Fakta tentang virus Influenza yang mungkin anda belum sadari adalah :
1. Manusia dapat tertular virus flu burung, flu babi dan virus zoonosis lainnya, seperti virus flu burung subtipe A (H5N1), A (H7N9), dan A (H9N2) dan virus flu babi subtipe A (H1N1), A (H1N2) dan A (H3N2).
2. Infeksi virus Influenza dari hewan ke manusia terutama didapat melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi, tetapi virus ini belum memiliki kemampuan penularan yang berkelanjutan di antara manusia.
3. Infeksi virus flu burung, flu babi dan zoonosis lainnya pada manusia dapat menyebabkan penyakit mulai dari infeksi saluran pernapasan atas ringan (demam dan batuk), produksi dahak dan perkembangan yang cepat menjadi pneumonia berat, sepsis dengan syok, sindrom gangguan pernapasan akut dan bahkan kematian. Konjungtivitis, gejala gastrointestinal, ensephalitis dan ensephalopati juga telah dilaporkan dalam berbagai derajat tergantung pada subtipe virus ini.
4. Mayoritas kasus infeksi virus influenza A (H5N1) dan A (H7N9) pada manusia telah dikaitkan dengan kontak langsung atau tidak langsung dengan unggas hidup atau mati yang terinfeksi. Pengendalian penyakit pada sumber hewan sangat penting untuk menurunkan risiko bagi manusia.
5. Virus influenza dengan reservoir yang luas pada burung/unggas air hampir tidak mungkin untuk dibasmi sehingga infeksi zoonosis influenza pada manusia kemungkinan akan terus terjadi. Untuk meminimalkan risiko kesehatan masyarakat, pengawasan yang berkualitas baik pada hewan maupun populasi manusia, penyelidikan menyeluruh terhadap setiap infeksi manusia dan perencanaan pandemi berbasis risiko sangatlah penting.
Di dunia, ada empat jenis virus influenza yang bersirkulasi, yaitu Influenza tipe A, B, C dan D. Virus Influenza A menginfeksi manusia dan banyak hewan yang berbeda, serta jika terjadi perubahan virus influenza A yang baru (mutasi) dengan kemampuannya menginfeksi manusia bisa meningkatkan resiko penularan dari manusia ke manusia dan menyebabkan pandemi influenza. Virus Influenza B beredar di antara manusia dan menyebabkan epidemi musiman. Data terbaru menunjukkan anjing laut juga bisa terinfeksi influenza tipe B ini. Virus Influenza C dapat menginfeksi manusia dan babi, tetapi infeksi umumnya ringan dan jarang dilaporkan. Sedangkan virus Influenza D terutama menyerang ternak sapi dan belum diketahui apakah mampu menginfeksi atau menyebabkan penyakit pada manusia.
Virus influenza tipe A sangat penting bagi kesehatan masyarakat karena berpotensi menyebabkan pandemi influenza. Virus influenza tipe A diklasifikasikan ke dalam subtipe menurut kombinasi protein permukaan virus yang berbeda hemagglutinin (HA) dan euraminidase (NA). Sejauh ini terdapat 18 subtipe hemagglutinin berbeda dan 11 subtipe neuraminidase berbeda. Jika digolongkan berdasarkan inang asalnya, virus influenza A kita kenal sebagai avian influenza, swine influenza, atau jenis virus influenza hewan lainnya. Contohnya termasuk virus avian influenza “flu burung” subtipe A (H5N1) dan A (H9N2), sedangkan virus “flu babi” subtipe A (H1N1) dan A (H3N2). Semua virus influenza tipe A baik flu burung, flu babi dan flu hewan lainnya ini berbeda dengan virus influenza pada manusia dan tidak mudah menular antar manusia.
Burung/unggas air adalah reservoir alami utama untuk sebagian besar subtipe virus influenza A, tetapi kebanyakan hanya menyebabkan infeksi asimtomatik atau ringan pada unggas. Gejala klinis yang muncul bergantung pada sifat virus. Virus yang menyebabkan penyakit parah pada unggas dan mengakibatkan angka kematian yang tinggi disebut influenza unggas yang sangat patogen (HPAI), sedangkan virus penyebab penyakit ringan pada unggas disebut low pathogenic avian influenza (LPAI).
Lalu bagaimana tanda-tanda penyakit ini pada manusia ? Infeksi flu burung, flu babi, dan zoonosis lainnya pada manusia dapat menyebabkan penyakit mulai dari infeksi saluran pernapasan atas ringan (demam, batuk) hingga berkembang pesat menjadi pneumonia berat, sindrom gangguan pernapasan akut, syok, dan bahkan kematian. Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare dilaporkan lebih sering terjadi pada infeksi influenza A (H5N1). Konjungtivitis juga telah dilaporkan pada influenza A (H7). Gambaran penyakit seperti masa inkubasi, tingkat keparahan gejala dan hasil klinis yang nampak cukup bervariasi menurut virus yang menyebabkan infeksi, akan tetapi manifestasi yang umumnya muncul adalah gejala pernapasan. Pada banyak pasien yang terinfeksi virus avian influenza A (H5) atau A (H7N9), penyakit ini memiliki perjalanan klinis yang agresif. Gejala awal yang umum adalah demam tinggi > 38°C, batuk diikuti dengan gejala sesak atau kesulitan bernapas, sedangkan gejala saluran pernapasan bagian atas seperti sakit tenggorokan atau pilek lebih jarang terjadi. Gejala lain seperti diare, muntah, sakit perut, pendarahan dari hidung atau gusi, ensephalitis, dan nyeri dada juga telah dilaporkan dalam perjalanan klinis beberapa pasien. Jika komplikasi infeksi terjadi, gejala pneumonia berat, gagal napas, disfungsi multi-organ, syok sepsis, dan infeksi bakteri dan jamur sekunder juga bisa terlihat. Yang lebih penting lagi, angka fatalitas kasus infeksi virus subtipe A (H5) dan A (H7N9) di antara manusia jauh lebih tinggi dibandingkan infeksi influenza musiman. Untuk infeksi pada manusia karena virus avian influenza A (H7N7) dan A (H9N2), gejala yang muncul biasanya ringan atau subklinis dan sejauh ini hanya satu infeksi fatal pada manusia karena A (H7N7) yang dilaporkan di Belanda. Khusus untuk infeksi manusia karena virus flu babi, kebanyakan kasusnya adalah ringan walaupun beberapa kasus dirawat di rumah sakit, dan sangat sedikit laporan kematian akibat infeksi ini.
Dalam hal penularan, infeksi manusia karena virus flu burung dan zoonosis lainnya, meskipun jarang, telah dilaporkan secara sporadis. Infeksi ini terutama didapat melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi, akan tetapi virus ini tidak akan mengakibatkan penularan dari manusia ke manusia yang lain. Pada tahun 1997, infeksi virus HPAI A (H5N1) pada manusia dilaporkan selama wabah pada unggas di Hong Kong. Sejak tahun 2003, virus avian ini telah menyebar dari Asia ke Eropa dan Afrika, dan menjadi endemik pada populasi unggas di beberapa negara. Wabah H5N1 ini telah mengakibatkan jutaan unggas terinfeksi, ratusan kasus ditemukan pada manusia dan juga mengakibatkan kematian. Wabah Avian Influenza pada unggas ini telah berdampak serius pada mata pencaharian, ekonomi dan perdagangan internasional di negara-negara yang terkena dampak. Selain itu, virus subtipe avian influenza A (H5) lainnya juga dapat menyebabkan wabah pada unggas dan infeksi pada manusia juga. Pada 2013, infeksi virus A (H7N9) pada manusia dilaporkan untuk pertama kalinya di China, kemudian virus menyebar ke banyak populasi unggas di seluruh negeri dan mengakibatkan lebih dari 1500 kasus pada manusia yang dilaporkan dan banyak kematian pada manusia. Virus avian influenza lainnya yang menyebabkan infeksi pada manusia secara sporadis adalah virus A (H7N7) dan A (H9N2). Beberapa negara juga telah melaporkan infeksi manusia sporadis dengan virus influenza babi, terutama subtipe A (H1) dan A (H3).
Bagaimana dengan faktor risiko infeksi pada manusia ? Untuk virus flu burung, faktor risiko utama penularan pada manusia tampaknya adalah paparan langsung atau tidak langsung terhadap unggas hidup atau mati yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti pasar unggas hidup. Selain itu, proses penyembelihan, menghilangkan bulu, menangani bangkai unggas yang terinfeksi, dan menyiapkan/proses memasak unggas untuk dikonsumsi (terutama di lingkungan rumah tangga) juga mungkin menjadi faktor risiko. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus influenza A (H5), A (H7N9) atau virus flu burung lainnya dapat ditularkan ke manusia melalui unggas atau telur yang dimasak dengan benar. Beberapa kasus influenza A (H5N1) pada manusia telah dikaitkan dengan konsumsi makanan asal unggas yang dihidangan dengan darah unggas mentah yang terkontaminasi. Oleh karena itu, pengendalian peredaran virus flu burung pada unggas penting dilakukan untuk mengurangi risiko penularan pada manusia. Pada lokasi yang banyak populasi unggas, pengendalian akan membutuhkan komitmen jangka panjang dari negara dan koordinasi yang kuat antara otoritas kesehatan hewan dan masyarakat, selain juga kekompakan antar kelompok ternak yang saling berdekatan. Untuk virus flu babi, faktor risiko yang dilaporkan sebagian besar kasus pada manusia karena kontak dengan babi yang terinfeksi atau mengunjungi lokasi di mana babi dipamerkan atau diperjualbelikan di pasar hewan. Akan tetapi beberapa kejadian penularan terbatas dari manusia ke manusia telah terjadi. Baca juga : Swine Influenza pada Babi.
Infeksi virus avian influenza A (H5N1) pada manusia menunjukkan bahwa masa inkubasi rata-rata 2-5 hari, maksimal hingga 17 hari, sedangkan untuk virus A (H7N9) 1-10 hari dengan rata-rata 5 hari. Masa inkubasi tersebut umumnya lebih lama dibandingkan dengan influenza musiman yang hanya berkisar 2 hari saja. Kemudian, jika manusia tertular dengan virus influenza babi masa inkubasi yang diperlukan adalah 2-7 hari.
Walaupun kejadiannya sporadis, kejadian influenza A ini tentunya tetap harus kita waspadai karena di Indonesia, penyakit avian influenza masih menjadi momok bagi para peternak dan tentunya resiko pekerja kandang untuk tertular juga ada. Terkait dengan kejadian di manusia ini, treatment dengan menggunakan obat antivirus penghambat neuraminidase (oseltamivir, zanamivir) ternyata bisa mengurangi durasi replikasi virus dan meningkatkan prospek kelangsungan hidup. Namun demikian studi klinis menganai hal ini masih terus dilakukan mengingat munculnya isu resistansi terhadap oseltamivir telah dilaporkan. Pemberian anti virus ini idealnya harus diresepkan sesegera mungkin (max 48 jam setelah gejala) untuk hasil terbaik dengan pemberian selama 5 hari, mengingat angka mortalitas yang signifikan terkait dengan infeksi virus subtipe A (H5) dan A (H7N9). Kortikosteroid tidak boleh digunakan secara rutin kecuali diindikasikan untuk alasan lain (asma dan kondisi khusus lainnya). Perlu diketahui juga, virus terbaru A (H5) dan A (H7N9) resisten terhadap obat antiviral adamantane (amantadine, rimantadine) sehingga tidak direkomendasikan untuk monoterapi. Selain itu juga perlu diperhatikan ada tidaknya ko-infeksi dengan bakteri patogen yang biasanya dapat ditemukan pada pasien yang sakit kritis.
Setelah kita tahu faktor resiko dari Influenza A ini, selain pengobatan antivirus, hal yang sebenarnya paling mendasar adalah bagaimana pelaksanaan manajemen kesehatan masyarakat secara umum yang mencakup langkah-langkah perlindungan/pencegahan. Mencegah lebih baik daripada mengobati khan ??
Kembali lagi biosekuriti menjadi unjung tombak dalam program pencegahan ini, yaitu :
- Desinfeksi dan kebersihan lingkungan, mencuci tangan secara teratur dengan pengeringan tangan yang benar
- Menjaga kualitas udara (memakai masker) – menutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin, menggunakan tisu dan membuangnya dengan benar
- Isolasi diri dini bagi mereka yang merasa tidak enak badan, demam, dan mengalami gejala influenza lainnya atau sehabis berkunjung ke wilayah yang sedang ada wabah
- Menghindari kontak dekat dengan orang / hewan ternak yang sakit
- Menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut seseorang / hewan ternak yang terindikasi sakit
- Untuk karyawan yang bekerja di kandang dan berinteraksi dengan ternak, sebaiknya mempunyai prosedur yang baik untuk tindakan pencegahan sehingga status kesehatan baik ternak dan manusianya juga lebih terjamin. Penggunaa alat pelindung diri (APD) atau minimal alas kaki dan seragam khusus juga menjadi cara yang efektif.
- Jika kita bepergian ke wilayah yang sedang ada wabah sebaiknya menghindari kontak dengan peternakan unggas, kontak dengan hewan di pasar unggas hidup, memasuki area tempat penyembelihan unggas, dan kontak dengan permukaan mungkin terkontaminasi kotoran unggas atau hewan lain. Keamanan pangan yang baik dan praktik kebersihan makanan, misalnya mencuci tangan dengan sabun dan air harus diikuti.
- Vaksinasi bisa menjadi opsi untuk meningkatkan kekebalan pada manusia (sepertinya di Indonesia juga sudah tersedia vaksinnya). Hal ini terutama pada pekerja yang setiap harinya berinteraksi dengan ternak atau siapapun yang mempunyai resiko terhadap penularan Influenza tipe A ini.
Pandemi influenza adalah epidemi yang menyerang sebagian besar dunia karena virus baru (mutasi). Pandemi tidak dapat diprediksi, tetapi peristiwa ini bisa berulang dan beresiko menimbulkan konsekuensi kesehatan, ekonomi, dan sosial di seluruh dunia. Kewaspadaan sangat penting karena pandemi influenza bisa terjadi ketika virus influenza yang baru muncul memiliki kemampuan untuk menyebabkan penularan berkelanjutan dari manusia ke manusia, dan ditambah dengan kondisi populasi manusia hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kekebalan terhadap virus tersebut. Sirkulasi virus avian influenza pada unggas (H5, H7) sekali lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena virus ini bisa menyebabkan penyakit pada manusia dan berpotensi terjadi mutasi sehingga meningkatkan resiko penularan di antara manusia. Baca juga : Pentingnya Biosekuriti pada Peternakan Babi.
Apakah virus flu burung, flu babi dan virus zoonosis lainnya yang beredar saat ini akan menyebabkan pandemi di masa depan masih belum bisa kita diketahui. Namun, keragaman virus zoonosis influenza yang telah menyebabkan infeksi pada manusia sangat memerlukan pengawasan yang diperkuat, baik pada hewan maupun manusia. Akhirnya, era “new normal” dari kebiasaan selama pandemi Covid-19 ini bisa menjadi awal kebiasaan baik buat kita sekalian dalam menjaga kesehatan kita dan orang-orang tercinta.
Referensi :
- https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/influenza-(avian-and-other-zoonotic)
- https://www.who.int/influenza/human_animal_interface/influenza_h7n9/en/