Usaha peternakan hampir selalu dihadapkan dengan tantangan penyakit. Jika peternak tidak mengerti tantangan yang ada di kandang, maka resiko paparan penyakit akan tinggi sehingga berakibat usaha peternakannya bisa mengalami kerugian. Terkait penyakit pada sistem saraf pusat (CNS) pada babi yang terkadang kita amati di lapangan, biasanya disebabkan oleh penyakit menular. Selain itu, faktor genetik, bawaan, atau racun bisa juga menjadi penyebab gangguan saraf. Gejala gangguan saraf / neurologis antara lain adalah ataxia, inkoordinasi, prilaku abnormal, paresis, kelumpuhan, tremor, gerakan mendayung, opisthotonos, kejang, nystagmus, dan bisa berakhir dengan kematian.
Jika kita melihat gejala saraf terjadi di kelompok umur anakan sebelum sapih, maka umumnya bisa dipengaruhi oleh bakteri Streptococcus suis penyebab meningitis dan virus herpes penyebab Pseudorabies / Aujezsky’s disease, serta gangguan kongenital seperti tremor dan malformasi. Jika bisa evaluasi dengan melakukan uji laboratorium dan pemberian antibiotik (jika tidak respon maka kemungkinan besar memang virus yang berperan). Untuk faktor kongenital, kita bisa evaluasi dengan melihat rekording catatan kelahiran dari setiap induk. Jika hal ini terjadi pada induk tertentu, maka ada kemungkinan peran bawaan genetik disini.
Bagaimana jika kejadiannya setelah lepas sapih? Selain disebabkan oleh Streptococcus suis dan Pseudorabies, kejadian gangguan saraf pada kelompok ini bisa juga dipengaruhi oleh bakteri Haemophilus parasuis, E.coli, infeksi telinga, keracunan garam serta cidera pada otak / sumsum tulang belakang. Kita harus melakukan uji laboratorium untuk memastikan apa penyebab pastinya. Gambar 1 dibawah ini bisa menjadi acuan bagi kita untuk mengevaluasi kejadian sesuai kelompok umur sehingga bisa mempermudah analisa faktor penyebabnya.
Gambar 2 dibawah ini juga menunjukkan diagram alur untuk diagnosis penyakit gangguan saraf pada babi dari fase setelah lepas sapih. Langkah-langkah sistematis ini bisa kita lakukan untuk mencari penyebab kejadian gangguan saraf pada ternak babi kita. Kita bisa lakukan terapi antibiotik, pengamatan kejadian edema dan supplai air serta analiasa uji laboratorium untuk menegakkan diagnosa.
Ketika kita mengevalusi kandang yang melaporkan tanda-tanda saraf maka yang pertama kita lakukan adalah melihat laporan produksi harian dan berdiskusi dengan manajer farm atau anak kandang untuk mendapatkan anamnesa kejadian/sejarah kasusnya. Kita idealnya menggali informasi terkait hal-hal dibawah ini :
- Berapa lama gejala klinis muncul
- Usia babi ketika tanda-tanda klinis pertama kali muncul
- Jumlah kematian babi
- Jumlah babi yang menampilkan tanda-tanda klinis
- Jumlah babi yang dirawat secara individual / kontrol kandang isolasi
- Respon terhadap antibiotik
- Pembacaan meteran air harian / monitoring suplai air
- Pembacaan termometer / suhu
- Pembacaan tingkat kelembaban relatif
- Pengaturan kontrol ventilasi
Dengan mengumpulkan informasi terkait gangguan saraf diatas, maka ini akan membantu kita dalam mempersempit daftar kemungkinan diagnosis penyakitnya. Jika babi fase awal hingga pertengahan pembibitan menunjukkan recumbency, gerakan mendayung, opisthotonos, nystagmus, atau kematian akut tetapi merespons dengan baik injeksi preparat penisilin maka kita bisa mengarahkan diagnosa sementara ke penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus suis. Penurunan konsumsi air dapat menunjukkan masalah dengan ketersediaan air, atau mungkin merupakan tanda bahwa babi sedang tidak dalam kondisi terbaik. Penurunan konsumsi air 20 – 30% dapat diamati pada babi dengan infeksi virus akut, seperti Swine Influenza atau Pseudorabies. Hal ini biasanya bisa kita amati dalam 1 -2 hari sebelum tanda-tanda klinis saraf muncul. Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban relatif dapat mengungkapkan bahwa suhu ekstrem atau tingkat ventilasi yang tidak tepat. Situasi ini tentunya bertanggung jawab dalam tingkat kenyamanan babi yang pada akhirnya menyebabkan tanda-tanda klinis muncul. Baca juga : Swine Influenza pada babi.
Setelah data rekording dan anamnesa sudah kita dapatkan, maka langkah selanjutnya dalam diagnosis adalah melakukan pengamatan langsung ke kandang bersama dengan manager farm ataupun anak kandang yang bertanggung jawab. Kita harus melihat langsung untuk mendapatkan data visual dengan mengamati tingkah laku babi dalam setiap pen dan mengevaluasi perubahan yang mungkin teramati. Hal ini sangat membantu dalam kita memperkirakan tingkat keparahan / prevalensi dari tanda-tanda klinis yang muncul. Dengan pengamatan langsung ini kita bisa menilai, apakah seluruh kelompok terlihat stres? berapa jumlah babi yang menunjukkan tanda-tanda neurologis? apakah kejadiannya masal atau hanya beberapa babi acak yang terpengaruh? apakah babi dengan tanda-tanda klinis hanya dalam satu atau dua pen, atau tersebar di seluruh area kandang?
Selanjutnya, kita sebaiknya pisahkan babi-babi dengan gejala saraf tadi untuk pengamatan lebih lanjut. Babi dengan infeksi telinga bagian dalam dapat menunjukkan gejala kemiringan kepala dan perilaku berputar-putar yang mungkin tidak jelas teramati ketika babi tersebut masih berada di kandang dengan 25 – 30 ekor populasi babi dalam pen.
Pengamatan selanjutnya adalah sampling untuk dilakukan bedah bangkai ataupun mengirimkan sampel untuk uji laboratorium lebih lanjut. Sebaiknya pilih 1 -2 ekor babi hidup dengan gejala saraf yang belum diobati, jika memungkinkan. Lakukan prosedur eutanasi dengan benar dengan memegang prinsip animal welfare, sehingga babi terhindar dari rasa sakit yan berlebihan. Sampel jaringan yang diambil antara lain adalah otak, amandel, hati, limpa, paru-paru, kelenjar getah bening, jantung, dan jaringan lain yang tampak tidak normal. Masukkan semua sampel jaringan ke dalam formalin untuk kemudian dikirimkan ke laboratorium. Misalnya, dalam pengamatan bedah bangkai terdapat usus yang meradang atau mengandung cairan berlebihan, maka sampel segar jaringan usus dapat juga diambil untuk mengkonfirmasi kemungkinan adanya penyakit edema karena E.coli.
Terkait kemungkinan kejadian karena penyakit Pseudorabies / Aujeszky’s disease, kita sebaiknya juga melakukan uji serologis untuk melihat titer antibodi yang mungkin terbentuk karena ada challenge penyakit ini. Babi yang terinfeksi oleh preudorabies kemungkinan telah serokonvert pada saat mereka menunjukkan tanda-tanda klinis saraf di lapangan. Untuk sampel uji serologi idealnya kita bisa mengambil dari babi yang menunjukkan tanda-tanda klinis dan juga yang tanpa gejala (asimptomatik). Minimal 10 sampel per kelompok yang terkena dampak sudah cukup mewakili. Tandai hewan-hewan ini dan serum konvalesen bisa diambil dalam 2 – 3 minggu kemudian. Jika farm kita belum pernah melakukan vaksinasi terhadap Psudorabies, maka jika uji serologis menunjukkan hasil positif maka bisa dipastikan bahwa ternak kita pernah terpapar oleh virus ini. Pseudorabies selain mengakibatkan gangguan saraf juga bisa mengakibatkan gangguan reproduksi pada induk dan juga gangguan pernafasan. Kita bisa lakukan evaluasi lebih jauh terhadap kejadian Pseudorabies jika ada gejala-gejala ini pada fase pemeliharaan yang lainnya. Baca juga : Biosekuriti di era New Normal.
Studi kasus gangguan saraf.
Sebuah farm penggemukan mengalami kejadian kematian akut selama 2 hari, 11 ekor mati dihari pertama lalu 14 ekor pada hari kedua. Babi juga menunjukkan gejala saraf dan tidak berespon ketika diobati dengan penisilin. Babi-babi ini telah divaksinasi terhadap Pseudorabies. Tingkat konsumsi air harian normal. Lingkungan tampak sangat lembab dan lantainya sangat basah. Ternak babi terlihat meringkuk dan menumpuk di tengah pen relatif banyak dan tampak diare berair 50% dari populasi yang ada. tanda-tanda saraf yang teramati adalah kelumpuhan kaki depan hingga gerakan yang mengejutkan, tidak terkoordinasi, miring kepala, dan ataxia parah sekitar 2 – 3% populasi babi. Selain itu, terdapat edema kelopak mata di semua babi yang menunjukkan tanda-tanda saraf ini.
Karena kadang terletak jauh dari fasilitas laboratorium diagnostik, maka dipilih 3 ekor sampel untuk dilakukan bedah bangkai. Satu sampel babi dari kejadian kematian akut dan 2 ekor babi hidup yang menampilkan tanda-tanda saraf. Untuk kandang yang sudah melakukan vaksinansi terhadap Pseudorabies, maka kita bisa fokus terlebih dahulu ke patogen yang lain dengan asumsi bahwa babi telah terproteksi dari program vaksin yang sudah dijalankan dan dikuatkan dengan sejarah kasus yang aman dari gangguan Pseudorabies sebelumnya. Perubahan organ yang teramati saat nekropsi mengungkapkan usus kecil berisi cairan dan usus besar melebar. Satu babi memiliki edema lambung yang parah.
Hasil analisa histopatologi di laboratorium menunjukkan adanya enteritis ringan, nonsuppurative dan edema propria lamina dengan sejumlah besar koliform dalam vili enterosit. Edema submukosal yang parah terletak di perut dan usus besar. Ada hipertrofi endotelium kapiler dan fokus malacia di batang otak. Dari hasil isolasi bakteri, terdeteksi adanya strain hemolitik E.coli pada usus kecil. Kemudian, pengujian PCR pada isolat ini mengungkapkan adanya strain F18 E.coli yang menghasilkan verotoxin.
Bakteri E.coli sensitif terhadap apramycin, gentamicin, ceftiofur, dan trimethoprim-sulfamethoxazole. Oleh karena itu, treatment yang dilakukan ketika kelompok itu diberikan apramycin larut dalam air, kematian akut segera berhenti. Babi dengan edema kelopak mata atau diare, tanpa tanda-tanda saraf juga merespon dengan baik suntikan ceftiofur, tetapi babi dengan tanda-tanda saraf tidak merespon pengobatan.

Sebenarnya masih banyak patogen yang bisa menunjukkan gejala saraf selain yang sudah kita bahas saat ini, termasuk didalamnya ada Teschovirus, Coronavirus (hemagglutinating encephalomyelitis), keracunan Arsanilic acid and roxarsone, African Swine Fever dan Classical Swine Fever. Anda bisa membaca bagan diatas atau link referensi yang saya cantumkan dibawah ya atau DISINI untuk melihat daftar penyakit pada babi. Intinya, dalam menganalisa suatu kejadian kita harus detail dengan monitoring data, pengamatan langsung, bedah bangkai dan uji laboratorium untuk menegakkan diagnosa. Semoga kita bisa lebih sistematis lagi dalam menganalisa setiap kejadian gangguan saraf di kandang kita, sehingga strategi yang dipilih bisa lebih tepat dan mengurangi resiko kerugian dalam usaha peternakan kita.
References :
- Diagnostic Approaches to Swine Central Nervous System Disorders – A Practitioner’s Perspective. Rademacher CJ. 2001;1:31-33 Diagnostic Approaches to Swine Centr (aasv.org)
- Diseases Associated with Central Nervous System (CNS) Signs* | Iowa State University (iastate.edu)
- PigProgress – Pig diseases: Nervous System
- Pseudorabies in Pigs – Nervous System – Merck Veterinary Manual (merckvetmanual.com)
1 Comments