluktuasi minimal akan membantu kita dalam mendukung kinerja reproduksi, mempertahankan efisiensi produksi, membantu pertimbangan keputusan culling/replacement, dan memperbaiki angka kematian.
Penting untuk secara akurat mengevaluasi kondisi tubuh induk babi dan memastikan nutrisi yang tepat diberikan kepada setiap induk babi dalam proses pemeliharaan, pertumbuhan, reproduksi dan laktasi agar menghasilkan performa reproduksi terbaik.

Diatas adalah gambaran skore 1-5 yang harus kita perhatikan. Kondisi tubuh dapat dievaluasi dengan menggunakan tekanan jari dan tangan pada berbagai bagian babi dimana lemak umumnya disimpan. Daerah ini termasuk tulang rusuk, tulang belakang dan tulang pinggul. Penting untuk mengevaluasi ketiga area ini saat penilaian kondisi tubuh, karena semua hewan menyimpan lemak secara berbeda. Berkonsultasilah dengan nutrisionis dan  dokter hewan untuk menetapkan skor target ternak sesuai dengan formulasi pakan, genetik, dan strategi pengelolaannya.

Kondisi tubuh induk babi akan berfluktuasi mengikuti siklus reproduksinya. Karena itu, penting untuk mendapatkan data BCS selama setiap siklus reproduksi. BCS Caliper adalah alat yang dikembangkan oleh Dr. Mark Knauer dari North Carolina State University. Alat ini meminimalkan aspek subjektif dari penilaian visual karena mampu menghitung sudut kemiringan garis atas babi dan menggunakan derajat sudut untuk menentukan kondisi tubuh babi (sudut sempit = terlalu tipis, sudut lebar = terlalu gemuk).

Induk harus memasuki farrowing dengan skor kondisi tubuh 3–3,5 dan menyelesaikan laktasi empat minggu dengan skor minimum 3–2,5. Induk yang telah kehilangan kondisi tubuh selama menyusui harus ditempatkan pada pola makan yang akan mengembalikannya ke kondisi skor tubuh 3 pada minggu ke lima masa kehamilan.

Dampak negatif jika induk terlalu kurus adalah siklus estrus terganggu, resiko gagal bunting dan pertumbuhan janin yang tidak optimal, serta tingkat konsumsi pakan rendah sehingga proses laktasi juga terganggu. Sedangkan resiko jika induk terlalu gemuk adalah masalah kaki saat melahirkan, menghasilkan anakan sedikit, memiliki asupan pakan yang rendah selama menyusui sehingga berat sapih anak rendah.

Culling Sow

Kebijakan culling atau pemusnahan induk yang sudah tidak produktif harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat agar aliran produksi kandang tetap stabil. Induk umumnya akan dikeluarkan dari kawanan karena beberapa alasan, yaitu terencana dan terpaksa. Mengapa ini penting, karena setiap hari kita menanggung biaya produksi yang tidak sedikit.

Culling terencana artinya dilakukan saat sudah sesuai dengan target jumlah kelahiran / parity yang kita tetapkan. Hal ini berkenaan sdengan kondisi induk babi tua yang memiliki kinerja kurang optimal, seperti distokia/kesulitan dalam proses melahirkan, jumlah anakan sedikit, kemampuan laktasi turun/jumlah air susu sedikit, perilaku induk yang buruk atau induk sudah mengalami penurunan produktivitas dibandingkan dengan rata-rata ternak. Sedangkan culling terpaksa dilakukan ketika kondisi anoestrus berkepanjangan, gagal bunting 2x berturut-turut, abortus, lameness/ketimpangan, dan gangguan penyakit. Baca juga : Gangguan reproduksi pada peternakan Babi

Cara yang baik untuk menghindari culling terpaksa/tidak disengaja adalah memastikan pemilihan gilt atau calon indukan yang optimal. BCS yang baik menjadi hal yang harus diperhatikan, yaitu dengan maksimalkan asupan pakan selama menyusui sehingga membantu mengurangi penurunan berat badan, pemberian pakan secara individual saat bunting dan setelah melahirkan atau pemberian pakan kolektif setelah dilakukan pengelompokan induk untuk mencapai BCS yang diharapkan. Selain itu, pastikan lantai tidak licin untuk menghindari cedera pinggul dan kaki yang juga beresiko terhadap culling terpaksa.

Saat induk sudah selesai sapih, sebelum kita programkan untuk kawin sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan. Kita sebaiknya memeriksa ada tidaknya luka bahu atau cedera lainnya, BCS di skor 3, konformasi yang baik dari indikasi gaya berjalan dan kaki tidak pincang, cek setidaknya ada 12 puting yang berfungsi baik, bebas penyakit dan temperamen yang baik.

Waktu Kawin

Waktu kawin / time of service sangat penting untuk memastikan proses pembuahan terjadi. Proses inseminasi atau perkawinan harus terjadi beberapa jam sebelum ovulasi, yaitu 2/3 dari perjalanan  birahi (36-44 jam setelah permulaan birahi). Waktu yang ‘tepat’ untuk membuahi ini bervariasi sehingga penting untuk menyesuaikan rutinitas inseminasi dengan karakteristik masing-masing peternakan dan indukan.

Peternak harus paham siklus estrus untuk berhasil. Hal yang bisa dilakukan adalah ikut pelatihan khusus dalam pembibitan babi dan inseminasi buatan (IB), sehingga kita terbiasa dengan siklus birahi babi dan memahami apa yang terjadi, kapan, dan apa tanda-tandanya. Kemudian, atur dan catat waktu tindakan sesuai dengan siklus perkembangbiakan babi.

Sebagai pedoman manajemen reproduksi, mengidentifikasi awal estrus secara akurat adalah satu-satunya hal terpenting yang harus dilakukan dengan benar saat menjadwalkan waktu terbaik untuk inseminasi/kawin. Jika proses IB terlambat atau terlalu cepat dapat berakibat jumlah anakan sedikit dan angka kelahiran rendah. Oleh karena itu, lakukan deteksi estrus 2x sehari untuk data yang lebih akurat dan penentuan waktu inseminasi terbaik. Babi estrus dapat menunjukkan berbagai sinyal, namun yang paling penting adalah “standing heat“. Kontak dengan pejantan dapat menjadi alternatif stimulasi yang efektif untuk membantu merangsang dan mengidentifikasi standing heat pada betina. Jangan pernah mengawinkan induk yang tidak menunjukkan birahi kuat.

Setelah kita mendapatkan signal dari betina, maka proses inseminasi idealnya dilakukan setidaknya 2x. Pembuahan biasanya dicapai dengan melakukan inseminasi 24 jam sebelum ovulasi, namun demikian hampir tidak mungkin kita mengetahui secara pasti kapan ovulasi akan terjadi, sehingga periode optimal ini sebaiknya kita lakukan 2-3x IB untuk memaksimalkan keberhasilan.

Variasi waktu estrus induk setelah sapih bisa terjadi, walaupun sebagian besar induk babi yang disapih pada hari yang sama akan tersinkronisasi dengan cukup baik. Induk dengan interval sapih – estrus yang pendek (< 5 hari) dikaitkan dengan periode estrus yang lebih lama (3 hari) dan proses ovulasi yang lebih lambat sehingga kita harus meyesuaikan pengaturan waktu untuk inseminasi. Sedangkan induk dengan interval sapih – estrus estrus yang lama (> 5 hari) dikaitkan dengan periode estrus yang lebih pendek (2 hari) dan proses ovulasi yang lebih awal, sehingga kita juga harus menyesuaikan pengaturan waktu untuk inseminasi.

Recording 

Hal penting lainnya yang harus kita lakukan agar performa reproduksi maksimal adalah catatan. Recording ini akan membantu dalam deteksi tanda-tanda estrus secara akurat dan menjadwalkan inseminasi pada waktu yang optimal sehingga alur produksi tetap stabil.

Pastikan kita melakukan pencatatan informasi setiap induk berupa nomor tag (penyapihan –  interval birahi), tanggal dan waktu siklus (proestrus, durasi birahi, standing heat pertama, waktu  inseminasi), tanggal estimasi kembali estrus dan aktual yang terjadi.  Hal detail yang perlu kita cermati juga adalah jumlah hari antara penyapihan dan birahi, variasi jumlah hari antara  penyapihan dan estrus dan durasi estrus, kejadian kawin berulang / estrus kembali, hari  penyapihan, sapih ke interval kawin kawanan. Kita bisa menyepakati penandaan dengan spidol berwarna sehingga pencatatan lebih jelas dan memudahkan untuk mengetahui apa yang terjadi dengan masing-masing betina dan apa langkah selanjutnya.

Deteksi Estrus

Tidak semua tanda-tanda birahi ditunjukkan pada satu betina dan respons terhadap kontak pejantan juga dapat bervariasi. Oleh karena itu, mengetahui karakter babi di breeding kita akan membantu mengenali tanda-tanda dan mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi timbulnya birahi secara akurat.

Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam proses deteksi estrus ini adalah selalu dekati kawanan dengan tenang dan hindari mengganggu perilaku normal mereka, berikan waktu untuk mengamati perilaku mereka yang sebenarnya, biarkan reaksi terhadap kehadiran kita reda, amati tanggapan terhadap kehadiran pejantan (langsung bereaksi atau delay beberapa menit, berdiri saja), sabar.

Untuk mempersiapkan proses kawin, maka deteksi estrus idealnya dilakukan 2x sehari dengan interval sekitar 7 jam. Sinyal pertama yang harus diperhatikan adalah periode proestrus yang terjadi tepat sebelum estrus dan berlangsung sekitar 1 hari. Jika kita mampu mengidentifikasi proestrus maka prediksi waktu standing heat dan inseminasi akan lebih akurat.

Tanda-tanda induk akan estrus yang harus kita cermati meliputi daerah belakang, aktifitas dan suara. Pemeriksaan pada vulva terlihat bengkak dan merah (lebih menonjol pada gilt daripada indukan), cairan encer dari vulva, klitoris rata berwarna merah muda pucat dan lebih menonjol. Induk cinderung gelisah, memanjat-manjat gerbang/dinding, menaiki betina lain, tertarik dengan kehadiran pejantan. Induk juga akan mengeluarkan suara rengekan bernada tinggi.

Tanda-tanda standing heat adalah induk akan diam saat kita naiki atau tekan punggungnya. kemampuan mendeteksi standing heat pertama adalah krusial karena mempengarungi tingkat keberhasilan IB. Masa birahi ini dapat berlangsung 1–3 hari dengan ovulasi sering terjadi pada akhir hari ke-2 masa subur. Berikut tanda-tanda yang harus kita cermati, yaitu bagian belakang – vulva tampak normal (bengkak dan kemerahan mereda), cairan lengket dari vulva, klitoris merah dan menonjol, ekor tegak sambil berdiri, bergerak ke atas dan ke bawah. Aktivitas – nafsu makan buruk, telinga tegang, berdiri dengan punggung melengkung, mata berkaca-kaca, gemetar, tertarik pada orang sekitar, mencari kontak pejantan, berdiri kaku jika ditunggangi. Suara – vokal dengan geraman berulang atau panjang.

Gambar diatas adalah ilustrasi indikator terbaik estrus, yaitu uji refleks standing heat. Lakukan pemeriksaan 2x sehari jika memungkinkan dengan interval 7 jam. Berikan tekanan pada punggung dan panggul babi betina bersamaan dengan kehadiran pejantan. Betina yang reseptif akan berdiri kaku dan telinga sering menegang sebagai tanda siap untuk kawin.

Stimulasi Pejantan

Feromon yang yang dihasilkan oleh pejantan  yang aktif adalah cara paling ampuh dan efektif untuk merangsang refleks berdiri / standing heat pada betina. Pejantan ini digunakan untuk deteksi estrus, tetapi mereka tidak boleh ditempatkan bersama kelompok babi betina yang sudah  menunggu proses IB. Saat stimulasi pejantan dilakukan, selalu pastikan ada karyawan kita yang mengawasi. Betina yang berahi biasanya akan bergerak maju dan melakukan refleks berdiri saat pejantan bergerak di depan mereka.

Untuk mengoptimalkan proses deteksi estrus ini, kita bisa menggunakan kandang khusus yang di desain untuk memudahkan pengamatan dan kontak fisik dengan pejantan. Pemeriksaan ini bisa melibatkan kelompok kecil saja (2 betina sekaligus), dimana kita melakukan tekanan di punggung secara bersamaan dengan kontak pejantan. Tandai dan singkirkan betina yang terdeteksi sedang berahi sehingga pejantan dapat berkonsentrasi merangsang birahi betina lainnya.

Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah hindari kontak betina ke pejantan untuk waktu yang lama. Selain itu, pastikan kita juga memililki beberapa pejantan untuk dirotasi dalam proses stimulasi estrus ini sehingga betina tidak bosan.

Bagaimana perlakuan terhadap indukan pasca sapih? Untuk kontak pejantan kita bisa lakukan 10–15 menit/hari selama 3 hari pertama setelah penyapihan. Sangat penting untuk menghilangkan kontak pejantan 24 jam sebelum dimulainya birahi, dimana hal ini akan meningkatkan respons babi sejak hari ke-4 setelah sapih. Tandai dan catat induk babi yang terdeteksi berahi untuk membantu atur waktu inseminasi.

Walaupun kita sudah melakukan deteksi estrus dan IB sesuai aturan, masih ada kemungkinan bahwa proses pembuahan tidak berhasil dan babi akan menunjukkan gejala estrus kembali. Kita harus melakukan pemeriksaan dalam 18-24 hari setelah proses IB/kawin untuk mengetahui apakah pembuahan terjadi atau tidak. Proses identifikasi betina yang kembali berahi ini penting untuk melakukan evalusi lebih lanjut tentang masalah yang terjadi sebelum kita lakukan penjadwalan ulang waktu kawin.

Hal-hal yang harus dilakukan setelah proses inseminasi/kawin adalah dengan memperhatikan aktivitas induk (gelisah), ada tidak betina yang menunggangi betina lain, berikan dan amati stimulasi pejantan selama 10–15 menit/hari, lalu tandai dan catat setiap kegagalan pembuahan.

Skip a Heat

Skip-a-heat adalah praktek yang paling banyak digunakan pada induk babi yang baru melahirkan 1x (parity 1/P1), untuk menghindari penurunan kinerja reproduksi pada kebuntingan ke selanjutnya.  Melewatkan fase estrus tentu akan meningkatkan jumlah hari non-produktif, tetapi ada beberapa bukti yang dilaporkan terkait peningkatan kinerja reproduksi dan umur panjang induk.

Skip-a-heat juga dapat digunakan untuk induk babi yang lebih tua yang baru selesai melahirkan dimana kondisi BCS nya buruk (<2.5). Kehilangan banyak massa protein dan lemak selama menyusui ini, idealnya kita memberikan waktu ekstra bagi babi untuk memperbaiki kondisi tubuh sebelum siklus berikutnya.

Bagaimana cara kerja skip-a-heat? Kita membutuhkan rekording yang baik untuk menerapkan hal  ini. Nilai kinerja induk babi P1 dan kinerjanya anakan kedua, apakah ada penurunan tingkat konsepsi dan jumlah kelahiran? Pantau BCS induk P1 yang memasuki fase melahirkan dan selama periode laktasi. Catat skor BCS beberapa hari sebelum penyapihan dan putuskan apakah ada babi betina yang bisa diterapkan skip-a-heat, pastikan akomodasi masa kering tambahan selama 21 hari tersedia. Secara praktis, lebih baik mempertahankan jumlah induk babi yang sama setiap minggu/batch untuk dikawinkan 3 minggu kemudian.

Pada gilt, skip-a-heat telah ditemukan mampu meningkatkan perkembangan folikel, tingkat ovulasi dan kelangsungan hidup embrio (2,3 ekstra embrio dibandingkan dengan tidak melewatkan heat) pada hari ke-30 masa kebuntingan. Penelitian dan data menunjukkan bahwa ada tambahan 1-2 anak babi akan dihasilkan pada kelahiran berikutnya setelah aplikasi strategi ini. Baca Juga : Management calon Induk Babi

Dampak Panas pada Produksi Babi

Ada efek musiman pada produksi. Sepanjang periode laktasi, produksi susu akan meningkat dan panas yang dihasilkan induk babi juga meningkat. Oleh karena itu, kerentanan terhadap tekanan panas paling besar terjadi sebelum penyapihan. Pada suhu yang lebih hangat, induk babi dapat mengurangi asupan pakannya sehingga untuk memenuhi kebutuhan metabolisme laktasinya, induk kemudian akan memobilisasi cadangan tubuhnya sendiri. Hal ini mengakibatkan penurunan kondisi tubuh dan kemungkinan efek buruk pada perkembangan folikel ovarium.

Defisit nutrisi ini dikaitkan dengan penurunan produksi hormon luteinising (LH) yang mengakibatkan siklus estrus tertunda, serta penurunan angka konsepsi dan tingkat kelahiran. Pada kondisi ini, induk babi akan mengarahkan aliran darahnya ke kulit dan jaringan susu, dan menjauh dari ovarium. Oleh karena itu, kualitas telur dan kesiapan rahim mereka untuk proses kebuntingan akan terganggu. Berbeda dengan calon induk/gilt, kondisi suhu yang lebih hangat tidak terlalu berpengaruh. Hal ini mungkin karena mereka tidak memiliki kebutuhan metabolisme laktasi yang meningkat sebelum kawin.

Hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak cuaca panas adalah dengan memantau asupan pakan babi yang padat energi, sediakan kubangan atau alat penyiram, atur ventilasi dan penambahan kipas, sistem pencatatan yang detail untuk memudahkan evaluasi, dan faktor genetik (teknologi freeze-thaw untuk semen) untuk mengimbangi produksi turun di musim panas.

Inseminasi Buatan (IB)

Dalam proses ini, kita harus merencanakan akses, ruang dan pintu keluar dari fasilitas untuk mengurangi stres gilt dan indukan serta memaksimalkan kontak pejantan. Pastikan bahwa ada proses yang terencana dengan baik untuk penyimpanan dan penanganan semen di lokasi peternakan dan lakukan pelatihan staf secara teratur, tinjau cara menghitung waktu kawin secara efektif, identifikasi induk babi dan babi estrus dan teknik AI. Selain itu, efektivitas intervensi dan strategi manajemen juga harus tetap dievaluasi, seperti pemilihan induk/calon induk, sinkronisasi birahi, dan recording yang efektif.

Inseminasi buatan adalah penyisipan dan pengiriman semen ke dalam saluran reproduksi babi betina. Metode IB yang paling umum melibatkan pengiriman semen ke serviks (trans-cervical AI), dimana perusahaan pengembangbiakan telah mengembangkan kateter dan teknik untuk menyimpan semen lebih jauh ke dalam sistem reproduksi.

IB post-cervic memungkinkan pengurangan spermatozoa dalam air mani menjadi 1/3 dari yang diperlukan untuk teknik IB standar, sedangkan IB Deep-intrauterine memungkinkan pengurangan spermatozoa 5-20 x lebih sedikit dari IB standar. Setiap perubahan dalam teknik IB harus dilakukan di bawah arahan dari perusahaan genetika yang memasok dosis semen. Pastikan staf IB di kandang mendapatkan pelatihan yang baik, karena 70% kinerja reproduksi tergantung pada kecakapan operator IB. Selain itu, fasilitas yang diperlukan dalam koleksi semen adalah prosedur operasi standar yang baik, termasuk kebersihan, evaluasi dan pengolahan air mani.

Demikian pembahasan kita terkait pentingnya performa breeding yang baik untuk menunjang usaha peternakan babi kita. Semoga bermanfaat!

Referensi :

  1. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/breeding-performance-in-pigs
  2. https://www.ontario.ca/page/determining-size-finisher-pigs-replacement-gilts-and-sows
  3. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/body-condition-scoring-sows
  4. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/sow-culling
  5. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/timing-of-service-in-sows
  6. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/pig-breeding-and-record-keeping
  7. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/heat-detection-in-pigs
  8. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/using-boars-for-heat-detection-in-sows
  9. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/when-to-skip-a-heat-in-sows-and-gilts
  10. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/weather-seasons-and-pig-breeding
  11. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/artificial-insemination-ai-of-pigs
Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal

Memulai Usaha Peternakan Babi yang Ideal

Langkah pertama dalam memulai usaha peternakan babi adalah menentukan jenis produksi babi yang ingin kita jalankan, baik itu breeding, penggemukan, atau keduanya. Namun, untuk menentukan pilihan yang terbaik sesuai kemampuan kita, maka kita harus terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal berikut : 1.) jumlah modal, tenaga kerja, dan tanah yang tersedia artinya sumber daya apa yang sudah dimiliki/tersedia dan investasi apa yang masih diperlukan 2.) tingkat keterampilan manajemen dan pemasaran yang dibutuhkan artinya jenis karyawan yang perlu direkrut dan berapa banyak? 3.) implikasi sosial dan lingkungan yang terkait dengan pengelolaan pupuk kandang artinya apakah kita siap dalam pengolahan limbah, dimana  menyimpan, membuang limbah atau mengolah kotoran ternak?

Setelah mempertimbangkan 3 hal diatas, maka kita juga harus mengerti pilihan sistem produksi yang bisa kita jalankan dalam usaha peternakan babi. Ada tiga jenis sistem produksi babi yang bisa dilakukan yaitu farrow-to-finish, farrow-to-feeder, dan feeder-to-finish.

Farrow-to-Finish

Sistem ini melibatkan seluruh proses pemeliharaan dari awal sampai akhir karena mencakup breeding untuk proses pembiakan dan pembibitan induk babi, serta pemeliharaan anak babi sampai mereka mencapai berat pasar (di Indonesia sekitar 100kg). Seluruh periode produksi ini memerlukan waktu sekitar 10 bulan, dimana 4 bulan untuk pembibitan dan kebuntingan dan 6 bulan untuk pembesaran sampai panen. Jika kita memilih menjalankan sistem ini, maka diperlukan modal dan tenaga kerja paling banyak, serta membutuhkan komitmen jangka panjang untuk bisnis babi.

Farrow-to-Feeder

Sistem ini melibatkan proses pembiakan dan pembibitan induk babi, kemudian anak babi yang dihasilkan dijual ke peternak lain untuk dibesarkan sampai panen. Anak babi biasanya dijual setelah lepas sapih dengan berat sekitar 13 – 30kg. Dibandingkan dengan sistem farrow-to-finish, sistem ini mengurangi kebutuhan fasilitas, modal, jumlah pakan dan limbah/kotoran yang ditangani. Sistem ini juga memungkinkan peternak untuk memaksimalkan jumlah induk babi atau  memperluas usahanya menjadi farrow-to-finish dimasa depan.

Kelemahan dari sistem ini adalah produsen harus mengikuti kondisi pasar babi yang fluktuatif, terutama pelaku usaha skala kecil yang cinderung mengikuti harga pasar. Oleh karena itu, biasanya sistem kemitraan dikembangkan para pemodal dan bekerja sama dengan para peternak skala kecil yang kesulitan dalam pengadaan bibit yang berkualitas baik dengan sistem kontrak kerja sama yang saling menguntungkan. Peternak biasanya hanya menyediakan tempat, tenaga kerja dan fasilitasnya sedangkan bibit dan sapronak lainnya akan disuplai oleh perusahaan inti, termasuk penjualan babi saat panen tiba.

Feeder-to-Finish

Sistem ini adalah pilihan yang paling simpel dari semua pilihan sistem produksi peternakan babi. Jadi sistem ini hanya membeli sapihan dari produsen untuk digemukkan sampai berat panen. Anak babi berat sekitar 13-30kg dibeli dari peternak pembibitan. Pemeliharaan juga relatif lebih mudah karena umumnya anak babi yang dipilih sudah disiapkan kondisinya dengan baik, sudah diberikan vaksin komplit sehingga resiko kematian juga lebih minimal. Sistem ini memungkinkan investasi modal minimum, persyaratan tenaga kerja rendah, dan tidak ada komitmen jangka panjang.

Di level peternak kecil, kita bisa menjalankan usaha secara mandiri ataupun bergabung dalam sistem kemitraan. Hal yang perlu diperhatikan saat kita memutuskan untuk mandiri tentunya adalah kualitas bibit dari sumber yang terpercaya dan kualitas pakan karena hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas babi potong yang akan dihasilkan. Hindari membeli bibit dari peternakan yang belum teruji kualitasnya, dan sebisa mungkin berasal dari satu peternakan untuk mengurangi potensi masalah kesehatan karena tantangan penyakit dan status kesehatan dari satu produsen dan lainnya bisa berbeda.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menjaga status kesehatan ternak babi kita antara lain  adalah membeli indukan/anak  babi dan bahan pakan dari sumber terpercaya serta terbukti bebas penyakit, menjaga fasilitas dalam kandang tetap bersih dengan sistem ventilasi yang memadai, menyusun program kesehatan (vaksinasi dan medikasi bersama dengan dokter hewan), menghindari kunjungan ke peternakan babi lain untuk mengurangi risiko penularan penyakit.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Praktek manajemen biosekuriti praktis diatas sangat penting untuk mengurangi resiko penularan penyakit.  Peternak umumnya mengabaikan hal-hal penting ini, padahal aset yang dipunyai jika terserang penyakit tentunya bukan keuntungan yang dihasilkan. Jangan sampai kita sudah membeli babi yang mahal tetapi lupa untuk “menjaga” status kesehatannya dengan mengabaikan biosekuriti, vaksinasi dan medikasi yang seharusnya dilakukan. Baca juga : Antibiotik pada Dunia Kedokteran Hewan

Setelah sistem produksi kita bisa memilah mana yang sesuai dengan kemampuan kita, lalu bagaimana dengan sistem perkandangannya? Disini kita akan coba membandingkan beberapa jenis kandang yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan.

Free range

Sistem ini seperti halnya padang penggembalaan sapi, dimana tidak ada struktur bangunan, babi memanfaatkan padang rumput sebagai sumber pakan walaupun tidak seefisien ruminansia.

https://australianpork.com.au/about-pig-farming/free-range-farming

Keuntungan sistem penggembalaan terbuka ini adalah membuka peluang untuk kostumer yang concern dengan animal welfare karena harganya lebih mahal. Babi yang dipelihara akan mampu mengekspresikan dirinya seperti halnya babi hutan yang hidup di alam bebas. Babi dapat beraktivitas dengan leluasa dalam mencari makan.

Kekurangan dari sistem ini adalah perilaku rooting yang berlebihan dari babi yang dapat menyebabkan masalah erosi tanah, resiko lepas dan menjadi babi liar yang sulit dikendalikan, masalah parasit internal dapat menjadi parah pada sistem penggembalaan yang tidak dikelola dengan baik, babi yang didomestikasi kemungkinan akan menderita karena cuaca ekstrem, serta resiko kontak dengan hewan liar cukup tinggi. Selain itu, pengelolaan padang gembalaan membutuhkan banyak waktu dan komitmen untuk membuatnya berhasil.

Hoop Barns

Digunakan untuk kandang pembesaran babi hingga mencapai berat pasar. Ini adalah pilihan lain bagi produsen untuk digunakan sebagai fasilitas produksi babi dimana lebih biayanya relatif lebih rendah. Kandang ini bisa menggunakan lantai beton atau tanah, dengan penambahan tempat pakan dan air minum yang mudah dibersihkan. Kondisi atap bisa dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan bahan.

Keuntungan dari kandang ini  adalah struktur jangka pendek yang dapat dilepas setelah digunakan atau yang dapat disesuaikan untuk penggunaan lain, biaya relatif rendah sehingga pilihan yang tepat bagi yang modalnya terbatas, cocok untuk kapasitas 150 – 200 ekor finisher, bisa untuk  memanfaatkan sisa jerami sebagai alas tidur ternak. Mungkin juga memenuhi syarat untuk beberapa pasar khusus dengan harga premium.

Kekurangan model ini adalah pengamatan kelompok besar relatif lebih sulit, pakan kurang efisien selama cuaca dingin, hewan liar beresiko sebagai vektor penularan penyakit.

Confinement Building

Sistem ini berupa bangunan tertutup, dimana hal ini memungkinkan produsen untuk mengontrol banyak aspek untuk membuat kondisi nyaman sesuai kebutuhan ternak. Kandang closed house ini dibangun dengan mempertimbangkan praktik biosekuriti dan fasilitas yang lengkap untuk mencegah penyakit. Umumnya kandang ini sudah melibatkan teknologi terbaru dan memiliki sistem pemantauan ketat untuk membantu produsen memantau kesehatan dan ransum pakan babi yang diberikan.

https://pig-farming.net/blog/pig-breeding/design-of-modern-pig-farms/

Keuntungan dari sistem ini adalah kontrol pasokan babi yang lebih ketat, bisa mempraktekkan batch management dan sistem all in all out,  mengurangi risiko serangan penyakit, sistem pemantauan yang lebih dekat dan detail. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan pengetahuan manajemen perkandangan tambahan untuk memantau dan merawat babi di dalamnya dan biaya jauh lebih mahal. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal

Bagaimana sistem perkandangan di Indonesia?

Di banyak negara tropis, populasi peternak skala menengah kecil cukup banyak. Di Indonesia, di beberapa wilayah bahkan masih kita bisa menjumpai ternak babi berkeliaran dengan bebas mencari makanan atau dibesarkan di halaman belakang rumah (backyard farm) di mana mereka bergantung pada limbah untuk pakan ternak mereka. Umumnya mereka memelihara babi sebagai sampingan dengan metode pemeliharaan yang sangat sederhana bahkan mungkin tidak mempraktekkan biosekuriti dengan baik.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Diatas adalah contoh bentuk perkandangan yang mungkin bisa menjadi referensi bagi para peternak pemula. Tantangan di Indonesia terkait lokasi peternakan adalah kecinderungan untuk memelihara berdekatan antara 1 farm dengan lainnya. Pada area yang padat penduduk dan padat peternakan seperti ini, seharusnya up grade praktek manajemen yang sederhana harus dilakukan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak babi ini.

Walaupun mungkin kapasitas kandang tidak banyak, tetapi seharusnya ternak kita juga mendapatkan perlakuan yang baik agar nantinya juga bisa memberikan hasil yang optimal. Jangan sampai peternakan kita mengalami gangguan yang mengakibatkan usaha kita rugi karena kelalaian kita dalam memelihara ternak yang asal-asalan.

https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing

Gambar diatas menunjukkan bahwa kondisi kandang yang tidak baik akan berimbas pada performa reproduksi kita. Oleh karena itu, jika kita ingin beternak dengan benar maka pastikan kita juga mempersiapkan semuanya dengan benar.

Berikut adalah kondisi minimal yang idealnya terpenuhi untuk kandang pemeliharaan ternak babi, 1.) pagar keliling dengan atap yang baik untuk melindungi dari sinar matahari langsung atau cuaca dingin ekstrem, babi juga diberikan pakan dengan nutrisi yang baik dan praktek program kesehatan yang sesuai tantangan di kandang 2.) kandang sederhana setengah tertutup terbuat dari kayu dengan atap jerami dan lantai beton/tanah sudah cukup untuk memberikan kenyamanan ternak asal kebersihan dan sanitasinya terjaga 3.) jika kita memelihara di lingkungan yang panas, tempat berkubang mungkin bisa ditambahkan untuk memberikan suasana kandang mirip dengan habitat di alam, dimana babi bisa menurunkan suhu tubuhnya. Baca juga : Kondisi Peternakan pasca Outbreak ASF 

Semoga bermanfaat !

Referensi :

  1. https://www.fao.org/3/s1250e/S1250E14.htm housing for small scale pig unit
  2. https://www.fao.org/3/s1250e/S1250E13.htm pig housing
  3. https://www.thepigsite.com/articles/how-to-farm-pigs-housing
  4. https://www.pigprogress.net/health-nutrition/building-a-new-pig-farm/
  5. https://pig-farming.net/blog/pig-breeding/design-of-modern-pig-farms/
  6. https://www.iowaagliteracy.org/Article/Pig-Housing-and-Facility-Design
  7. https://porkgateway.org/resource/managing-market-pigs-in-hoop-structures/
error: Content is protected !!