Penyakit Mulut dan Kuku pada Babi

Penyakit Mulut dan Kuku pada Babi

Setelah bulan lalu kita membahas penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi, kali ini kita akan membahas kejadian pada babi. PMK adalah penyakit virus yang sangat menular. Ini adalah penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease (TAD) yang sangat mempengaruhi produksi ternak dan mengganggu perdagangan hewan dan produk hewan regional dan internasional. Penyakit ini diperkirakan beredar di 77% dari populasi ternak global, di Afrika, Timur Tengah dan Asia, serta di daerah terbatas di Amerika Selatan.

Sepert halnya pada sapi, gejala PMK yang mirip juga teramati pada babi, yaitu ditandai dengan vesikel pada kaki, moncong, dan mulut. Berbagai macam hewan liar dan domestik, terutama mamalia berkaki terbelah, rentan terhadap PMK. Kuda adalah hewan yang resisten terhadap PMK sehingga ini bisa menjadi acuan dalam diagnosa penyakit. Di negara-negara di mana PMK terjadi secara endemik dan populasi babi relatif banyak, maka babi juga beresiko terinfeksi. Semua kelompok umur rentan.

Jika kita melihat sejarah, PMK ini sudah teramati tahun 1546. PMK menyebabkan kerugian besar pada ternak di seluruh dunia, bukan karena jumlah kematian yang terjadi tetapi lebih kepada hilangnya produktivitas ternak. Negara yang terjangkit PMK, akan mengalami embargo ekspor karena produk yang dihasilkan umumnya akan ditolak. Upaya pembebasan terhadap status PMK juga tidak murah, depopulasi seluruh ternak yang bertujuan untuk menghambat penularan secara tidak langsung juga menghancurkan industri babi di negara-negara ini.

Terkait ternak babi, kejadian penyakit vesikular tidak bisa disimpulkan langsung sebagai PMK. Lesi vesikular ini harus dikonfirmasi dengan uji laboratorium karena kemiripan yang ada. Babi perlu mendapatkan perhatian khusus karena mereka lebih rentan terhadap penyakit vesikular daripada spesies ternak lainnya. Selain itu, babi juga bisa berperan dalam penyebaran PMK dengan memproduksi aerosol virus dalam jumlah yang besar.

Apa penyebab dari PMK? Aphthovirus dari keluarga Picornaviridae adalah agen penyakit yang menyebabkan PMK. Setidaknya ada 7 jenis virus yang berbeda secara imunologis, yaitu A, O, C, South African Territory (SAT) 1, 2, 3 dan Asian 1. Lebih dari 60 subtipe virus PMK telah diidentifikasi dan subtipe baru terus berkembang dengan perbedaan antigenik. Hal ini membuat kita untuk terus mengupdate ketersediaan vaksin yang sesuai untuk pengendaliannya. Variasi antigenik virus dan perlindungan silang yang terbatas di antara galur-galur ini mengharuskan kita untuk mempunyai varian vaksin yang beragam, dimana pemilihannya tergantung tantangan yang muncul dilapangan. Vaksin tunggal hampir mustahil mampu melindungi maksimal terhadap semua galur. Oleh karena itu, peran biosekuriti harus dioptimalkan. Disinfektan yang bisa dipilih untuk melawan virus PMK dengan efektif antara lain termasuk natrium hidroksida, asam asetat, atau natrium karbonat.

Penularan virus PMK ini bisa terjadi melalui aerosol pernapasan dan kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Pada kondisi tertentu, penularan secara aerosol bisa terjadi sejauh 30 mil atau sekitar 48 km. Babi yang terinfeksi adalah penyebar virus yang luar biasa, bahkan mereka mampu menghasilkan virus aerosol dengan konsentrasi yang berkali-kali lebih besar daripada sapi atau domba. Babi juga disebut sebagai “amplifier host/hospes penguat” untuk kejadian PMK.

Babi yang terinfeksi mampu menyebarkan virus dalam ekskresi dan sekresinya. Virus PMK juga bertahan untuk jangka waktu yang lama dalam produk daging beku sehingga cukup beresiko terutama jika dikaitkan dengan swill feeding. Konsumsi pakan dari produk asal babi/sisa makanan mentah yang mengandung daging yang terkontaminasi dapat menularkan virus ke ternak dalam waktu yang relatif singkat. Manusia juga bisa menjadi vektor penyebaran sehingga sangat penting untuk menerapkan biosekuriti yang baik.

Catatan penting yang harus kita sadari adalah secara umum ternak ada kemungkinan pulih dari PMK. Ternak yang sembuh ini akan menjadi carrier/pembawa penyakit selama berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hati-hati, karena hewan carrier ini berpotensi menyebarkan virus dan menjadi penyebab munculnya wabah PMK baru. Namun demikian, ternak babi diyakini bukan merupakan agen pembawa virus PMK dalam jangka panjang.

Proses penularan PMK diawali dengan adanya virus yang menempel pada mukosa saluran pernapasan. Makrofag kemudian membawa virus ke epitel, mukosa dan miokardium untuk bereplikasi atau memperbanyak diri sehingga terjadi viremia. Dalam beberapa hari kemudian, vesikel akan berkembang pada moncong, mulut, lidah, dan terutama kaki. Infeksi sekunder bisa terjadi pada kaki beberapa babi dan menyebabkan kepincangan kronis.

Pada sapi, virus PMK juga mempengaruhi epitel kelenjar susu sehingga air susu yang dihasilkan bisa menjadi sumber penularan dalam waktu yang lama. Meskipun belum terbukti, kejadian serupa mungkin saja  terjadi pada babi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini. Baca juga : PMK pada Sapi

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/core/lw/2.0/html/tileshop_pmc/tileshop_pmc_inline.html?title=Click%20on%20image%20to%20zoom&p=PMC3&id=4876306_fvets-03-00041-g004.jpg  

Gambar diatas memperlihatkan kondisi jantung babi dengan miokarditis yang disebabkan oleh virus PMK. Otot jantung nampak pucat multifokal baik pada vetrikel kanan maupun kiri. Virus PMK ini sering menyebabkan terjadinya nekrosis atau kematian jaringan pada miokardium yang cukup parah pada anak babi yang baru lahir atau babi umur muda. Hal ini akan mengakibatkan kematian mendadak akibat gagal jantung. Miokardium yang berbintik-bintik membentuk garis ini disebut dengan lesi tiger heart yang cukup berguna dalam proses diagnosa PMK.

https://www.cabi.org/isc/datasheet/82823#toPictures

Lalu bagaimana tanda-tanda klinis PMK? Bahaya dari virus PMK ini adalah ternak yang sehat bisa saja sudah terpapar tanpa ada gejala yang signifikan. Masa inkubasi 1-5 hari ini terkadang terlambat memberikan signal kepada kita. Ketimpangan sering kali merupakan tanda pertama yang harus diperhatikan yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh akut. Tanda yang umum untuk kasus PMK adalah slobbering dan chomping atau berliur dan gerakan mengunyah. Depresi, kuku lepas dan peningkatan kematian pada anak babi yang masih menyusu juga harus diwaspadai.

Babi bunting dapat terjadi keguguran atau melahirkan anak babi yang lahir mati dan terinfeksi. Kematian mendadak dapat terjadi pada babi yang baru lahir, terkadang sebelum tanda atau lesi terlihat pada babi tersebut. Tahap awal lesi akan tampak pucat dan kecil pada kulit moncong, jaringan lunak kaki, dan mungkin puting susu induk babi yang menyusui. Pada saat gejala klinis mulai nampak, biasanya vesikel atau bula kulit akan teramati. Tanda-tanda berkembang dengan cepat dan morbiditas meningkat dengan cepat. Mortalitas biasanya kurang dari 5% tetapi dapat terjadi kematian yang lebih tinggi pada babi muda.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/core/lw/2.0/html/tileshop_pmc/tileshop_pmc_inline.html?title=Click%20on%20image%20to%20zoom&p=PMC3&id=4876306_fvets-03-00041-g003.jpg

Pada gambar diatas menunjukkan perkembangan lesi pada kaki babi yang terinfeksi PMK strain Cruzeiro A24 pada 2 hari setelah infeksi (dpi) dan 24 hari setelah infeksi (dpi) dengan inokulasi intraorofaringeal. Gambar A adalah kondisi lesi vesikuler pada 2 dpi dimana epitel menjadi pucat dan meluas ke bola tumit dan kulit interdigitalis dengan demarkasi yang jelas dari kulit normal. Gambar B adalah kondisi saat 24 dpi dimana jaringan parut diskeratosis proliferatif telah menggantikan lapisan epitel yang mengelupas.

Vesikel dan bula berkembang di moncong, di belakang tepi moncong, di nares, di lidah dan bibir, dan pada jaringan lunak kaki. Lesi pada kaki ini lebih sering terjadi, mengakibatkan pengelupasan kuku dan pincang. Lesi jarang terjadi pada vulva, puting susu induk babi, atau skrotum babi jantan. Vesikel biasanya pecah dalam 24 jam dan epidermis superfisial mengelupas untuk menunjukkan hiperemia dan perdarahan pada jaringan di bawahnya. Lesi tanpa komplikasi umumnya sembuh dalam 2 minggu. Kejadian PMK yang parah terutama pada babi muda bisa terlihat area nekrosis miokard yang luas dan berbintik-bintik.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, babi cukup rentan dengan penyakit vesikuler lain yang sulit dibedakan dengan PMK. Oleh karena itu, diagnosa pada babi tidak dapat hanya dengan melihat tanda-tanda klinis dan lesi yang nampak karena gambarannya sangat mirip. Diagnosis banding penyakit virus vesikular pada babi idealnya harus dilakukan uji laboratorium.

Teknik diagnostik yang digunakan meliputi uji serologis untuk mengidentifikasi virus infection-associated antigen (VIA), complement fixation (CF) and enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Selain itu juga test viral antigen, virus isolation (VI) and neutralization (VN), electron microscope (EM) dan studi inokulasi hewan. Uji Polymerase chain reaction (PCR) juga telah  dikembangkan dan sering digunakan.

Tidak ada obat untuk PMK.  Deteksi dini dan pemberian support terapi yang didukung biosekuriti yang ketat menjadi hal yang harus dilakukan. Upaya pencegahan PMK tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Umumnya peraturan dibuat terkait biosekuriti, yaitu mengatur impor hewan, produk hewani, semen, embrio, dan peraturan yang terkait dengan keamanan vaksin dan produk biologis lainnya. Di negara-negara yang positif PMK, program vaksin secara kontinyu digunakan untuk upaya pencegahan. Selain itu, pengendalian juga bisa dilakukan dengan pengawasan lalu lintas ternak dan proses penyembelihan hewan terinfeksi diikuti dengan penguburan atau pembakaran hewan dan desinfeksi tempat produksi.

Apa strategi yang dilakukan untuk negara yang masih bebas PMK? Tindakan yang harus diupayakan negara-negara yang bebas PMK adalah dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan nasional yang ditegakkan secara ketat. Kontrol atas impor hewan berkuku terbelah dan daging dari hewan harus jelas (country base vs zona base). Virus dapat bertahan di sumsum tulang dan kelenjar getah bening dari bangkai yang terinfeksi selama beberapa minggu. Jika penyakit masuk ke daerah bebas, idealnya kebijakan pemotongan paksa/depopulasi harus diterapkan, semua hewan yang sakit dan kontak disembelih. Lockdown  pergerakan hewan diberlakukan dan penelusuran dilakukan untuk memeriksa kemungkinan penyebaran penyakit melalui kontak sebelumnya. Vaksinasi juga dapat digunakan di sekitar wilayah yang terkena agar resiko penyebaran bisa diminimalisir.

Jika peternakan kita berada di zona beresiko PMK, maka kita harus mengambil tindakan pencegahan yang ketat terhadap kontaminasi kawanan ternak. Tantangan terbesar adalah penularan via udara. Babi yang terinfeksi dapat menghasilkan sejumlah besar virus infektif sebagai aerosol. Dalam cuaca kering ketika ada panas yang kuat, virus aerosol dengan cepat dinonaktifkan sehingga angin tidak membawa aerosol infektif terlalu jauh. Jika vaksinasi diizinkan dan kawanan babi berada di daerah berisiko tinggi, sebaiknya kita mempertimbangkan untuk melaksanakan vaksinasi rutin.

Berikut adalah langkah-langkah biosekuriti dasar yang dapat membantu meminimalkan penyebaran penyakit : standarisasi pig flow management, batasi lalu lintas orang dan kendaraan yang berpotensi menjadi sumber penularan, batasi pengunjung ke peternakan atau sediakan sepatu bot serta pakaian khusus sebelum masuk lokasi kandang, sediakan bilik untuk mandi atau minimal cuci tangan, tempatkan foot dips di semua akses penting dengan menggunakan disinfektan. Selalu monitor semua prosedur pembersihan dan desinfeksi, pastikan kendaraan sudah dibersihkan dan didesinfeksi sebelum masuk lokasi peternakan. Lakukan tindakan pencegahan khusus saat pengiriman pakan ataupun saat memuat ternak dengan desinfeksi di semua area pemuatan sebelum dan sesudah digunakan, periksa drainase peternakan dan bersihkan secara menyeluruh.

Setelah kandang dikosongkan, protokol untuk repopulasi dimulai dengan membersihkan fasilitas kandang. Lakukan pembersihan kotoran dan pupuk kandang di semua area menggunakan sapu/sikat lalu semprot dengan air bertekanan rendah dan dilanjutkan dengan tekanan tinggi (750 psi – 2.000 psi) untuk menghilangkan semua kotoran dan bahan organik. Semprotkan pada langit-langit terlebih dahulu, lalu dinding dan terakhir lantai dengan ukuran nozel yang memungkinkan untuk mencuci area yang sulit dijangkau. Bilas semua permukaan untuk menghilangkan akumulasi bahan organik, deterjen bisa menjadi pilihan yang ekonomis. Setelah pembersihan selesai, lakukan proses desinfeksi menyeluruh. Ingat desinfekan akan bekerja optimal pada permukaan yang sudah bersih dari bahan-bahan organik dan juga paling baik dilakukan pada suhu di atas 18°C ​​(65°F), tetapi tidak di atas 43°C (110°F). Aplikasi desinfeksi secara kabut atau aerosol adalah alternatif yang bisa dilakukan untuk lebih menjangkau area yang sulit. Setelah proses desinfeksi selesai, biarkan mengering dan kosongkan area selama beberapa waktu sebelum diisi ternak kembali.

Semoga bermanfaat ya…

Referensi :

  1. https://vetmed.iastate.edu/vdpam/FSVD/swine/index-diseases/foot-mouth-disease#:~:text=Definition,snout%20and%20in%20the%20mouth.
  2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4876306/ The Patogenesis of Foot and Mouth Disease in Pigs
  3. https://www.woah.org/en/disease/foot-and-mouth-disease/
  4. https://www.cabi.org/isc/datasheet/82823 Foot and Mouth Disease in Pigs
  5. https://www.pig333.com/pig-diseases/foot-and-mouth-disease_43
  6. https://www.pigprogress.net/topic/foot-and-mouth-disease-fmd/
  7. https://www.thepigsite.com/disease-guide/foot-mouth-fmd-vesicular-disease
Penyakit Mulut dan Kuku

Penyakit Mulut dan Kuku

Apa itu Penyakit mulut dan kuku (PMK) ? PMK adalah penyakit virus yang menyerang ternak dan sangat menular, serta memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Penyakit ini menyerang sapi, babi, domba, kambing dan ruminansia berkuku belah lainnya. Hewan yang dipelihara secara intensif lebih rentan terhadap penyakit ini daripada yang dipelihara secara tradisional. Penyakit ini jarang berakibat fatal pada hewan yang sudah dewasa, tetapi sering mengakibatkan kematian pada hewan muda/anakan terutama jika induknya terinfeksi sehingga produksi susu terganggu.

PMK ditandai dengan demam dan luka seperti melepuh pada lidah, bibir, mulut, puting susu dan diantara kuku. Organisme yang menyebabkan PMK adalah aphthovirus dari famili Picornaviridae. Terdapat tujuh strain (A, O, C, SAT1, SAT2, SAT3, dan Asia1) yang endemik di berbagai negara di dunia, dimana setiap strain akan membutuhkan vaksin khusus untuk memberikan kekebalan pada hewan yang divaksinasi. Semua serotipe PMK juga telah dideteksi pada satwa liar, namun satu-satunya reservoir yang dikonfirmasi berperan dalam penyebaran PMK adalah kerbau Afrika.

PMK ditemukan di semua ekskresi dan sekresi dari hewan yang terinfeksi. Ternak yang terinfeksi akan mengeluarkan sejumlah besar virus secara aerosol dan mengakibatkan infeksi ke hewan lain melalui jalur pernapasan atau mulut. Virus PMK juga bisa ditemukan dalam air susu dan sperma sampai 4 hari sebelum hewan menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit.

Faktor resiko. Hal yang harus diwaspadai terkait penyebaran virus PMK relatif cepat adalah adanya hewan terinfeksi yang baru dimasukkan ke dalam kawanan (membawa virus dalam air liur, susu, air mani, dll.), kandang/bangunan dan kendaraan pengangkut hewan yang terkontaminasi, bahan lain yang terkontaminasi seperti jerami, pakan, air, susu, pakaian, alas kaki, atau peralatan, daging atau produk hewan lain yang terkontaminasi (jika diberikan kepada hewan saat mentah atau dimasak dengan tidak benar), udara yang tercemar, serta hewan yang sembuh dari PMK berpotensi membawa virus ke dalam kawanan. Terkait dengan penularan ke manusia, kita tidak perlu takut karena PMK tidak mudah menular ke manusia.

Tanda-tanda klinis. Tingkat keparahan PMK tergantung pada strain virus, dosis paparan, usia dan spesies hewan dan status kekebalan ternak. Morbiditas dapat mencapai 100% pada populasi yang rentan. Kematian umumnya rendah pada hewan dewasa (1-5%), tetapi lebih tinggi pada anak sapi muda, domba dan anak babi (20% atau lebih tinggi). Masa inkubasi adalah 2-14 hari.

Tanda-tanda klinis dapat berkisar dari ringan atau tidak terlihat hingga parah. Kasus biasanya akan lebih parah pada sapi dan babi yang dipelihara secara intensif daripada pada domba dan kambing.

https://agriculture.vic.gov.au/biosecurity/animal-diseases/general-livestock-diseases/foot-and-mouth-disease#:~:text=Foot%20and%20mouth%20disease%20(FMD,and%20cause%20serious%20production%20losses.

https://agriculture.vic.gov.au/biosecurity/animal-diseases/general-livestock-diseases/foot-and-mouth-disease#:~:text=Foot%20and%20mouth%20disease%20(FMD,and%20cause%20serious%20production%20losses.

Tanda klinis yang khas adalah munculnya lepuh (atau vesikel) pada hidung, lidah atau bibir, di dalam rongga mulut, di antara jari-jari kaki, di atas kuku, pada puting susu dan pada titik-titik lain pada kulit. Lepuh yang pecah dapat menyebabkan kepincangan yang ekstrem dan keengganan untuk bergerak atau makan. Lepuh bisa sembuh dalam 7 hari, tetapi terkadang lebih lama karena adanya komplikasi karena adanya infeksi bakteri sekunder pada lepuh terbuka.

Gejala lain yang sering teramati adalah demam, depresi, hipersalivasi, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, keterlambatan pertumbuhan dan penurunan produksi susu. Hal ini dapat bertahan bahkan setelah pulih dari PMK. Hewan ternak yang terkena penyakit kronis dilaporkan mengalami penurunan produksi susu secara keseluruhan sebesar 80%. Kesehatan anak sapi muda, domba, dan anak babi dapat terganggu oleh kekurangan air susu jika induknya terinfeksi.

Diagnosa. PMK ini dapat diidentifikasi berdasarkan gejala klinis yang muncul, namun kita harus sangat hati-hati juga karena terkadang bisa salah. Oleh karena itu, konfirmasi kasus dugaan PMK melalui tes laboratorium merupakan hal yang mendesak dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosa.

Pencegahan dan pengendalian. Langkah awal dalam strategi pengendalian PMK adalah deteksi dini, sistem peringatan serta pelaksanaan surveilans yang efektif sesuai dengan pedoman yang disepakati secara global (OIE). Kita harus terus memantau kasus yang terjadi dan mengevaluasi tingkat prevalensi penyakit sehingga memungkinkan untuk melakukan diagnosa yang tepat untuk kemudian menentukan strategi yang tepat. Pelaksanaan strategi pengendalian PMK bervariasi dari satu negara ke negara lain dan tergantung pada situasi epidemiologi penyakit.

Secara umum, penting bagi pemilik ternak dan produsen untuk menjaga level biosekuriti yang baik untuk mencegah masuknya dan penyebaran virus. Langkah-langkah yang direkomendasikan antara lain adalah kontrol atas akses masyarakat terhadap ternak dan peralatan, pengenalan/pembelian hewan baru yang terkontrol ke dalam kawanan yang ada, pembersihan dan disinfeksi kandang, bangunan, kendaraan serta peralatan ternak secara teratur, pemantauan dan pelaporan jika terjadi kasus yang mencurigakan, pembuangan kotoran dan bangkai yang benar. Baca juga : Biosekuriti di era New normal

Perencanaan untuk mencegah meluasnya wabah dalam upaya penanggulangan pemberantasan penyakit antara lain adalah pemusnahan/stamping out secara manusiawi dari semua hewan kontak yang terinfeksi/pulih/rentan PMK, pembuangan bangkai dan semua produk hewani secara layak, pengawasan dan penelusuran ternak yang berpotensi terinfeksi atau terpapar, karantina dan pengawasan ketat terhadap pergerakan ternak, peralatan, kendaraan, serta desinfeksi menyeluruh empat dan semua bahan yang terinfeksi (peralatan, mobil, pakaian, dll.). Penelitian di korea menyatakan bahwa virus PMK bisa diinaktivasi dengan menggunakan Citric Acid and Sodium Carbonate yang dicampur dengan deicers (ethylene glycol, propylene glycol, sodium chloride, calcium chloride, ethyl alcohol, and commercial windshield washer fluid).

https://www.researchgate.net/figure/Temporal-progression-of-foot-and-mouth-disease-FMD-in-naive-and-vaccinated-cattle-a_fig1_339574264

https://www.researchgate.net/figure/Temporal-progression-of-foot-and-mouth-disease-FMD-in-naive-and-vaccinated-cattle-a_fig1_339574264

Strategi  pengendalian yang juga umum dilakukan adalah dengan vaksinasi, namun hal ini tergantung pada situasi PMK di lapangan. Strategi vaksinasi dirancang untuk mencapai cakupan massal atau ditargetkan pada sub-populasi atau zona wilayah ternak tertentu. Untuk pelaksanaan program vaksinasi yang dilakukan pada populasi sasaran harus memenuhi beberapa kriteria seperti cakupan harus setidaknya 80% dan kampanye harus diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin, vaksinasi harus dijadwalkan untuk meningkatkan kekebalan (terutama pada induk), vaksin harus diberikan dalam dosis yang benar dan dengan rute yang benar, vaksin yang digunakan harus memenuhi standar potensi dan keamanan OIE, serta strain/serotipe yang dipakai harus sesuai dengan antigen/patogen yang terdeteksi di lapangan.

Pemilihan vaksin untuk pengendalian PMK idealnya menggunakan vaksin virus yang tidak aktif sehingga relatif aman dari shedding virus yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit baru. Vaksinasi dapat memainkan peran dalam strategi pengendalian yang efektif untuk PMK, tetapi keputusan apakah akan menggunakan vaksinasi atau tidak terletak pada otoritas nasional.

Distribusi geografis

https://veterinaryresearch.biomedcentral.com/articles/10.1186/1297-9716-44-116/figures/2https://veterinaryresearch.biomedcentral.com/articles/10.1186/1297-9716-44-116/figures/2

PMK endemik di beberapa bagian Asia dan di sebagian besar Afrika dan Timur Tengah. Di Amerika Latin, sebagian besar negara menerapkan sistem zonasi dan diakui bebas PMK, baik dengan atau tanpa vaksinasi. Australia, Selandia Baru, Indonesia, Amerika Tengah dan Utara, serta negara-negara di  Eropa Barat saat ini bebas dari PMK. Namun demikian, PMK adalah penyakit hewan lintas batas yang dapat terjadi secara sporadis di setiap daerah yang masih bebas sekalipun, termasuk akhirnya Indonesia yang saat ini sedang terdampak.

Indonesia sebenarnya sudah bebas dari PMK sejak tahun 1986 dan diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 serta secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) sejak 1990. Prestasi ini dicapai dengan susah payah. Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980-1982 seolah PMK telah hilang. Tetapi tahun 1983 muncul lagi di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK.

Beberapa serotipe memiliki distribusi geografis yang terbatas, mis. Asia-1, sedangkan yang lain, terutama serotipe O, terjadi di banyak wilayah yang berbeda. Tidak ada proteksi silang antara serotipe dan terkadang proteksi yang diberikan oleh vaksin bahkan dari serotipe yang sama dapat dibatasi.

Kesimpulan. Dunia peternakan Indonesia beberapa waktu lalu sempat dihadapkan dengan masalah lumpy skin disease dan sekarang kembali disibukkan dengan penanganan kasus PMK. PMK adalah penyakit yang sangat menular pada hewan berkuku terbelah termasuk sapi, babi, domba dan banyak spesies satwa liar. Ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar ketika serangan terjadi ke negara-negara yang biasanya bebas penyakit. Selain itu, penyakit ini memiliki efek jangka panjang di negara-negara di mana penyakit ini endemik karena penurunan produktivitas hewan dan pembatasan perdagangan internasional produk hewani. PMK disebabkan oleh picornavirus dengan 7  serotipe telah diidentifikasi yangmana masing-masing tidak ada proteksi silang. Oleh karena itu, penting untuk kita terlebih dahulu melakukan uji laboratorium guna menentukan serotipe apa yang sedang menyerang sehingga vaksin yang digunakan juga disesuaikan untuk pengendalian penyakit. Selain itu, kita juga harus melaksanakan program biosekuriti yang optimal agar terhindar dari serangan PMK.

References :

  1. https://www.oie.int/en/disease/foot-and-mouth-disease/
  2. https://agriculture.vic.gov.au/biosecurity/animal-diseases/general-livestock-diseases/foot-and-mouth-disease#:~:text=Foot%20and%20mouth%20disease%20(FMD,and%20cause%20serious%20production%20losses.
  3. https://veterinaryresearch.biomedcentral.com/articles/10.1186/1297-9716-44-116 Foot-and-mouth disease: past, present and future
  4. https://www.researchgate.net/publication/339574264_The_Carrier_Conundrum_A_Review_of_Recent_Advances_and_Persistent_Gaps_Regarding_the_Carrier_State_of_Foot-and-Mouth_Disease_Virus
  5. https://www.litbang.pertanian.go.id/info-aktual/18/
  6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4592871/Inactivation of Foot-and-Mouth Disease Virus by Citric Acid and Sodium Carbonate with Deicers
error: Content is protected !!