Lovebird adalah burung yang termasuk dalam genus Agapornis yang secara alami ditemukan di Afrika, meskipun penyebaran dan habitat pastinya berbeda-beda. Mereka bisa memakan buah-buahan, biji-bijian, tanaman pertanian, dan serangga. Lovebird cukup populer dikalangan pecinta burung dan saat ini masih diperdagangkan sebagai hewan peliharaan.
Lovebird yang tidak dirawat dengan baik, seperti diberi makanan seadanya dan minim kontak sosial dapat menjadi depresi dan agresif. Mereka mungkin mulai mencabuti bulunya sendiri, membuat keributan tanpa henti, menjadi apatis, atau agresif dengan cara menggigit. Namun jika kita memelihara dengan baik, tahu apa yang dibutuhkan maka lovebird ini bisa menjadi teman setia karena berumur sampai 20 tahun, bahkan lebih.
Berikut adalah jenis-jenis lovebird yang bisa kita pilih untuk dipelihara :
Agapornis fischeri
Ini adalah satu jenis lovebird yang paling populer dalam perdagangan hewan peliharaan. Dikenal dengan sebutan lovebird Fischer yang merupakan bagian dari kelompok lovebird dengan cincin mata. Total ada 4 spesies yang memiliki cincin putih khas di sekitar matanya.
Lovebird Fischer secara alami ditemukan di sabana Afrika di Tanzania, selain juga dapat ditemukan di berbagai tempat. Florida, Prancis dan Portugal adalah beberapa tempat yang menjadi habibat liar jenis ini.
Sebagai hewan peliharaan, jenis ini dihargai karena warnanya yang indah, kecerdasan dan kesetiaannya. Mereka menyenangkan berada di dekat dan bahkan bisa dipeluk, tapi juga penuh semangat dan kadang-kadang bisa mempelajari trik dengan mudah.
Varietas yang dibiakkan secara selektif mungkin tidak memiliki warna hijau (lutino) atau warnanya mungkin sama sekali berbeda, seperti biru atau bahkan putih (albino).
Agapornis personatus
Spesies lovebird populer lainnya dalam kelompok cincin mata adalah Agapornis personatus, dikenal juga dengan nama lovebird kerah kuning atau lovebird bertopeng. Hewan ini mudah dikenali dalam bentuk liarnya dari kepalanya yang seluruhnya berwarna hitam, dada dan lehernya berwarna kuning, sayapnya berwarna hijau, dan paruhnya berwarna merah cerah.
Seperti lovebird Fischer, Agapornis personatus secara alami juga ditemukan di sabana Tanzania, seperti Serengeti. Selain itu jenis ini juga ditemui di Arizona dan Perancis. Umumnya memakan biji-bijian seperti millet liar dan akasia, dan bersarang di pohon berlubang.
Dalam budidaya burung, lovebird kerah kuning dihargai karena kepribadian khas lovebirdnya. Burung ini memiliki kombinasi emas antara semangat dan cinta/perhatian, suka bersosialisasi, dan lincah. Variasi warna yang ada pada Agapornis personatus yang dibiakkan secara selektif antara lain biru (dengan paruh sewarna kulit), lutino (tanpa hitam), zaitun, pied, dan banyak lagi.
Agapornis nigrigenis
Dikenal dengan lovebird pipi hitam yang sekilas terlihat sangat mirip dengan sepupunya, Agapornis personatus. Perbedaan yang paling menonjol adalah pipi hitam sama sekali tidak memiliki warna leher kuning yang khas, tetapi memiliki “bib” dada kecil berwarna oranye.
Ditemukan secara alami kawasan hutan di wilayah kecil Zambia, yang terdapat di kawasan hutan. Populasinya menurun dan kemungkinan hanya tersisa kurang dari 10.000 individu di alam liar. Hal ini terjadi karena ancaman yang ada seperti penangkapan, hilangnya habitat, perubahan iklim, dan pengelolaan air.
Lovebird pipi hitam jarang dibudidayakan dibandingkan 2 jenis sebelumnya. Mereka tampaknya berkembang biak dengan cukup mudah, tetapi tidak pernah benar-benar dijadikan hewan peliharaan.
Agapornis lilianae
Dikenal juga dengan lovebird Lilian/Nyasa, dimana bentuknya sangat mirip dengan Agapornis fischeri. Cara utama untuk membedakan keduanya adalah dengan fakta bahwa jenis Lilian bukanlah jenis yang umum dalam budidaya burung sehingga akan jarang terlihat di etalase penjual burung. Selain itu, lovebird ini rupanya tidak terlalu mudah untuk diternakkan.
Agapornis lilianae secara alami ditemukan di beberapa bagian Zambia, Malawi, Mozambik, Zimbabwe dan Tanzania. Di sini, ia mendiami habitat hutan atau sabana dan terutama memakan benih rumput.
Agapornis canus
Mari kita beralih ke satu-satunya spesies Agapornis yang tidak menghuni daratan Afrika, yaitu lovebird berkepala abu-abu. Secara ilmiah dikenal dengan nama Agapornis canus atau orang sering menyebutnya Madagascar lovebird.
Lovebird ini menghuni pulau besar Madagaskar, dan dapat ditemukan hidup di sekitar tepi hutan, padang rumput yang dipenuhi pohon palem, dan zona pertanian. Ia tidak terlalu pemalu di habitat aslinya, namun tidak terlalu populer sebagai hewan peliharaan kecuali di kalangan pecinta lovebird yang militan. Namun demikian, di penangkaran burung ini terlihat gugup dan sulit berkembang biak.
Agapornis taranta
Lovebird ini berparuh merah dan hijau cerah juga dikenal sebagai lovebird bersayap hitam atau lovebird Abyssinian. Ini adalah burung jenis terbesar dengan panjang hingga 17 cm/6,7″ tetapi tidak umum dijadikan hewan peliharaan.
Lovebird sayap hitam secara alami cinderung ditemukan di habitat dataran tinggi di Eritrea dan Ethiopia, dimana ia berdiam di hutan dan memakan buah ara liar, buah juniper, dan terkadang juga tanaman pertanian.
Perbedaan visual antara burung jantan dan betina cukup jelas, yaitu bagian bawah sayap jantan biasanya berwarna hitam pekat dan dahinya berwarna merah cerah, sedangkan betina tidak ada. Secara populasi, jenis ini lebih banyak dan cinderung meningkat di alam.
Agapornis pullarius
Jenis ini dikenal sebagai lovebird berkepala merah atau berwajah merah, terlihat sangat mirip dengan lovebird bersayap hitam sebelumnya. Jantan dari kedua spesies ini mempunyai dahi merah yang khas, tetapi warnanya meluas sedikit lebih jauh pada jenis ini.
Berbeda dengan beberapa spesies Agapornis lainnya, lovebird kepala merah ini memiliki habitat alami yang cukup luas di kawasan tropis Afrika bagian barat dan tengah, yaitu ditemukan dari Guinea dan Sierra Leone di barat hingga Tanzania di timur. Ia lebih menyukai sabana dataran rendah yang lembab, zona setengah terbuka, dan lahan pertanian.
Spesies ini juga menunjukkan dimorfisme seksual yang cukup jelas, dimana jantan memiliki ciri khas wajah merah cerah, sedangkan betina memiliki warna wajah oranye pudar dan paruh berwarna kurang cerah.
Agapornis swindernianus
Spesies ini sama sekali tidak umum dalam budidaya burung, karena sifat pemalu di habitat alaminya sehingga sangat jarang terlihat. Warna dasar burung ini adalah hijau dan paruhnya kehitaman, memiliki setengah cincin hitam di bagian belakang lehernya, sehingga dikenal dengan nama lovebird berkerah hitam.
Alasan utama kelangkaan lovebird kerah hitam di penangkaran adalah karena pola makan aslinya. Ia telah berevolusi untuk memakan spesies buah ara asli tertentu secara eksklusif, sehingga untuk menjaga kelangsungan hidupnya relatif sulit.
Agapornis roseicollis
Berikut ini mungkin spesies lovebird yang paling umum di antara semuanya, setidaknya sebagai hewan peliharaan. Burung ini lebih dikenal dengan sebutan lovebird berwajah persik atau kemerahan. Secara alami ditemukan di Afrika barat daya, dari Angola hingga Afrika Selatan bagian utara. Ia tumbuh dengan baik di habitat kering mulai dari padang rumput yang sepi hingga sabana dan hutan yang lebih tertutup.
Bentuk liar lovebird muka persik mudah dikenali, warnanya hijau cerah selain bercak besar oranye di wajah dan dada bagian atas, serta beberapa bulu biru di bagian ekor. Paruhnya berwarna tanduk dan tidak ada dimorfisme seksual antara jantan dan betina.
Kehadirannya yang besar dalam budidaya burung telah menyebabkan banyak mutasi warna berbeda, seperti burung yang bertubuh kuning, bukan hijau. Ada juga variasi biru, berwajah putih dan masih banyak lainnya. Burung ini sangat sosial, cerdas, dan cenderung senang bergaul dengan pemiliknya jika mereka dijinakkan dengan baik.
Lovebird hibrid
Setelah kita mengetahui tentang jenis-jenis lovebird galur murni yang umumnya ditangkarkan, berikut ada juga jenis lovebird persilangan yang umumnya bertujuan untuk estetika atau “mutasi” warna bulu. Burung-burung hasil persilangan ini bisa disebut sebagai burung hibrid. Karena satu genus, banyak spesies lovebird yang bisa kawin silangkan. Terkadang keturunannya subur, seperti jika dua sejoli bercincin mata kawin, namun terkadang tidak, seperti dalam kasus penyatuan cincin mata ke non-cincin mata.
Beberapa habitat spesies Agapornis secara alami sedikit tumpang tindih, yang berarti hibridisasi terkadang terjadi juga di alam. Hal ini akan semakin sering terjadi karena habitat alami sejoli dipengaruhi oleh aktivitas manusia, apalagi jika ada praktek penangkaran yang sengaja menyilangkan. Baca juga : Ternak lovebird
Terkait fenomena hibrid, jika kita membeli burung lovebird atau ternak lain sebaiknya selalu pastikan berasal dari peternak atau pedagang hewan peliharaan yang memiliki reputasi baik untuk memastikan kualitasnya. Lakukan riset sebelum membeli, apalagi jika tujuan kita ingin burung yang masih murni.
Persilangan antara cincin mata (Masked, Fischer’s, Nyasa) dan Peachfaced cukup mudah dikenali tetapi persilangan antara cincin mata bisa lebih sulit dikenali oleh mata yang tidak terlatih. Deskripsi di sini mengacu pada pewarnaan tipe normal atau liar.
Jika kita membeli burung lovebird untuk hobby dan tidak perduli galur murni atau tidak, maka burung hibrida tetap bisa menjadi burung yang menarik walaupun warnanya cenderung kusam dan kurang mencolok dibandingkan bentuk aslinya. Namun jika kita adalah breeder yang harus menjaga galur murni, maka setiap spesies lovebird tidak boleh dipelihara dalam koloni campuran sehingga perkawinan silang tidak dapat terjadi. Jika terjadi perkawinan silang yang tidak disengaja, keturunannya harus dimusnahkan agar reputasi breeding kita tetap terjaga.
Demikian informasi terkait jenis-jenis lovebird, semoga bermanfaat.
Referensi :
1 Comments