Tantangan Masa Menyusui Ternak Babi

Tantangan Masa Menyusui Ternak Babi

Sering menemukan kasus diare pada anak babi setelah proses kelahiran? Apakah treatment yang anda lakukan selama ini sudah benar? Ini sebenarnya adalah kondisi klasik yang hampir selalu dihadapi oleh para peternak babi. Kebanyakan peternak  menanggapinya dengan biasa karena itu seperti sudah menjadi “agenda” yang harus dihadapi setiap periode menyusui. Nah, melanjutkan artikel kita sebelumnya, kita saat ini akan belajar bersama mengenai masalah yang dihadapi saat fase ikut induk ini.

Sebenarnya relatif sulit untuk menentukan satu penyakit “utama” pada anak babi yang menyusui karena memang ada beberapa kondisi umum dapat menyebabkan masalah yang signifikan yang tidak jarang berujung pada kematian anak babi.

Jika melihat bagan diatas, maka yang mendominasi kasus pada anak babi sebelum sapih antara lain adalah :

Porcine Epidemic Diarrhea (PED).

Penyakit virus yang sangat menular ini dapat menyebabkan diare parah, muntah, dehidrasi, dan kematian pada anak babi yang berusia < 5 hari. Tingkat kematian bisa sangat buruk karena bisa mencapai hampir 100% pada kelompok yang naif (ternak yang belum pernah terpapar).

PED ini dapat diatasi dengan praktek biosekuriti yang baik dan vaksinasi pada induk. Saat kondisi outbreak beberapa tahu lalu dimana vaksin belum tersedia, peternak melakukan penguatan terhadap induk dengan memberikan gerusan usus dari anak babi yang terkena PED. Dengan paparan menggunakan gerusan usus ini, diharapkan induk mendapatkan kekebalan yang nantinya penting untuk diturunkan ke anak babi yang akan dilahirkan pada kebuntingan selanjutnya.

Colibacillosis.

Penyakit bakteri yang disebabkan oleh strain Eschericia coli tertentu ini dapat menyebabkan diare, lesu, dan kematian pada anak babi yang sedang menyusui. Angka kematian tidak sehebat PED, namun demikian cukup moderat untuk mendapatkan perhatian lebih dari peternak. Kondisi ini biasanya bisa diatasi dengan perbaikan management pemeliharaan, sanitasi lingkungan atau vaksinasi di induk.

Ada 2 jenis Collibacilosis yaitu :

  1. Enterotoxigeni E.coli (ETEC) : Jenis ini menyebabkan diare cair yang parah dalam beberapa jam setelah lahir.
  2. Enterophatogenic E.coli (EPEC) : Jenis ini menyebabkan diare ringan beberapa hari setelah lahir.

Swine colibacillosis bertanggung jawab atas berbagai masalah, seperti diare neonatal, post weaning diarrhea (PWD), edema disease (ED), septikemia, poliserositis, mastitis coliform, dan infeksi saluran kemih. Di antara keragaman yang sangat besar, strain E. coli enterotoksigenik (ETEC) mampu menyebabkan penyakit pencernaan yang mengakibatkan diare pada anak babi yang baru lahir, PWD dan ED. Infeksi babi ini merupakan ancaman paling besar bagi industri peternakan babi di seluruh dunia karena kerugian ekonomi yang signifikan terkait dengan morbiditas, mortalitas, penurunan berat badan, meningkatnya biaya perawatan, vaksinasi, dan suplemen pakan.

PWD dan ED dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Dalam waktu 2-3 minggu setelah disapih, anak babi lebih rentan terhadap infeksi mikroba. Oleh karena itu, periode ini sangat penting dan biasanya berhubungan dengan tantangan bentuk infeksi E. coli  yang paling parah, yang diwujudkan dengan kematian mendadak atau diare berat.

Diatas adalah model infeksi Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) pada sel epitel usus. (1) anak babi menelan ETEC, sehingga memungkinkan peralihannya ke saluran pencernaan. (2) Fimbriae yang diekspresikan oleh ETEC memungkinkan bakteri menempel pada reseptor spesifik yang ada di sel epitel usus. (3) Kolonisasi terjadi pada mukosa usus kecil, yang menyebabkan produksi racun. (4) Enterotoksin ini menyebabkan hilangnya air dan elektrolit ke dalam lumen usus, sehingga meningkatkan permeabilitas usus. (5) Akibat peningkatan permeabilitas usus dan kehilangan banyak air, diare, penurunan berat badan, dan kematian dapat terjadi.

Baca juga : Diare pada Babi

Selain 2 penyakit diatas, gangguan pada fase laktasi ini bisa juga disebabkan oleh :

  1. Rotavirus
  2. Transmissible gastroenteritis (TGE)
  3. Clostridium sp
  4. Coccidiosis  
  5. Enterococcus sp
  6. Salmonellosis  

Karena diare bisa disebabkan oleh beberapa jenis patogen, maka selalu berkonsultasilah dengan dokter hewan untuk melakukan tahapan diagnosa yang benar sehingga program kontrol dan pengendalian penyakit sesuai dengan tantangan yang ada di lapangan. Biosekuriti dan vaksinasi mungkin bisa menjadi solusi untuk menyempurnakan managemen pemeliharaan yang sudah dijalankan. Baca juga : Biosekuriti Pada Peternakan Babi

Referensi :

  1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10135039/#:~:text=Porcine%20infection%20caused%20by%20Escherichia,urinary%20tract%20infection%20%5B1%5D. swine colibacillosis
  2. https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/diarrheal-diseases
  3. https://www.mdpi.com/2076-2615/13/3/338 Diagnostic approach to enteric disorders in pigs
Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Bovine Viral Diarrhea (BVD) merupakan penyakit virus utama pada ternak yang mempunyai dampak ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah klinis dan reproduksi, sehingga menyebabkan hilangnya produktivitas, kesuburan, dan kesehatan anak sapi.

Bovine virus diare (BVD) adalah virus RNA dalam genus Pestivirus dari keluarga Flaviviridae. Genus Pestivirus ini, selain ada virus BVD tipe 1 dan 2, juga berkerabat dekat dengan Classical Swine Fever (CSF pada babi) dan Ovine Border Disease pada domba.

Sapi dari segala umur rentan terhadap infeksi BVD. Penyebaran virus ini adalah di seluruh dunia meskipun beberapa negara baru-baru ini telah memberantas virus ini. Infeksi BVD menyebabkan berbagai macam penyakit dengan manifestasi klinis, termasuk penyakit enterik dan pernafasan atau reproduksi dan janin. Infeksi mungkin bersifat subklinis atau meluas hingga fatal. Gambaran klinis dan tingkat keparahan penyakit dapat bervariasi tergantung jenis virus yang berbeda.

Virus BVDV juga menyebabkan penekanan kekebalan yang dapat membuat hewan yang terinfeksi lebih rentan terhadap infeksi virus lain dan bakteri. Dampak klinis mungkin lebih nyata pada ternak yang dikelola secara intensif. Hewan yang bertahan dari infeksi in-utero pada trimester pertama kebuntingan hampir selalu akan terinfeksi secara persisten (PI), dimana ternak ini menjadi reservoir utama dalam suatu populasi dan mengeluarkan sejumlah besar virus (shedding) melalui urin, feses, kotoran, susu dan air mani.

Virus ini menyebar terutama melalui kontak erat antara hewan PI dengan ternak lainnya dan dapat bertahan di lingkungan untuk waktu yang singkat ataupun lama, serta ditularkan melalui bahan/material reproduksi yang terkontaminasi. Transmisi vertikal memainkan peran penting.

Baca juga : 5 Penyakit penting pada Sapi Perah

Jenis Virus BVD:

BVDV-1: Jenis ini menyebabkan infeksi akut dan persisten. Infeksi akut sering kali menimbulkan gejala pernapasan dan pencernaan, sedangkan infeksi yang menetap dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, masalah reproduksi, dan menekan kekebalan.
BVDV-2: Jenis ini terutama menyebabkan penyakit mukosa, suatu bentuk BVD parah yang menyerang anak sapi  secara persisten di dalam rahim. Gejalanya meliputi maag, demam, diare, dan seringkali kematian.

Tanda Klinis

BVD akut: Demam, kehilangan nafsu makan, gangguan pernapasan, diare, penurunan produksi ASI, aborsi.
BVD yang persisten: Seringkali tanpa gejala, namun dapat muncul dengan pertumbuhan terhambat, kinerja buruk, peningkatan kerentanan terhadap penyakit lain.
Penyakit Mukosa: Demam tinggi, diare parah disertai darah, sariawan, penurunan berat badan yang cepat, kematian dalam 5-10 hari.

Diagnosa

Tes ELISA atau PCR pada sampel darah atau jaringan dapat mendeteksi keberadaan virus atau antibodi.
Tes kebuntingan dapat mengidentifikasi kebuntingan yang terkena dampak BVD.

Dampak Ekonomi

BVD menyebabkan hilangnya produktivitas secara signifikan karena penurunan produksi susu, kematian anak sapi, dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit lain. Pembatasan perdagangan dapat diberlakukan pada ternak yang terinfeksi BVD, sehingga berdampak lebih jauh pada pendapatan.

Ada dua jenis hewan yang terinfeksi secara persisten, yaitu  hewan “pestiferous” yang mengeluarkan sejumlah besar virus dan menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kawanannya, dan hewan “non-pestiferous” yang hanya mengeluarkan sedikit atau tidak ada virus sama sekali sehingga minim resiko terhadap penyakit lain.

Pencegahan dan Pengendalian

Vaksinasi: Memvaksinasi sapi yang rentan sebelum dibiakkan dapat membantu mencegah infeksi pada janin dan perkembangan hewan yang terinfeksi secara terus-menerus.
Biosekuriti: Mengisolasi hewan baru, mengkarantina sapi bunting, dan menerapkan kebersihan yang baik dapat membantu mencegah penularan.
Pemantauan: Pengujian rutin terhadap anak sapi dan sapi bunting dapat membantu mengidentifikasi hewan yang terinfeksi untuk dikeluarkan dari kawanannya.

Jadi, dengan memahami BVD, menerapkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang tepat, maka peternak dapat secara signifikan mengurangi dampaknya terhadap ternak mereka dan meningkatkan keuntungan secara keseluruhan.

Referensi :

  1. https://www.woah.org/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/3.04.07_BVD.pdf
  2. https://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/download/25152/19154/
error: Content is protected !!