Antiparasit adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan/menghilangkan parasit dari hewan, baik itu parasit internal ataupun eksternal. Anthelmentik/0bat cacing yang baik menunjukkan tingkat kemanjuran yang tinggi terhadap cacing dan tidak beracun bagi inangnya. Anthelmintik dapat diklasifikasikan dalam spektrum luas atau spektrum sempit sesuai tingkat keampuhannya dalam melawan jenis parasit yang berbeda-beda. Khasiat obat bergantung pada toksisitas yang melekat pada senyawa terhadap parasit, kemampuan obat cacing untuk mencapai parasit (farmakokinetik), dan dosis yang diberikan.
Keamanan atau indeks terapeutik adalah rasio dosis maksimum yang dapat ditoleransi dengan dosis yang dianjurkan.
Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan obat anthelmintik antara lain formulasi, dimana hal ini juga mempengaruhi rute pemberian obat sehingga peternak bisa memilih mana yang tepat dan cocok dengan sistem pengelolaan di kandang. Dalam penggunaan antiparasit, baik itu sediaan injeksi, bolus, ataupun lainnya harus memperhatikan waktu henti obat untuk memastikan tidak ada residu pada daging maupun air susu sebelum dikonsumsi manusia.
Banyak produsen sekarang yang menyadari bahwa parasit gastrointestinal dapat menurunkan performa ternak, sehingga program pengendalian semakin lazim dilakukan di peternakan. Parasit gastrointestinal biasanya dikendalikan melalui penggunaan obat yang disebut anthelmintik/obat cacing. Ada 3 kategori utama obat cacing yang tersedia, yaitu benzimidazol, lakton makrosiklik, dan imidazothiazoles. Obat cacing golongan benzimidazol dan makrosiklik lakton paling banyak digunakan pada ternak. Lakton makrosiklik tersedia dalam bentuk pour on atau injeksi, sedangkan benzimidazol biasanya diberikan secara oral.
Pengobatan dengan anthelmintik pada kenyataannya juga berkontribusi terhadap kejadian resistensi. Seperti halnya resistensi antibiotik, penggunaan obat cacing yang berlebihan secara terus-menerus beresiko terjadinya resistensi terhadap obat cacing, dimana akhirnya kondisi ini memaksa peternak harus menerapkan strategi untuk mengatasi berkurangnya kemanjuran pengobatan obat cacing secara signifikan. Baca juga : Antibiotik dalam dunia kedokteran hewan
Praktek pemberian obat cacing secara rutin terhadap semua ternak dalam kawanan di peternakan memang umum dilakukan, tetapi hal ini berpotensi terjadinya pemberikan obat cacing pada hewan yang sebenarnya tidak perlu diberikan atau pemberikan produk dengan khasiat yang buruk pada ternak. Situasi ini merupakan kerugian ekonomi bagi produsen dan berkontribusi terhadap berkembangnya resistensi terhadap obat. Oleh karena itu, mitigasi perkembangan resistensi obat cacing dalam sistem produksi ternak harus dilakukan dengan mengevaluasi dan menyesuaikan program pengendalian parasit sesuai kebutuhan.
Evaluasi program bisa dilakukan dengan tes pengurangan jumlah telur pada feses sekelompok ternak sebelum dan sesudah aplikasi obat sehingga dapat diukur tingkat kemanjuran obat cacing yang dipilih. Obat cacing dianggap efektif apabila terjadi penurunan minimal sebesar 95%. Jika hasil evaluasi menemukan bahwa program tidak efektif, maka beberapa hal yang harus mempertimbangkan adalah :
- Hanya berikan obat cacing pada hewan yang “berisiko tinggi”, seperti sapi muda (<16 bulan), terutama pedet. Sapi yang lebih tua umumnya sudah beradaptasi dan lebih toleransi terhadap parasit gastrointestinal dan lebih mampu mengatasi keberadaan parasit tersebut dibandingkan hewan yang lebih muda.
- Tidak disarankan memberantas cacing dengan sistem kalender. Ternak hanya boleh diberi obat cacing ketika mereka membutuhkannya, bukan hanya karena musim atau waktu dalam setahun. Penghitungan telur cacing pada feses dapat dilakukan pada sekelompok sapi untuk mengevaluasi beban parasit saat ini.
- Lakukan perawatan selektif non-treatment untuk membantu memastikan bahwa masih ada cukup parasit yang tidak terpapar obat anthelmintik sehingga akan membantu mempertahankan populasi parasit yang rentan (“refugia”). Untuk menerapkan strategi ini, peternak harus memberikan obat cacing pada semua hewan dalam kelompok beresiko tinggi kecuali 10-15% hewan dengan kinerja terberat/terbaik.
- Gunakan perawatan kombinasi. Strategi ini melibatkan pengobatan simultan dengan setidaknya dua obat dengan golongan berbeda (benzimidazol dan makrosiklik lakton; levamisol dan benzimidazol, dll). Dengan pendekatan ini, setiap parasit yang resisten terhadap satu golongan obat kemungkinan besar akan rentan terhadap golongan obat lainnya, sehingga akan sangat mengurangi tekanan seleksi terhadap resistensi terhadap salah satu obat tersebut. Metode ini jauh lebih efektif dalam mengendalikan perkembangan resistensi dibandingkan merotasi antar golongan obat.
- Hindari pemberian dosis yang terlalu rendah. Pemberian dosis yang kurang biasanya terjadi ketika hewan tidak ditimbang sebelum diberikan perlakuan sehingga efektifitasnya tidak maksimal. Ini adalah masalah serius yang tentunya berkontribusi pada terjadinya resistensi. Oleh karena itu, untuk menghindari kekurangan dosis maka pastikan menimbang hewan terlebih dahulu.
- Periksa tempat penggembalaan dengan menerapkan sistem penggembalaan bergilir sehingga tersedia cukup hijauan dan memberikan istirahat yang cukup (4-5 minggu) pada kandang juga dapat membantu memutus siklus hidup parasit dan mengurangi risiko paparan.
- Terus evaluasi program untuk memastikan efektivitasnya dengan tes pengurangan jumlah telur pada feses secara berkala.
Demikian informasi mengenai antiparasit pada ternak sapi yang bisa menjadi referensi.
Referensi :