All in All out System

All in All out System

Kita tentu sudah sering mendengar istilah sistem pemeliharaan all in all out (AIAO) dalam praktek usaha peternakan babi. Apa AIAO itu sebenarnya, mengapa hal ini penting dilakukan, bagaimana caranya? Hari ini kita akan belajar bersama-sama ya…

Apa itu sistem all in all out? Manajemen AIAO di peternakan babi adalah salah satu strategi terbaik untuk meminimalkan penyebaran penyakit menular di dalam peternakan. Ini adalah konsep yang sebenarnya cukup sederhana dan efektif, yaitu dengan “hanya” mengatur babi dalam kelompok dan memindahkan semuanya secara bersama-sama dari setiap tahapan pemeliharaan. Setelah itu, peternak harus membersihkan, mendisinfeksi dan mengeringkan ruangan tersebut sebelum memasukkan anakan babi kelahiran selanjutnya. Istilah lain yang sering kita dengar adalah batch farrowing.

Dibanyak peternakan yang bukan skala industri, aplikasi AIAO umumnya jarang dilakukan, bahkan ada kecinderungan dari para peternak untuk meninggalkan anak babi yang pertumbuhannya terlambat untuk dicampur dengan batch selanjutnya dengan harapan masih mampu untuk mengejar ketertinggalan. Menahan babi kecil itu bertentangan dengan konsep AIAO dan biosekuriti sehingga beresiko menyebarkan penyakit. Bahkan satu babi saja ditinggalkan sudah cukup untuk menyebarkan penyakit karena status kesehatan setiap kelompok bisa berbeda satu sama lain.

Pada prinsipnya, sistem AIAO adalah sistem pemeliharaan yang menyatukan hewan dalam suatu kelompok. Hewan ternak dari kelompok yang berbeda tidak boleh dicampur selama mereka berada dalam lokasi peternakan. Pengelompokan ini umumnya berdasarkan usia, berat, tahapan produksi dan kondisi. Setiap kelompok ini dalam proses pertumbuhannya akan dipindahkan secara bersama-sama, sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Saat kelompok ini dipindahkan ke fase selanjutnya, fasilitas yang digunakan harus dikosongkan, dibersihkan, didesinfeksi dan dikeringkan sebelum digunakan kelompok yang lain untuk meminimalkan resiko penyakit. Sistem AIAO ini idealnya dilakukan di peternakan skala industri, tetapi tidak menutup kemungkinan juga diterapkan dalam peternakan skala kecil menengah. Modifikasi sistem ini bisa diadopsi pada penerapan 1 lokasi kandang, ruangan, atau bahkan pen.

Berbeda dengan sistem AIAO, sistem continous flow lebih umum dilakukan, dimana setiap hewan akan berpindah secara terus menerus sebagai individu, bukan kelompok usia yang cocok, sehingga fasilitas kandang tidak pernah benar-benar dikosongkan karena babi selalu bergantian mengisi kandang, ruangan ataupun pen.

Seberapa penting pemeliharaan sistem AIAO ini? Sistem AIAO ini sangat membantu dalam upaya pengendalian penyakit. Mengapa demikian? Pada calon induk, proses ini menjadi penting karena dari sinilah awal pig flow dan batch farrowing bisa dijalankan. Setelah proses aklimatisasi, kelompok calon induk idealnya akan mempunyai status kesehatan yang sama. Setelah umur dan berat badannya cukup untuk dikawinkan, calon induk bisa dilakukan test birahi dengan menggunakan pejantan atau preparat hormonal untuk membantu sinkronisasi estrus. Pada kondisi yang baik, respon calon induk akan mengalami birahi secara bersamaan sekitar 5-7 hari kemudian. Kita kemudian tinggal melakukan perkawinan, baik secara alami atau inseminasi buatan pada estrus yang ke-2.

Kelompok calon induk yang berhasil bunting akan melahirkan dalam waktu yang berdekatan sehingga nantinya anakannya juga bisa dikelompokkan dalam 1 bacth pemeliharaan karena mempunyai umur yang relatif sama. Kondisi ini tentunya juga memudahkan dalam kita mempertahankan suhu optimal dan ventilasi di dalam kandang sehingga anakan babi yang dilahirkan akan lebih mendapatkan kondisi yang optimal untuk tumbuh. Dengan sistem batch farrowing ini maka setiap individu dalam kelompok bisa mendapatkan perlakuan yang sama dalam waktu yang bersamaan. Anggaran pakan bisa lebih efisien, protokol pengobatan dan vaksinasi bisa dilakukan secara bersamaan sehingga status kesehatannya lebih mudah dikontrol sehingga kondisi pertumbuhan anak babi lebih seragam. Pencatatan dengan sistem ini juga memudahkan dalam monitoring karena kita berfokus dalam suatu kelompok, bukan individual. Penggunaan ear tag juga menjadi alternatif metode untuk monitoring pig flow di sebuah peternakan. Kita bisa lebih mudah menghitung populasi ternak untuk persiapan supplai ke pelanggan saat panen. Jika semuanya berjalan lancar, tidak akan ditemui dalam sebuah fase pemeliharaan dimana pada bulan tertentu jumlah anakan sedikit, sedangkan bulan lainnya banyak karena bacth farrowing sudah berjalan. Hal ini tentunya memungkinkan para peternak untuk menentukan target penjualan babinya ke masa yang akan datang dengan lebih baik.

Berbagai penelitian juga telah dilakukan dengan menganalisa pergerakan hewan di peternakan babi komersial farrow-to-finish dengan manajemen AIAO. Ternyata, kegagalan untuk menerapkan AIAO pada peternakan ini bisa dikaitkan dengan konsekuensi negatif bagi kesehatan hewan. Sistem pemeliharaan AIAO ini merupakan sarana untuk mengurangi tingkat kejadian penyakit tertentu dan meningkatkan kinerja pertumbuhan ternak. Metode ini juga membantu dalam menjaga performance kandang. Keuntungan yang bisa dirasakan adalah peningkatan rata-rata berat badan (ADG), asupan pakan dan konversi pakan yang lebih baik, kematian / culling babi rendah, dan lesi pneumonia yang teramati saat pemotongan di rumah potong juga relatif lebih rendah.

https://www.aasv.org/shap/issues/v3n5/v3n5p202.pdf

Gambaran hasil penelitian diatas adalah bukti bahwa sistem AIAO lebih menguntungkan dibandingkan countinous flow yang masih jamak dilakukan peternak. Hal lain yang juga harus diperhatikan agar sistem ini berjalan dengan baik adalah faktor genetik, nutrisi, dan manajemen secara menyeluruh. Dengan kita mengindahkan semua faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan babi, maka performance yang dihasilkan juga akan lebih baik. Manfaat lain dari batch farrowing selain faktor kesehatan anak babi adalah meningkatkan efisiensi pengangkutan ternak, meningkatkan level biosekuriti, mengurangi frekuensi masuknya calon induk baru, memungkinkan karyawan untuk fokus pada satu tugas, memungkinkan manajer untuk membantu dengan tugas-tugas utama, memberikan waktu untuk perawatan dan liburan serta meningkatkan produksi.

Bagaimana aplikasi sistem AIAO ini? Peternakan babi yang dikelola dengan baik umumnya lebih berhasil menggunakan AIAO di semua fase produksinya, karena semuanya sudah tersistem dan terukur dengan sistematis. Sistem ini memungkinkan terjadinya penjadwalan di semua fase pemeliharaan. Strategi yang kita lakukan pada hari ini, akan menentukan hasil peternakan 6 bulan mendatang.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan jadwal produksi kandang kita agar ternak babi kita nantinya dapat dipindahkan sebagai kelompok, bukan individu. AIAO dimulai dari kandang breeding ini harus dikondisikan dengan jadwal kawin yang selalu dimonitor perkembangannya. Sebaran usia calon induk dalam 1 batch idealnya tidak lebih dari 2 minggu. Selain itu, pengaturan dalam program replacement gilt juga perlu diperhitungkan dengan matang sehingga fasilitas yang ada di kandang dapat diisi dan kemudian dikosongkan dalam jangka waktu yang wajar (3-4 minggu istirahat kandang). Jika kita gagal dalam mengelola kandang breeding, maka dapat mengakibatkan kondisi dimana terkadang jumlah induk yang melahirkan terlalu sedikit atau terlalu banyak pada suatu waktu sehingga penggunaan fasilitas kandang tidak optimal.

Dengan kondisi pasca outbreak African Swine Fever (ASF) saat ini, dimana banyak kandang masih kosong dan melakukan perbaikan fasilitas, sebenarnya bisa menjadi waktu yang ideal untuk para peternak dalam melakukan perencanaan beternak dari awal dengan lebih sistematis dengan mengaplikasikan sistem AIAO ini. Merencanakan pig flow yang baik ini juga harus diawali dengan ketersediaan fasilitas terutama bangunan kandang. Kita harus membuat beberapa perhitungan yang matang agar semuanya berjalan dengan baik. Baca juga : Proses Repopulasi pasca Outbreak ASF.

Perhitungan yang harus disiapkan adalah jumlah ternak yang ingin dipasarkan dan seberapa sering frequensi pemasarannya. Target produksi harus ditentukan dari awal untuk kemudian kita bisa mengkalkulasikan jumlah indukan yang harus disiapkan di kandang breeding kita, termasuk faktor resiko yang kemungkinan dihadapi pada setiap fase pemeliharaan. Kita harus mempersiapkan jumlah calon induk dalam suatu kelompok, jumlah anakan yang diharapkan dan jumlah kelompok induk yang dibutuhkan. Setelah semua persiapan sudah matang, pengelompokan sudah sesuai target produksi maka kegiatan beternak bisa dimulai.

Contoh kalkulasi. Jika peternak mempunyai target menjual babi sebanyak 1200 ekor / tahun atau 100 ekor / bulan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :

  1. Jumlah induk yang diperlukan dan pembagian kelompoknya.

Jumlah ini ditentukan oleh tingkat produktifitas rata-rata yang diharapkan, yaitu pig born alive / jumlah anak babi yang lahir hidup per induk, survival rate / kelangsungan hidup anak babi pada setiap fase berikutnya, dan angka kelahiran / farrowing rate (persentase induk babi untuk bunting setelah dikawinkan).

Jumlah anak yang disapih setiap indukan dihitung dari jumlah rata-rata lahir hidup dikalikan survival rate setiap fase. Misal angka lahir hidup adalah 12 ekor, survival rate prasapih, nursery, dan grower-finisher adalah 90%, 97% dan 98% maka perhitungannya adalah 12 × 0,90 ×0,97 × 0,98 = 10,27 anak babi.

Maka, jumlah induk yang harus dikawinkan untuk memenuhi target 1200 ekor per tahun harus dikalkulasi dari jumlah babi yang akan dipasarkan dibagi jumlah anak / induk, lalu dikalikan dengan target persentasi angka kelahiran (90%). Perhitungannya adalah 1.200 / (10,27 × 0,90) = 130 ekor induk.

Jadi, jika seorang produsen / peternak ingin memasarkan 1.200 ekor babi / tahun, dengan asumsi angka kelahirannya mencapai 90%, maka diperlukan setidaknya 130 ekor induk babi yang harus dikawinkan dalam 1 tahun atau 10,8 ekor / bulan. Semakin rendah angka kelahiran maka jumlah induk yang harus dikawinkan harus lebih banyak agar tercapai target yang diharapkan. Jika standart angka kelahiran terlalu rendah, kita sebaiknya juga melakukan evaluasi terhadap performa breeding kita agar performa reproduksinya memberikan keuntungan bisnis yang optimal.

2. Jumlah litter
Jumlah liter yang dihasilkan per tahun tergantung pada jumlah hari antar periode kelahiran (farrowing interval), rata-rata interval penyapihan – kawin kembali, lama kebuntingan, usia penyapihan, serta angka kelahiran.


Interval kelahiran adalah rata-rata interval penyapihan ke kawin kembali + kebuntingan + usia penyapihan. Umumnya dari sapih ke kawin itu memerlukan waktu 5-7 hari, sedangkan umur kebuntingan sekitar 114-116 hari, sedangkan umur sapih sekitar 21 hari. Maka perhitungan interval kelahiran adalah 5 + 114 + 21 = 140 hari.

Litter per tahun = (hari per tahun / interval farrowing) × angka kelahiran. Jika angka kelahirannya adalah 90%, maka perhitungannya adalah (365/140) x 0,90 = 2,3 liter. Artinya, seekor induk babi secara teoritis dapat memiliki anak setiap 140 hari atau 2,3 litter / tahun. Dengan kata lain, induk babi idealnya bisa melahirkan 2x dalam setahun dan sedang jalan bunting ke-3.

3. Jumlah kelompok indukan
Untuk menghitung jumlah kelompok induk, setiap produsen / peternak harus menentukan beberapa hal penting terkait waktu yang digunakan untuk setiap kelompok (facility schadule), jumlah hari dimana induk di dalam kandang melahirkan sebelum beranak (masa aklimatisasi kelahiran), usia penyapihan, pembersihan dan desinfeksi. Maka, jadwal fasilitas adalah ini harus dihitung dari periode aklimatisasi kelahiran + usia penyapihan + hari pembersihan. Jika waktu tunggu adalah 4 hari, sapihan diumur 21 hari dan waktu pembersihan adalah 3 hari, maka penghitungan facility schadule-nya adalah 4 + 21 + 3 = 28 hari.

Jadi, jumlah kelompok induk babi yang dibutuhkan bisa dihitung dari interval kelahiran dibagi facility schadule, yaitu 140 / 28 = 5 kelompok. Oleh karena itu dengan 1 lokasi kandang maka diperlukan setidaknya 5 kelompok induk untuk bisa memenuhi target produksi. Jika kita mempunyai beberapa fasilitas, maka jumlah kelompoknya bisa disesuaikan dengan kapasitas yang ada sehingga memudahkan pengaturan pig flow-nya.

4. Waktu dari satu grup ke grup berikutnya
Frekuensi kelahiran adalah waktu yang dibutuhkan dari satu kelompok farrowing ke kelompok berikutnya. Jika kita hanya mempunyai 1 fasilitas, maka waktu yang diperlukan adalah 28 hari, sedangkan jika kita mempunyai 2 fasilitas maka frekwensi farrowingnya adalah 14 hari.

Frekuensi farrowing = jadwal fasilitas / jumlah fasilitas. Maka, jika kita mempunyai 2 fasilitas maka frekwensi farrowingnya adalah 28 / 2 = 14 hari. Artinya, setiap kelompok induk babi yang kita miliki akan melahirkan setiap 14 hari secara bergantian.

Untuk kenyamanan dalam menentukan waktu farrowing antar kelompok, biasanya frekuensi kelahiran diatur dalam kelipatan 7 hari (7, 14, 21, 28, 35, dst. tergantung jumlah fasilitas yang dimiliki). Hal ini akan memudahkan dalam penjadwalan sehingga kegiatan ini bisa dilakukan pada hari yang sama dalam setiap minggunya. Jika anda bisa melakukan penjadwalan dengan baik, maka aktifitas di kandang akan lebih mudah dimonitor dan teratur.

5. Waktu di grower -finisher
Menjadwalkan dan menentukan jumlah kelompok dalam fase ini relatif lebih sulit daripada penjadwalan di breeding, karena produsen / peternak harus mengetahui berapa lama setiap kelompok anak babi akan menempati setiap fasilitas di dalam fase pemeliharaan. Dengan menerapkan sistem AIAO, maka sekelompok babi tidak akan dapat disapih sampai kelompok sebelumnya meninggalkan tempat penyapihan dan dilakukan proses pembersihan dan desinfeksi terlebih dahulu. Jika proses penjualan mengalami keterlambatan maka hal ini juga akan mempengaruhi proses perpindahan kelompok umur batch selanjutnya. Tingkat pertumbuhan anak babi juga bisa mempengaruhi. Oleh karena itu, perlu perhitungan dan perencanaa yang matang untuk menjalankan peternakan di fase ini.

Untuk menentukan waktu dalam fase ini, produsen / peternak harus mengetahui target umur babi mulai dipasarkan, hari-hari dalam fase menyusui dan hari-hari fase nursery. Jumlah hari di fase ini diperoleh dari hari rata-rata saat dipasarkan dikurangi jumlah hari menyusui dan hari di pembibitan. Maka perhitungannya waktunya adalah 180 – 28 – 32 = 120 hari.

Jadi, jika babi ditargetkan dijual pada umur 180 hari, disapih pada umur 28 hari, dan pemeliharaan di fase nursery selama 32 hari, maka babi akan tinggal di kandang grower – finisher tidak lebih dari 120 hari (dengan catatan jika hanya mempunyai 1 fasilitas kandang farrowing dan 1 kandang nursery).

Setelah kita bisa menghitung berapa lama babi di fase akhir ini, maka sekarang kita bisa menghitung jumlah kelompok babi di grow-finish. Perhitungannya diperoleh dari jumlah hari di fase grower – finisher dibagi dengan frekwensi farrowing. Jika kita mempunyai 1 fasilitas saja, maka kelompok yang ada di fase akhir adalah 120 / 28 = 4,3 kelompok atau kita bisa atur frekwensi di 35 hari dan membagi menjadi 4 kelompok. Oleh karena itu, jika jadwal produksi di kandang memiliki kelompok babi yang bergerak setiap 5 minggu (frekuensi farrowing tiap 35 hari), maka kandang grower – finisher harus bisa menampung 4 kelompok babi.

Bagaimana dengan penerapan sistem AIAO di Indonesia? Saat ini sepertinya hanya peternakan skala industri saja yang menerapkan metode ini, itupun tidak semua. Aplikasi sistem ini membutuhkan persiapan fasilitas, profesional yang mumpuni dan juga detail target yang jelas dari suatu peternakan. Menilik kondisi pasca ASF saat ini, sebenarnya para peternak bisa mulai memperhitungkan ulang tujuan usahanya dan kemudian mempersiapkan sarana prasarananya serta menentukan target produksi yang jelas sesuai dengan permintaan pasar yang selama ini ada. Baca juga : Biosekuriti di era new normal.

Semoga bermanfaat !!

Referensi :

1. https://www.researchgate.net/publication/316132167_When_All-InAll-Out_is_not_’AIAO’_a_technical_note_on_its_consequences_for_pig_health

2. https://www.aasv.org/shap/issues/v3n5/v3n5p202.pdf The effect of all-in-all-out srowing- finishing on the health of pigs

3. https://www.nationalhogfarmer.com/livestock/returning-all-all-out

4. https://www.pigprogress.net/Health/Articles/2018/1/Healthy-pigs-Is-all-in-all-out-the-right-concept-241203E/

5. https://www.thepigsite.com/articles/scheduling-allin-allout-swine-production

6. https://ssl.acesag.auburn.edu/pubs/docs/A/ANR-0847/ANR-0847-archive.pdf Scheduling All-In/All-Out Swine Production

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!