Operasi caesar adalah salah satu tindakan laparotomy/celiotomy yang umum dilakukan didunia medis, baik itu manusia ataupun hewan. Laparo berarti perut/abdomen sedangkan tomy adalah penyayatan, jadi laparotomy adalah tindakan pembedahan dengan membuka dinding abdomen.
Lalu seberapa sering kasus ini ditemukan dan apakah biayanya masih masuk akal? Pertanyaan inilah yang umumnya terlontar dari para peternak kecil, dimana mereka mungkin masih menganggap operasi caesar itu mahal. Namun demikian, sebenarnya praktek operasi caesar ini bukan barang baru di industri peternakan sapi. Pada kesempatan ini, kita akan belajar bersama apa itu operasi caesar dan apa manfaatnya bagi peternak.
Berkaca dari kejadian dilapangan, para peternak yang sapinya mengalami distokia kemungkinan akan menjual sapinya dengan harga relatif murah karena tidak tau bahwa hal ini bisa dihindari dengan penanganan yang tepat oleh dokter hewan dengan operasi caesar. Dengan tindakan ini, nyawa induk dan anak sapi masih ada harapan untuk diselamatkan sehingga resiko kerugian bisa dihindari. Selain itu, pemahaman peternak akan resiko distokia saat mengawinkan sapi lokal yang kecil dengan breed besar (simental, limousin) juga relatif rendah sehingga kesiagaan saat proses kelahiran juga kurang. Baca juga : Tantangan Peternakan sapi Potong di Indonesia
Pada peternakan sapi, operasi caesar juga dilakukan dengan melakukan sayatan melalui dinding perut kedalam rongga perut yang digunakan untuk mengisolasi rahim guna proses kelahiran anak sapi ketika persalinan secara normal terlalu sulit. Jika proses kelahiran normal tidak berjalan dan berkembang dalam waktu yang diharapkan maka akan beresiko membahayakan nyawa induk atau anak sapinya.
Pada umumnya, indikasi pelaksanaan operasi caesar disebabkan oleh ukuran anak sapi yang terlalu besar. Hal ini biasanya terjadi pada sapi dara (parity pertama) atau untuk anak sapi hasil transfer embrio atau perkawinan antara breed lokal yang relatif kecil dengan breed besar. Selain itu, indikasi lainnya adalah dilatasi serviks yang tidak memadai sehingga relaksasi otot serviks tidak cukup, konformasi/bentuk tulang panggul yang tidak normal pada sapi, pecahnya otot perut sapi, masalah dengan posisi rahim atau fungsi rahim, kelainan pada rahim atau vagina sapi, posisi betis abnormal yang tidak dapat diperbaiki melalui vagina, monster janin/cacat bawaan, serta janin mati.
Sebelum kita memutuskan untuk tindakan operasi caesar, maka idealnya kita perlu melakukan pemeriksaan fisik lengkap mencakup penilaian detak jantung sapi, laju pernapasan, dan suhu. Kelenjar susu harus diperiksa untuk kemungkinan adanya infeksi dan motilitas rumen/gerakan pencernaan juga dievaluasi dan diobati secara bersamaan, jika memang diperlukan. Pemeriksaan rektal dan vagina dilakukan untuk menilai posisi rahim dan janin. Diperlukan preferensi dan keahlian khusus dari para praktisi dokter hewan dalam melakukan tindakan operasi caesar ini.
Perlu digarisbawahi bahwa secara prinsip, yang memandu dokter hewan dalam pemilihan pendekatan bedah dan pelaksanaan prosedur adalah tujuan utama dari operasi caesar itu sendiri, yaitu membatasi kontaminasi rongga peritoneum dengan isi uterus. Kontaminasi rongga peritoneum, terutama pada sapi dengan janin mati, emfisematous, sangat meningkatkan risiko peritonitis, membatasi peluang sapi untuk bertahan hidup, dan membatasi produktivitas sapi yang masih hidup. Oleh karena itu, dalam upaya meminimalkan resiko kontaminasi rongga peritoneum ini maka sangat penting bagi para praktisi untuk mengeksteriorisasi rahim sehingga membantu dalam pencegahan peritonitis.
Metode Laparotomy / Celiotomy yang bisa dipilih antara lain adalah :
Sayatan paralumbar kiri dengan posisi berdiri. Pendekatan ini adalah metode yang paling umum digunakan untuk operasi caesar tanpa komplikasi. Secara umum, pendekatan paralumbar ini sudah sangat familiar dilakukan oleh praktisi hewan besar karena mirip dengan tindakan rumenotomi dan koreksi perpindahan abomasal, sehingga sebagian besar praktisi memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dengan pendekatan ini. Sayatan dibuat secara vertikal di tengah fossa paralumbal, mulai kira-kira 10 cm ventral ke proses transversal vertebra lumbalis dan berlanjut ke ventral, cukup jauh untuk memungkinkan pengangkatan betis.
Penutupan dinding perut relatif mudah. Jahitan yang dapat diserap digunakan untuk menutup otot perut. Rumen membantu dalam mempertahankan visera abdomen di dalam rongga peritoneum. Persyaratan mutlak untuk prosedur ini termasuk fasilitas pengekangan yang sesuai sehingga sapi mampu berdiri selama prosedur opearasi dilakukan. Kontra indikasi untuk prosedur ini termasuk ketidakmampuan sapi untuk berdiri selama prosedur dan janin besar yang menghalangi eksteriorisasi rahim. Mengangkat rahim dan kaki pedet ke sayatan paralumbar terkadang relatif sulit dan kadang-kadang tidak mungkin bagi beberapa praktisi.
Sayatan paralumbar kanan dengan posisi berdiri. Pendekatan ini memiliki semua indikasi dan kontra indikasi dari pendekatan paralumbar kiri. Perbedaan paling penting antara pendekatan paralumbar kiri dan kanan adalah kesulitan dalam menjaga visera di rongga peritoneum dengan pendekatan paralumbar kanan. Kebanyakan praktisi menghindari pendekatan ini, namun beberapa praktisi merasa untuk posisi kebuntingan di tanduk uterus sebelah kanan lebih mudah ditangani dengan pendekatan paralumbar kanan.
Kondisi ini umumnya dilakukan jika pedet yang besar dipalpasi di tanduk uterus kanan dengan anggota badan diarahkan ke sisi kanan sapi dan pada induk sapi dengan kondisi rahim hidrotik. Dalam kasus seperti ini, lokasi rumen dan peningkatan ukuran rahim akan memaksa rahim ke dalam fossa paralumbar kanan sehingga memungkinkan pengeluaran janin lebih mudah, membatasi kontaminasi perut, dan memungkinkan dokter hewan untuk meninggalkan sejumlah besar cairan di dalam lumen uterus. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa operasi caesar adalah pengobatan pilihan untuk kondisi hidrotik dari rahim. Dokter hewan kadang-kadang dihadapkan pada sapi yang kondisi hidropsnya cukup lanjut sehingga tampaknya tidak mungkin sapi itu akan bertahan hidup dengan proses persalinan yang diinduksi.
Sayatan paralumbar kiri posisi telentang. Pendekatan ini sedikit berbeda dari pendekatan paralumbar kiri berdiri. Upaya ekstra harus dilakukan untuk menempatkan sapi dalam posisi miring ke kanan. Sayatan dibuat sedikit lebih ventral daripada sayatan paralumbar kiri dengan posisi berdiri. Eksteriorisasi uterus seringkali sulit karena uterus gravid terlepas dari sayatan. Penutupan lebih sulit daripada ketika pendekatan paralumbar kiri berdiri karena peningkatan ketegangan pada lapisan otot. Walaupun relatif sulit, tetapi penanganan dengan cara ini jarang bermasalah di lapangan.
Sayatan paralumbar kanan posisi telentang. Pendekatan ini sangat jarang digunakan, sangat mirip dengan sayatan paralumbar kiri yang berbaring. Perlakuan ini juga memiliki komplikasi tambahan karena tidak ada rumen untuk menahan visera abdomen.
Sayatan garis tengah ventral posisi terlentang. Pendekatan ini sangat mudah dan paling sering digunakan pada kondisi hewan yang sudah berbaring. Pendekatan ini juga paling umum dilakukan oleh dokter hewan praktisi hewan kecil saat melakukan operasi caesar pada anjing dan kucing. Jika sayatan ditempatkan dengan tepat, lapisan dinding tubuh yang di sayat adalah kulit, subkutis, dan linea alba. Sapi biasanya diposisikan dalam posisi dorsal recumbency, condong ke arah dokter hewan yang akan melakukan pembedahan dengan sudut 45 derajat. Kedua kaki depan dan belakang diikat ke gerbang atau dinding.
Pendekatan ini juga cocok untuk pedet pertama dari breed sapi potong, karena sayatan agak tersembunyi, terutama jika produsen kemungkinan akan menjual hewan untuk disembelih segera setelah pembedahan.
Sayatan paramedian ventral posisi terlentang. Pendekatan ini serupa dalam banyak hal, termasuk keuntungan dan kontra indikasi dengan pendekatan garis tengah ventral diatas. Sayatan dinding perut ditempatkan sejajar dan sekitar 5 cm lateral linea alba. Beberapa ahli mengatakan bahwa penutupan dinding perut dengan pendekatan paramedian lebih aman daripada pendekatan garis tengah ventral. Tetapi hal ini sebenarnya tidak masuk akal, karena otot rektus abdominis tidak memiliki sifat menahan yang substansial. Jadi, ada kemungkinan pemilihan metode ini karena proses penutupan perut dengan 1 lapisan yang lebih mudah sehingga lebih disukai daripada penutupan 3 lapis.
Sayatan ventrolateral. Pendekatan ini mirip dengan pendekatan ventral lainnya, tetapi mungkin lebih cocok untuk sapi perah atau sapi potong yang lebih tua. Sapi diposisikan dalam posisi berbaring miring ke kanan. Tungkai belakang harus diekstensikan ke kaudal dan kaki/ekstremitas atas diabduksi untuk mengekpos tempat sayatan. Pendekatan ini menggunakan sayatan lengkung yang kira-kira sejajar dengan tulang rusuk terakhir; dimulai kira-kira 5 cm di lateral umbilikus dan berjalan secara caudodors ke arah daerah inguinal. Pendekatan ini dengan mudah memungkinkan eksteriorisasi uterus, sehingga cocok untuk kasus pengangkatan janin emfisematous besar.
Pada sapi dengan ambing besar, sayatan lebih mudah diperpanjang ke kaudal daripada ketika pendekatan garis tengah ventral atau paramedian ventral digunakan. Oleh karena itu, sekali lagi pendekatan ini mungkin berguna pada sapi perah dan sapi potong yang lebih tua. Selain itu, sayatan ini tidak mudah terlihat pada saat sapi kondisi berdiri, yang dapat menjadi keuntungan jika sapi tersebut akan segera dijual setelah operasi. Penutupan sayatan seringkali lebih sulit dibandingkan dengan pendekatan lain, karena lebih banyak ketegangan ditempatkan pada lapisan otot. Integritas penutupan dinding perut juga relatif kurang aman dibandingkan dengan pendekatan garis tengah ventral atau paramedian ventral, sehingga lebih rentan terhadap kejadian hernia dan pengeluaran isi perut sapi pasca operasi.
Sayatan miring kiri dengan posisi berdiri. Ini adalah variasi dari pendekatan sayatan paralumbar kiri, namun memiliki keuntungan yang berbeda. Dalam pendekatan ini, sayatan dimulai 4-6 cm ventral dan kranial ke tubercoxae, meluas cranioventral pada sudut 45 derajat ke tanah, dan berakhir di rusuk terakhir. Sayatan ini meluas lebih jauh ke kranial dan lebih ventral daripada sayatan paralumbar kiri. Otot miring perut eksternal diiris ke arah yang sama dengan kulit. Otot miring perut bagian dalam dan otot transversus abdominus kemudian dapat dibuat paralel dengan sayatan menggunakan kombinasi diseksi tajam dan tumpul.
Pendekatan ini memiliki keuntungan tersendiri bagi dokter hewan dengan postur tubuh yang lebih kecil atau kekuatan fisik yang kurang. Namun demikian, pastikan sapi dihandling secara benar dan memadai, serta harus dapat tetap berdiri selama proses operasi dilakukan.
Berikut adalah gambaran perlakuan operasi sesar yang dilakukan :
Pendekatan operasi caesar tergantung pada preferensi dokter hewan yang berpengalaman, temperamen sapi, dan fasilitas/bantuan yang tersedia. Pilihan prosedur pembedahan memiliki pengaruh langsung terhadap kemampuan dokter hewan praktisi untuk mengeluarkan rahim/uterus. Janin besar, sapi besar, dan perawakan kecil semuanya bisa menjadi tantangan dan membatasi kemampuan dokter hewan untuk mengeluarkan rahim dan juga pedet.
Saat sayatan sudah mencapai uterus, maka lakukan irisan secara hati-hati untuk menghindari kotiledon, yaitu pada lengkungan uterus yang lebih besar dan sayatan harus ditempatkan jauh dari serviks atau puncak tanduk. Sebagai aturan umum, sayatan baik dari metatarsus atau metakarpus ke kaki cukup panjang untuk memungkinkan ekstraksi kaki/ekstremitas tanpa menyebabkan robekan rahim dan meminimalkan kontaminasi.
Sapi yang mengalami dehidrasi parah mungkin membutuhkan cairan intra vena sebelum operasi. Pembiusan epidural untuk memblok saraf di daerah perineum sebelum operasi umumnya dilakukan untuk mengurangi pengejanan. Dokter hewan juga akan merekomendasikan pemberian preparat antibiotik & obat anti inflamasi nonsteroid.
Setelah dinding abdomen dibuka, lakukan sayatan yang relatif besar dibuat ke dalam perut sehingga satu tanduk rahim/uterus tempat anak sapi berada dapat dibawa keluar. Sayat rahim dengan hati-hati, lalu cari ekstremitas/kaki pedet untuk kemudian kita bisa menempatkan tali/rantai di sekitar tungkai pedet tersebut. Setelah semuanya siap, kemudian lakukan tarikan secukupnya untuk mengeluarkan anak sapi dari rahim. Rahim kemudian ditutup, bilas dengan cairan steril, dan tutup sayatan pada dinding abdomen.
Uterus umumnya ditutup dengan jahitan monofilamen yang dapat diserap, menggabungkan serosa dan lapisan otot. Penelitian tentang proses penyembuhan uterus dengan sejumlah bahan jahitan yang berbeda telah digunakan, dan catgut polos berukuran besar merupakan bahan jahitan pilihan. Jahitan sintetis yang dapat diserap bertahan lebih lama di jaringan dan telah dikaitkan dengan terbentuknya jaringan parut uterus yang lebih dramatis. Penggunaan pola jahitan Utrecht dengan semua bagian jahitan, termasuk simpul awal dan akhir tampaknya merupakan yang terbaik, sedangkan jahitan terbuka adalah nidus untuk perlengketan setelah operasi intra-abdomen. Dalam kasus janin emfisematous atau jika uterus yang rapuh, dokter hewan biasanya akan memutuskan untuk menjahit uterus dengan lapisan kedua.
Pemberian preparat sedasi/penenang pada sapi dengan xylazine sebelum penutupan uterus tidak dianjurkan karena memiliki efek myotonic langsung. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan membuat rapuh, sehingga membuat eksteriorisasi uterus dan penempatan jahitan lebih sulit dan bermasalah. Efek lainnya adalah meningkatkan kemungkinan robekan uterus selama penutupan. Selama pendekatan berdiri, kebutuhan akan sedasi sebaiknya dihindari dengan fasilitas penahan dan handling yang baik. Anestesi lokal biasanya diberikan untuk memungkinkan pendekatan bedah, ekstraksi janin, dan penutupan uterus yang lebih baik. Pada sapi yang mungkin rewel atau sulit dihandling, maka dokter hewan dapat memilih untuk memberikan xylazine tetapi setelah proses penutupan uterus selesai.
Jika dalam pemeriksaan fisik ternyata anak sapi sudah mati, dokter hewan umumnya akan melakukan tindakan fetotomi (mengeluarkan dengan memotong-motong bagian dari tubuh anak sapi) daripada operasi caesar. Pastikan proses dilakukan dengan benar dan aseptis sehingga organ reproduksi tidak mengalami gangguan dan sapi bisa bereproduksi kembali dengan baik.
Jika dalam pemeriksaan fisik terjadi torsi uteri (rahim yang terpuntir), maka sebaiknya diperbaiki dahulu agar proses melahirkan anak sapi bisa berjalan baik. Sapi ditempatkan sedemikian sehingga bisa digulingkan. Jika proses ini tidak berhasil, maka torsi uterus dapat dikoreksi pada pembedahan baik sebelum atau setelah melahirkan anak sapi.
Prognosis untuk pemulihan setelah operasi caesar umumnya baik. Untuk menghindari kejadian caesar, sebaiknya sapi betina yang dibiakkan harus berukuran sama dan sapi harus dipantau dengan hati-hati saat mendekati waktu melahirkan. Pasca operasi, sapi harus diawasi dari kemungkinan adanya dehidrasi dan mastitis (infeksi kelenjar susu). Komplikasi sayatan dan sisa plasenta yang tidak keluar dalam waktu 24 jam juga dapat terjadi sehingga memerlukan pengobatan dengan antibiotik dan anti inflamasi. Baca juga : Diare pada Sapi
Kesimpulan. Operasi caesar diindikasikan dalam kasus distokia ketika anak sapi tidak dapat dilahirkan secara normal karena kondisi tertentu. Peternak sebenarnya sangat diuntungkan dengan tindakan ini karena resiko kematian induk dan anak relatif kecil daripada hanya menjual sapi saat kondisi sudah lemah karena penangan yang terlambat.
Ada 8 pendekatan bedah yang bisa diterapkan untuk bedah caesar pada sapi yang bisa disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi di lapangan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pemilihan pendekatan harus didasarkan pada jenis distokia, kondisi sapi, kondisi lingkungan, ketersediaan bantuan, dan preferensi dokter hewan. Pada prinsipnya, pendekatan alternatif yang dipilih harus mampu membatasi resiko kontaminasi peritonium. Oleh karena itu, para dokter hewan praktisi hewan besar didorong untuk terus mengasah kemampuannya agar tindakan operasi yang dilakukan bisa berjalan dengan baik.
Semoga bermanfaat.
Referensi :
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2387259/ Surgical approaches for cesarean section in cattle
- https://betcipelang.ditjenpkh.pertanian.go.id/site/upload/common/file/Fungsional%20Corner/KUPAS%20TUNTAS%20TEKNIK%20OPERASI%20CAESAR%20PADA%20SAPI%20(1)-Combination_1_.pdf
- https://www.acvs.org/large-animal/cesarean-section-cattle
- http://technology-indonesia.com/pertanian-dan-pangan/inovasi-pertanian/heru-rahmadi-dokter-hewan-di-daerah-harus-kuasai-teknik-bedah-caesar/