Kunci Pemeliharaan Anak Babi

Kunci Pemeliharaan Anak Babi

Mulai bulan ini, kita akan mencoba mengulik tentang basic management pemeliharaan babi untuk merefresh kembali hal-hal penting yang mungkin kita lupakan. Kita akan mengawali dari management pemeliharaan piglet / anak babi terlebih dahulu ya…

Managemen pemeliharaan anak babi penting untuk dipahami karena kita dituntut untuk fokus pada status kesehatan dan kesejahteraan anak babi sejak dari lahir – disapih (6-8 minggu). Saat ini kita akan belajar bersama tentang apa saja yang menjadi point utama dalam tahap ini. Target yang idealnya dicapai pada tahap ini adalah angka kematian yang rendah, angka sapihan tinggi dan pertumbuhan berat badan yang ideal.

Berikut adalah point-point penting yang harus kita kuasai agar target kita tercapai, yaitu :

Pra-kelahiran.

  1. Hyperprolific. Induk babi mempunyai kecinderungan untuk memiliki anak yang banyak dengan lama waktu bunting sekitar 3 bulan 3 minggu 3 hari.
  2. Nutrisi. Formulasi pakan induk yang tepat selama periode kebuntingan  sangat penting untuk memastikan induk memiliki cadangan yang cukup untuk proses melahirkan anak babi yang sehat dan menghasilkan air susu yang cukup. Terlampir adalah strategi nutrisi dan konsep manajemen pemberian pakan untuk bisa menghasilkan produksi kolostrum yang maksimal.

Farrowing (saat kelahiran).

  1. Kehangatan. Anak babi umumnya dilahirkan dengan sedikit kandungan lemak dan tidak dapat mengatur suhu tubuhnya dengan baik. Oleh karena itu, kita harus menyediakan lampu/pemanas untuk menjaga suhu ideal  34°C dan mencegah hipotermia.
  2. Kebersihan. Lingkungan kandang kelahiran yang bersih dan kering akan mengurangi tingkat resiko penyebaran penyakit. Alas tidur harus kering dan sering diganti untuk menghindari penumpukan kotoran.
  3. Perawatan tali pusar. Desinfeksi tali pusar segera setelah lahir untuk mencegah infeksi.

Pasca kelahiran.

  1. Kolostrum. Air susu pertama yang dihasilkan oleh induk babi yang kaya akan antibodi untuk membantu anak babi melawan penyakit. Kita harus memastikan setiap anak babi menerima kolostrum yang cukup dalam 2-6 jam pertama, atau maksimal 24 jam pertama untuk kelangsungan hidup mereka. Jika jumlah anak terlalu banyak dibandingkan puting susu aktif, maka perlu tindakan intervensi dengan teknik menyusu secara terpisah. Kita bisa mengeluarkan beberapa anak babi untuk sementara waktu untuk “antri” mendapatkan asupan kolostrum induk. Anakan yang ukurannya lebih besar mungkin kita sisihkan terlebih dahulu agar anak babi yang lebih kecil memiliki angka kelangsungan hidup lebih baik.
  2. Pemberian zat Besi. Anak babi rentan terkena anemia, terutama yang dipelihara secara intensif. Suntikan zat besi idealnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan anak babi. Untuk anak babi yang dipelihara dengan alas tanah atau diumbar, mereka bisa mencari sendiri secara alami di tanah. Zat besi ini umumnya diberikan pada umur 2-5 hari awal kehidupan dan terkadang perlu diulang tergantung kondisi di lapangan.
  3. Potong gigi dan ekor. Gigi taring anak babi relatif tajan dan beresiko melukai puting susu induk dan anak babi lainnya jika terjadi perkelahian. Proses potong gigi umumnya dilakukan bersamaan dengan potong ekor. Ingat, pastikan proses ini dilakukan se-aseptik mungkin agar meminimalkan terjadinya infeksi dan juga minimal stres. Oleh karena itu, umumnya di peternakan proses ini dilakukan bersamaan dengan suntik zat besi sehingga anak babi tidak stres karena terlalu sering dipegang.

Performa anak babi di kandang pembibitan dapat bervariasi tergantung pada berat badan, usia saat disapih, pengelolaan, dan tantangan patogen di fasilitas peternakan babi. Pemeliharaan di awal kehidupan ini sangatlah penting dan mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang, karena pertumbuhan yang lambat menimbulkan kerugian yang signifikan dan peternakan menjadi tidak efisien.

Penelitian penting telah membuktikan bahwa ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan babi saat penyapihan. Serangkaian manajemen awal dan strategi nutrisi pakan yang kompleks perlu dilakukan pada induk dan anak babi yang masih menyusui untuk mencapai pertumbuhan anak babi yang optimal dan efisien setelah disapih.

Dari bagan diatas, terdapat korelasi pengaruh kelahiran dan berat penyapihan sampai panen.  Bobot badan pada tahapan produksi yang berbeda juga akan menentukan jumlah hari untuk mencapai bobot badan pasar 105 kg.

Setelah kita tahu secara garis besar proses persiapan kelahiran diatas, berikut ada beberapa tips yang mungkin berguna di lapangan terkait kondisi-kondisi yang memerlukan intervensi manusia.

Praktek manajemen praktis.

  1. Cross-fostering. Pengasuhan silang dilakukan jika induk  babi memiliki jumlah anak yang banyak dan beresiko tidak mendapatkan cukup asupan air susu untuk pertumbuhannya. Teknis ini dilakukan dengan cara  memindahkan beberapa anak babi ke induk babi lain yang memiliki jumlah anak lebih sedikit. Ingat, proses ini bisa  dilakukan setelah anak babi mendapatkan cukup kolostrum dari induk aslinya, sehingga maternal antibodi terpenuhi dahulu sebelum “dititipkan ke induk lainnya.
  2. Transisi Penyapihan. Sekitar 6-8 minggu, anak babi disapih dari induknya. Bahkan di peternakan modern, sapihan dilakukan sekitar 3 minggu untuk mengejar performa breeding. Anak babi idealnya diperkenalkan dengan pakan padat terlebih dahulu sebelum mereka berhenti menyusui sepenuhnya. Hal ini tentunya untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan pola pakan yang baru pasca penyapihan.
  3. Vaksinasi. Anak babi idealnya divaksinasi sesuai dengan tantangan penyakit yang terdeteksi di lapangan. Jadwal vaksinasi bisa dikomunikasikan dengan dokter hewan agar perlindungan terhadap anak ini bisa dioptimalkan dan  mereka lebih aman dari serangan penyakit. Program vaksin yang umumnya dilakukan adalah Classical swine fever, PCV2, PRRS, Mycoplasma hyopneumoniae, Glasser’s Disease dan vaksin lainnya yang dirasa diperlukan dan sesuai dengan tantangan yang ada. Oleh karena itu, penting bagi setiap peternak untuk memiliki catatan yang jelas terkait penyakit yang sering muncul di kandang untuk kemudian dilakukan antisipasi dengan vaksinasi.
  4. Minimalkan stres. Kondisi stres yang mungkin terjadi dilapangan dapat berdampak negatif pada kesehatan anak babi. Oleh karena itu, pastikan kita menyediakan ruang yang cukup, tangani dengan hati-hati, dan hindari perubahan yang tiba-tiba.
  5. Monitoring/Pemantauan. Periksa tanda-tanda penyakit pada anak babi secara teratur, seperti lesu, kehilangan nafsu makan, atau batuk. Deteksi dan pengobatan dini sangat penting untuk segera melakukan tindakan agar resiko penyakit bisa diminimalkan.

Dengan mengikuti point penting praktek-praktek dan tips diatas, maka diharapkan peternak bisa memenuhi target pemeliharaan di awal kelahiran – sapih ini dengan menekan angka kematian anak babi, jumlah sapihan lebih banyak dan pertumbuhan yang baik.

Referensi :

  1. https://gb.pic.com/resources/piglet-management-around-weaning/
  2. https://ahdb.org.uk/knowledge-library/small-piglet-management
  3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7911825/ Management and Feeding Strategies in Early Life to Increase Piglet Performance and Welfare around Weaning: A Review
Program Vaksin di Peternakan Ayam

Program Vaksin di Peternakan Ayam

Unggas dipelihara sebagai sumber protein hewani yang proses produksinya relatif singkat dan harga yang terjangkau. Sistem produksi unggas berbeda, mulai dari pedesaan dipelihara dibelakang rumah sampai skala industri yang modern. Dengan semakin berkembangnya dunia perunggasan dan meningkatnya kebutuhan akan protein hewani, maka tidak jarang diikuti dengan meningkatnya tantangan penyakit di peternakan. Distribusi luas Newcastle disease (ND) dan avian influenza (AI) yang terjadi memberikan contoh dampak negatif dari penyakit tersebut pada sektor produksi unggas dan masyarakat secara keseluruhan. Strategi yang berbeda dapat diterapkan untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit di tingkat internasional, nasional dan peternakan.

Program vaksinasi merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit unggas di seluruh dunia. Vaksinasi tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus juga diimbangi dengan pelaksanaan manajemen yang baik dan biosekuriti yang maksimal karena vaksin juga hampir tidak mungkin dapat memberikan perlindungan 100%. Vaksinasi umumnya harus disesuaikan dengan kondisi tantangan di setiap kandang. Beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan program vaksin adalah jenis produksi unggas (komersial atau pedesaan), kepadatan dalam suatu wilayah, situasi penyakit di kandang, ketersediaan vaksin dan sumber daya yang ada (pekerja kandang peralatan pendukungnya) dan tentunya pertimbangan biaya.

Jika kita memelihara ternak ayam baik layer maupun broiler komersial, maka program vaksin harus mulai dipikirkan untuk melindungi ternak dari resiko terserang penyakit yang berakibat pada kerugian dalam usaha. Secara umum, penyakit yang menyerang baik ayam broiler maupun layer hampir sama, hanya saja karena umur ayam petelur lebih panjang maka program vaksinnya juga lebih komplit dan agak rumit. Peternak broiler komersial biasanya menggunakan vaksin ND, Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD) dan terkadang juga AI, tergantung tantangan di area kandang tersebut. Untuk ayam layer selain semua vaksin diatas, mereka juga menambahkan program vaksin untuk Infectious Laringotracheitis (ILT), Infectious Coriza, Fowlpox/Cacar, Egg Drop syndrom (EDS) dan terkadang juga vaksin Mycoplasma. Semua program vaksin diatas harus disusun sedemikian rupa agar terbentuk kekebalan yang merata dalam kelompok ternak sehingga ketika ada tantangan penyakit gejala klinis yang muncul bisa lebih ringan dan resiko kerugian juga minimal.

Penanganan vaksin di peternakan membutuhkan kehati-hatian guna menjaga potensinya tetap baik. Prosedur penanganan yang buruk, dalam banyak kasus akan mengakibatkan penurunan potensi yang cepat. Saat menerima vaksin di peternakan, pastikan bahwa vaksin ditempatkan dalam keadaan dingin (suhu yang tidak sesuai akan mengakibatkan hilangnya potensi dengan cepat), jenis vaksin apakah sesuai jadwal dan jumlahnya sesuai yang dibutuhkan serta masih belum kedaluwarsa. Vaksin live kering beku harus disimpan pada suhu di bawah titik beku dan pengencernya pada suhu di atas titik beku. Vaksin cair umumnya disimpan pada suhu di atas titik beku dan sebelum pemakaian idealnya di lakukan thawing terlebih dahulu agar tidak menimbulkan stress dingin saat disuntikkan ke ayam. Pastikan kondisi ayam sehat saat akan melakukan vaksinasi agar respon kekebalan yang dihasilkan optimal. Selain itu pastikan juga pelaksanaan vaksin dilapangan menggunakan metode yang sesuai dengan jenis vaksinnya, contohnya vaksinasi ND live (tetes mata, via air minum, spray), vaksin kill ND EDS IB, AI dan Coriza (suntik otot dada, subkutan), FowlPox (tusuk sayap, swab kloaka).

Dengan menerapkan managemen pemeliharaan yang baik dan didukung dengan biosekuriti yang ketat, maka program vaksinasi yang kita susun berdasarkan tantangan di lapangan diharapkan akan menghasilkan tingkat proteksi yang baik, sehingga performance terbaik akan tercapai yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang optimal dalam usaha peternakan kita.

Referensi :

  1. https://www.oie.int/doc/ged/D4243.PDF
  2. https://www.msdvetmanual.com/poultry/nutrition-and-management-poultry/vaccination-programs-in-poultry#:~:text=Vaccination%20Program%20for%20Broilers,-a&text=b-,Most%20USA%20commercial%20broiler%20hatcheries%20use%20an%20in%20ovo%20vaccination,combined%20with%20Marek’s%20disease%20vaccines.
  3. http://www.poultryhub.org/health/health-management/vaccination/
Perlukah Program Vaksinasi pada Ternak Babi ?

Perlukah Program Vaksinasi pada Ternak Babi ?

Industri peternakan babi di dunia masih disibukkan dengan penyakit African Swine Fever (ASF) sampai sekarang. Pengobatan maupun vaksin yang tepat untuk mengontrol ASF masih belum ditemukan, sehingga peternak babi di seluruh dunia masih terus memantau inovasi dari penelitian vaksin, temasuk peternak kita di Indonesia. Mengapa vaksin ASF ditunggu-tunggu dan menjadi penting? ASF membunuh hampir semua babi yang terinfeksi dan telah menghancurkan usaha peternakan babi sejak terjadinya outbreak di Cina pada 2018, dan kejadian ini masih berlanjut bahkan menyebar ke negara lain di Asia.

Koreksi populasi karena ASF ini menyebabkan suply dan demand tidak seimbang, serta diikuti dengan fluktuasi harga daging babi di pasaran yang cenderung melambung tinggi. Hal ini menjadi sebuah tantangan dan peluang tersendiri, mengingat yang dapat bertahan hampir dipastikan akan memetik hasilnya dimasa depan. Investasi biosecurity yang ketat dapat menjadi pertahanan utama dalam menangkal ASF, serta manajemen pemeliharaan yang baik (pengaturan nutrisi, program medikasi dan vaksinasi terhadap penyakit-penyakit penting) dapat mengoptimalkan performa farm.

Lalu bagaimana dengan penyakit-penyakit yang vaksinnya sudah tersedia di market? Apakah kita sudah mengoptimalkan penggunaannya? Di Indonesia, penyakit pada babi yang sudah tersedia vaksinnya antara lain adalah Classical Swine Fever (Hog Cholera, Mycopasma, PCV2 (Porcine Circovirus Associated Disease = PCVAD), Porcine Reproductive and Respiratory syndrome (PRRS), Haemophilus parasuis. Secara fakta dilapangan, penyakit-penyakit diatas sudah terdeteksi dilapangan dan sebenarnya juga juga perlu diwaspadai selain ASF saat ini. Baca juga : Swine Influenza pada Babi.

Walaupun tingkat mortalitas PCVAD tidak seganas ASF, tetapi kejadian ini cukup merugikan peternak karena performa farm menjadi tidak maksimal, apalagi jika disertai tantangan infeksi PRRS dan Porcine Parvovirus (PPV). Selain manifestasi Post-weaning Multisystemic Wasting Syndrome (PMWS), Porcine Dermatitis and Nephropathy Syndrome (PDNS), Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) pada anakan, PCVAD juga bisa menyerang induk. Kombinasi PRRS, PPV dan PCV2 telah menjelma menjadi penyakit yang paling merugikan pada breeding farm karena dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Namun pada kenyataannya, peternak masih banyak mengabaikan/tidak menyadari penyakit ini karena “hanya bersifat sindrom” dan tidak jarang tanpa gejala.

Gambaran klinis PCVAD pada anakan selalu mencakup wasting, kurangnya respon terhadap pengobatan dan mortalitas. Mortalitas sangat bervariasi dan dapat bersifat sporadis. Angka mortalitas bisa mencapai 10-15%, dan terkadang jauh lebih tinggi jika disertai dengan infeksi lain, seperti virus PRRS. Gejala klinis yang dapat terlihat diantaranya diare, pucat, ikhterus dan lesi kulit yang biasanya dapat diamati antara usia 5-20 minggu.

Perubahan organ yang dapat diamati saat nekropsi adalah paru-paru yang tidak collapse secara normal, pembesaran limfonodus/kelenjar getah bening dan ginjal (dengan/tanpa bintik putih). Lesi lain yang mungkin bisa terlihat adalah edema interlobular paru-paru, edema mesenterium, infark kecil pada limpa (membesar dengan spot area gelap). Tidak terdapat lesi tunggal yang muncul pada semua kasus, sehingga seringkali perlu dilakukan nekropsi pada beberapa babi yang sakit, sehingga hasilnya representatif dalam mengidentifikasi lesi.

Vaksinasi terhadap Circovirus tipe 2 (PCV2) menjadi strategi intervensi yang paling umum secara global, dan digunakan pada babi yang sedang dalam masa pertumbuhan. Sejak tahun 2006, sudah terdapat beberapa produk yang tersedia secara komersial. Prof John C.S. Harding, peneliti PCV2 dari Universitas Saskatchewan Kanada menyatakan bahwa vaksinasi di anakan terbukti sangat ampuh mencegah PCVAD di seluruh dunia. Untuk menilai keefektifan vaksinasi PCV2 di lapangan, kita dapat melihat dari penurunan angka mortalitas dan culling, peningkatan pertumbuhan berat badan serta pengurangan penggunaan obat sebagai parameter yang paling relevan untuk diukur. Program vaksinasi terhadap PCV2 biasanya dilakukan pada anak babi menjelang usia sapih, dan jika diperlukan induk juga bisa dilakukan program vaksinasi secara periodik untuk menjaga performa reproduksinya.

Kita tidak boleh melupakan dampak PCVAD terhadap industri babi baik di induk maupun anakan, sehingga kita perlu untuk mengingat pentingnya pelaksanaan vaksinasi PCV2 dengan benar. Kita harus terus berupaya untuk menentukan program pengendalian yang ideal dan sesuai untuk farm masing-masing, sehingga dapat memperoleh manfaat maksimal dari investasi vaksin.

Sekali lagi, African Swine Fever (ASF) mungkin menyadarkan kita pentingnya vaksin karena dampak mortalitas yang mencapai 100%. Tetapi perlu diingat, penyakit – penyakit lain yang sudah terdeteksi di lapangan dan tidak tertangani dengan baik juga berpotensi untuk menurunkan performa farm yang tentunya juga berdampak pada tidak tercapainya potensi keuntungan yang maksimal. Jika ingin lebih optimal dan berhasil, mari kita lakukan evaluasi dan mulai menerapkan manajemen pemeliharaan yang terbaik untuk ternak babi kita dengan menyusun program biosekuriti, medikasi, nutrisi dan juga vaksinasi yang baik. Baca juga : Pentingnya Biosekuriti pada Peternakan Babi.

Referensi :
https://www.thepigsite.com/news/2020/06/vaccine-for-asf-shows-promise-in-clinical-trials
https://research.rabobank.com/far/en/sectors/animal-protein/pork-quarterly-q2-2020.html
https://www.oie.int/en/animal-health-in-the-world/oie-listed-diseases-2020/
https://porkgateway.org/resource/porcine-circovirus-associated-disease-description-cause-and-transmission/
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167587714003444?via%3Dihub
https://www.pigprogress.net/Home/General/2009/9/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry-PP005946W/
https://www.semanticscholar.org/paper/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry%3A-Part-2.-Siebel/de555bcf57a5bcd471654d2a9a06db5d3dd46b23
https://www.pigprogress.net/Home/General/2010/12/PCV2-vaccination-changing-the-pig-industry-Part-3-Reduced-antibiotic-usage-and-improved-performance-go-together-PP007016W/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16711565/
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0021997599903377?via%3Dihub
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167587710003387?via%3Dihub
https://www.pig333.com/articles/what-has-changed-about-porcine-circovirus-epidemiology_16002/
https://www.pigprogress.net/Health-Diseases/Health/2013/9/Boehringer-Vaccine-for-PCV2-and-Mycoplasma-1367177W/

error: Content is protected !!